Surah Al-Kahfi Ayat 21; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Kahfi Ayat 21

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Kahfi Ayat 21 ini, dijelaskan keadaan mereka selanjutnya. Setelah Tamlikha pergi ke kota untuk berbelanja dengan membawa uang perak dari kawan-kawannya, ia melihat suasana kota Ephesus yang jauh berbeda dari apa yang diperkirakan. Saat datang ke kota itu, dia menemukan rakyatnya sudah beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun demikian, di antara rakyatnya ada beriman penuh kepada kejadian hari kiamat, dan ada yang masih ragu. Ada yang mengatakan kiamat itu dengan roh saja, ada pula yang mengatakan kiamat itu dengan roh dan jasad.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi Ayat 21

وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا

Terjemahan: “Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”.

Tafsir Jalalain: وَكَذَلِكَ (Dan demikianlah) sebagaimana Kami bangunkan mereka أَعْثَرْنَا (Kami memperlihatkan) عَلَيْهِمْ (kepada mereka) yakni kaum Ashhabul Kahfi dan kaum Mukminin pada umumnya لِيَعْلَمُوا (agar mereka mengetahui) artinya khusus bagi kaum Ashhabul Kahfi أَنَّ وَعْدَ اللَّه (bahwa janji Allah itu) yaitu adanya hari berbangkit حَقٌّ (benar) dengan kesimpulan, bahwa Allah Yang Maha Kuasa mematikan mereka dalam masa yang sangat lama, kemudian mereka tetap utuh sekalipun tanpa makan dan minum, maka Dia Maha Kuasa pula untuk menghidupkan orang-orang yang sudah mati

وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ (dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan) فِيهَا إِذْ (padanya. Ketika) lafal Idz ini menjadi Ma’mul daripada lafal A’tsarnaa يَتَنَازَعُونَ (orang-orang itu berselisih) orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir بَيْنَهُمْ أَمْرَهُ (tentang urusan mereka) maksudnya mengenai perkara para pemuda itu dalam hal bangunan yang akan didirikan di sekitar tempat Ashhabul Kahfi itu

فَقَالُوا (orang-orang itu berkata) yakni orang-orang kafir ابْنُوا عَلَيْهِم (Dirikanlah di atas gua mereka) di sekitar tempat mereka بُنْيَانًا (sebuah bangunan) untuk menutupi mereka رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ (Rabb mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata,) yang dimaksud adalah yang menguasai perkara para pemuda tersebut, yaitu orang-orang yang beriman,

لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم (“Sesungguhnya kami akan mendirikan di atasnya) yakni di sekitarnya مَّسْجِدًا (sebuah rumah peribadatan.”) tempat orang-orang melakukan salat; akhirnya dibuatlah sebuah rumah peribadatan di pintu gua tersebut.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ (“Dan demikian pula Kami mempertemukan [manusia] dengan mereka.” Maksudnya, Kami perlihatkan mereka [Ash-haabul Kahfi] kepada umat manusia: لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا (“Agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari Kiamat tidak ada keraguan padanya.”) Tidak sedikit dari kalangan ulama salaf yang menyebutkan, orang-orang pada zaman itu telah dirasuki keraguan terhadap adanya kebangkitan dan hal-hal yang menyangkut hari Kiamat.

Baca Juga:  Surah An-Nahl Ayat 28-29; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

‘Ikrimah mengatakan, ada satu kelompok di antara mereka yang mengemukakan bahwa yang dibangkitkan itu hanyalah arwah, bukan jasad. Lalu Allah membangkitkan Ash-haabul Kahfi sebagai hujjah dan dalil sekaligus tanda yang menunjukkan bahwa yang dibangkitkan itu arwah dan juga jasad.

Mereka menyebutkan, ketika salah seorang di antara mereka akan keluar ke kota guna membeli sesuatu untuk mereka makan, maka ia pergi dengan menyamar dan berjalan kaki tidak di jalan umum hingga akhirnya sampai di kota. Selain itu, mereka juga menyebutkan bahwa nama kota itu adalah Daqsus.

la mengira bahwa hal itu baru saja terjadi, padahal umat manusia telah mengalami pergantian dari kurun ke kurun, dari generasi ke generasi, dari satu umat ke umat yang lain, dan negeri serta penduduknya pun telah mengalami perubahan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penyair:

Adapun rumah-rumah tempat tinggal adalah lama seperti rumah mereka.
Dan aku melihat penduduk kampung bukan penduduknya.

Dengan demikian, ia tidak melihat sesuatu pun tanda-tanda negeri yang dulu pernah dikenalnya dan ia juga tidak mengenal seorang pun dari penduduknya, baik yang khusus maupun yang awam. Sehingga ia pun merasa bingung dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri:

“Apa mungkin aku ini tidak waras atau mungkinkah aku ini bermimpi.” la pun berkata, “Demi Allah, aku tidak gila dan tidak pula bermimpi, karena aku baru kemarin sore meninggalkan kota ini, dan ia belum mengalami perubahan seperti ini.”

Lebih lanjut ia mengemukakan: “Sesungguhnya segera pergi dari kota ini adalah lebih baik bagiku.” Kemudian ia melangkah menuju penjual makanan, lalu ia menyerahkan uang yang ada padanya dan meminta agar ditukar dengan makanan. Setelah mengetahui uang peraknya itu, maka penjual itu pun menolak menerima uang tersebut.

Kemudian ia membayarkan kepada penjual yang lain, hingga akhirnya mereka saling bergantian melihat seraya berucap: “Mungkin orang ini menemukan harta karun.”

Lalu mereka bertanya kepadanya mengenai keperluannya dan dari mana uang itu ia peroleh, apa mungkin ia memperolehnya dari harta karun, dan siapakah anda sebenarnya? Maka ia menjawab: “Aku adalah penduduk negeri ini dan aku tinggal di kota ini baru saja kemarin sore. Di kota tersebut terdapat seorang yang bernama Daqyanus.”

Maka mereka pun menyebutnya sebagai orang yang tidak waras. Kemudian mereka membawa orang itu kepada pemimpin mereka. Lalu pemimpin mereka itu menanyakan kepadanya tentang keadaannya sehingga ia memberitahukan apa yang dialaminya sedang ia sendiri merasa bingung terhadap keadaan dan apa yang dialaminya.

Setelah ia memberitahukan hal itu kepada mereka, maka mereka [raja dan rakyatnya] pun segera berangkat bersamanya ke gua, hingga akhirnya mereka sampai di gua tersebut. Lalu ia berkata kepada rombongan itu: “Tinggallah di sini dulu sehingga aku mohonkan izin kepada teman-temanku agar kalian bisa masuk.” Maka ia pun masuk.

Dikatakan, bahwa rombongan itu tidak mengetahui bagaimana ia memasuki gua, dan Allah Ta’ala telah menyembunyikan berita mereka.
Ada pula yang menyatakan, tetapi rombongan itu masuk menemui dan melihat mereka. Lalu si raja itu mengucapkan salam kepada mereka, lalu memeluk mereka. Raja itu adalah seorang muslim. Menurut suatu pendapat, raja itu bernama Yandusus.

Baca Juga:  Surah Al-Mulk Ayat 28-30; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Maka mereka pun merasa senang dengannya dan bercengkerama bersamanya, lalu mereka meninggalkannya dan mengucapkan salam kepadanya dan kemudian kembali ke tempat pembaringan mereka
hingga akhirnya Allah mewafatkan mereka. Wallahu a’lam.

Firman-Nya: وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ (“Dan demikian pula Kami mempertemukan [manusia] dengan mereka.”) Maksudnya, sebagaimana Kami telah menidurkan mereka, maka Kami juga membangunkan mereka seperti keadaan mereka semula, di mana mereka Kami perlihatkan kepada orang-orang yang hidup pada zaman itu.

لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُ (“Agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari Kiamat itu tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka.”) Yakni, dalam masalah hari Kiamat.

Ada di antara mereka yang mempercayai keberadaannya dan ada pula yang mengingkarinya. Maka Allah Ta’ala menjadikan peristiwa yang dialami oleh Ash-haabul Kahfi yang mereka saksikan itu sebagai hujjah yang memperkuat orang-orang yang mengimani dan sebagai hujjah untuk mengalahkan orang-orang yang mengngingkarinya.

فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ (“Orang-orang itu berkata, ‘Dirikanlah sebuah bangunan di atas [gua] mereka, Rabb mereka lebih mengetahui tentang mereka.’”) Maksudnya, tutuplah pintu gua mereka itu dan tinggalkan mereka dalam keadaan seperti itu.

قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا (“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.’”) Mengenai orang-orang yang mengungkapkan hal tersebut, Ibnu Jarir mengisahkan dua pendapat: Pertama, mereka adalah orang-orang Islam di antara mereka. Kedua, orang-orang musyrik di antara mereka. Wallahu a’lam.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, dijelaskan keadaan mereka selanjutnya. Setelah Tamlikha pergi ke kota untuk berbelanja dengan membawa uang perak dari kawan-kawannya, ia melihat suasana kota Ephesus yang jauh berbeda dari apa yang diperkirakan.

Saat datang ke kota itu, dia menemukan rakyatnya sudah beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun demikian, di antara rakyatnya ada beriman penuh kepada kejadian hari kiamat, dan ada yang masih ragu. Ada yang mengatakan kiamat itu dengan roh saja, ada pula yang mengatakan kiamat itu dengan roh dan jasad.

Sebagaimana Allah membangkitkan Ashhabul Kahf itu dari tidurnya, supaya saling bertanya satu sama lain tentang diri mereka, sehingga keimanan mereka bertambah sempurna, demikian pulalah Tuhan mempertemukan penduduk kota itu dengan Ashhabul Kahf, ketika mereka berselisih tentang masalah hari kiamat.

Dengan peristiwa Ashhabul Kahf, perselisihan mereka akan lenyap dan keimanan mereka kepada kekuasaan Tuhan akan menjadi sempurna. Mereka yakin bahwa hari kiamat itu benar-benar akan terjadi dan manusia akan dibangkitkan dari kubur dengan tubuh dan rohnya, seperti kebangkitan Ashhabul Kahf itu.

Menurut riwayat Israiliyat, pangkal pertemuan mereka dengan Tamlikha terjadi ketika dia mengeluarkan uang peraknya untuk membayar harga makanan yang dibelinya. Pada uang perak itu terdapat gambar raja Decyanus. Penjual bahan makanan itu menjadi heran dan kaget. Ia lalu membawa mata uang logam tersebut kepada pejabat di kota itu, Tamlikha ditanya dan diperiksa.

Baca Juga:  Surah Al-Kahfi Ayat 100-102; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Akhir dari pemeriksaan itu adalah pengakuan tamlikha mengenai siapa dirinya dan menunjukkan gua tempat mereka bersembunyi. Peristiwa ini menimbulkan kegemparan dalam masyarakat. Rakyat dan raja menyaksikan kejadian luar biasa yang membawa mereka kepada keyakinan akan terjadinya hari kebangkitan.

Golongan yang sebelumnya ragu terhadap hari kiamat, dengan kesaksian mereka terhadap peristiwa ini, berubah menjadi beriman dengan iman yang sempurna bahwa Allah swt kuasa menghidupkan orang yang sudah mati, dan mengembalikan jasad mereka sebagaimana bentuk semula ketika roh itu meninggalkan jasad.

Maka dalam ayat ini, Allah swt menyatakan bahwa dipertemukannya Ashhabul Kahf dengan penduduk kota Ephesus itu supaya mereka mengetahui dengan yakin bahwa janji Allah itu benar dan kedatangan hari kiamat (hari kebangkitan) tidak diragukan lagi.

Setelah pertemuan antara raja dan pemuka masyarakat dengan Ashhabul Kahf itu berakhir, maka Ashhabul Kahf kembali ke tempat pembaringanya. Pada waktu itulah, Allah swt mencabut roh mereka untuk diangkat ke sisi-Nya. Kemudian raja dan para pemuka masyarakat itu mengadakan musyawarah. Sebagian dari mereka berkata kepada yang lain, “Dirikanlah sebuah bangunan besar sebagai peringatan di dekat mulut gua itu.” Orang yang berkuasa di antara mereka berkata,

“Kami benar-benar akan mem-bangun sebuah tempat ibadah di dekat mulut gua mereka.” Kedua pihak ingin memuliakan Ashhabul Kahf itu, tetapi mereka berbeda pendapat tentang caranya. Satu pihak menghendaki mendirikan sebuah bangunan besar, sedang pihak yang lainnya ingin mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah bagi mereka. Tentang apakah penduduk Ephesus mendirikan sebuah bangunan untuk peringatan atau mereka mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah di atas gua itu hanya Allah yang mengetahuinya.

Membangun masjid dekat kuburan tidak dilarang oleh agama. Tetapi agama sangat melarang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

Allah mengutuk orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan Nabi mereka menjadi tempat ibadah”. (Riwayat al-Bukhari dari ‘aisyah dan ‘Abdullah bin ‘Abbas)

Islam sangat melarang umatnya menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah untuk memuliakan orang-orang yang dikubur itu. Bahkan sebagian ulama, seperti Ibnu Hajar dalam kitabnya az-Zawajir memandang perbuatan itu sebagai dosa besar, berdasarkan hadis-hadis yang disebutkan.

Dalam sejarah terbukti kuburan para nabi atau wali yang dibangun dalam tempat ibadah cenderung membawa orang kepada penghormatan yang berlebih-lebihan terhadap kuburan itu. Hal ini membuka peluang terjadinya perbuatan syirik.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al- Kahfi Ayat 21 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Kemenag. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S