Surah Al-Mu’min Ayat 28-29; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-mu'min Ayat 28-29

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-mu’min Ayat 28-29 ini, menjelaskan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk orang yang berbuat semena-semena dan berdusta. Artinya, Nabi Musa beriman dan membawa bukti-bukti imannya, sedangkan yang semena-mena dan dusta adalah Fir’aun.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Oleh karena itu, yang tidak akan memperoleh petunjuk adalah Fir’aun. Tidak memperoleh petunjuk berarti akan sengsara di dunia dan di akhirat akan masuk neraka. Dengan demikian yang akan sengsara di dunia dan masuk neraka di akhirat adalah Fir’aun.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-mu’min Ayat 28-29

Surah Al-mu’min Ayat 28
وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤۡمِنٌ مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَكۡتُمُ إِيمَٰنَهُۥٓ أَتَقۡتُلُونَ رَجُلًا أَن يَقُولَ رَبِّىَ ٱللَّهُ وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ مِن رَّبِّكُمۡ وَإِن يَكُ كَٰذِبًا فَعَلَيۡهِ كَذِبُهُۥ وَإِن يَكُ صَادِقًا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِى يَعِدُكُمۡ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِى مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٌ كَذَّابٌ

Terjemahan: “Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu”. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.

Tafsir Jalalain: وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤۡمِنٌ مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ (Dan berkatalah seorang laki-laki yang beriman di antara keluarga Firaun) menurut suatu pendapat disebutkan, bahwa ia adalah anak paman Firaun atau saudara sepupunya يَكۡتُمُ إِيمَٰنَهُۥٓ أَتَقۡتُلُونَ رَجُلًا أَن (yang menyembunyikan imannya, “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena) sebab يَقُولَ رَبِّىَ ٱللَّهُ وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ (dia menyatakan, ‘Rabbku ialah Allah’ padahal dia telah datang kepada kalian dengan membawa keterangan-keterangan) yakni mukjizat-mukjizat yang jelas مِن رَّبِّكُمۡ وَإِن يَكُ كَٰذِبًا فَعَلَيۡهِ كَذِبُهُۥ (dari Rabb kalian. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung dosa-dustanya itu) yakni dia sendirilah yang menanggung akibat dari kedustaannya,

وَإِن يَكُ صَادِقًا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِى يَعِدُكُمۡ (dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian bencana yang diancamkannya kepada kalian akan menimpa kalian”) yakni sebagian azab yang diancamkannya kepada kalian akan segera menimpa diri kalian.

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِى مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٌ (Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas) yakni orang yang musyrik كَذَّابٌ (lagi pendusta) yang banyak dustanya.

Tafsir Ibnu Katsir: Pendapat yang masyhur adalah bahwa laki-laki mukmin ini adalah seorang Qibthi dari keluarga Fir’aun. As-Suddi berkaata: “Dia adalah anak paman Fir’aun.” Ibnu Jarir meriwAyatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a. ia berkata:

“Tidak ada seorangpun di antara keluarga Fir’aun yang beriman kecuali laki-laki ini, istri Fir’aun dan orang yang berkata: (“Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentangmu untuk membunuhmu.”)(al-Qashash: 20)(HR Ibnu Abi Hatim)

Dahulu laki-laki ini menyembunyikan keimanan dari kaumnya, bangsa Qibthi. Dia tidak menampakkannya kecuali pada hari ini, dimana Fir’aun berkata: (“Biarkanlah aku membunuh Musa.”) laki-laki itu murka karena Allah Ta’ala.

Dan seutama-utama jihad adalah kalimat keadilan yang disampaikan kepada raja yang dhalim. Sebagaimana hal tersebut tercantum di dalam satu hadits yang diriwAyatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya, dan juga an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dalam Musnadnya. Dan tidak ada satu kalimat yang lebih besar daripada kalimat yang disampaikan kepada Fir’aun ini, yaitu perkataannya:

أَتَقۡتُلُونَ رَجُلًا أَن يَقُولَ رَبِّىَ ٱللَّهُ (“Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia menyatakan: Rabb-ku adalah Allah?”) kecuali apa yang diriwAyatkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya, dari ‘Urwah bin az-Zubair r.a. ia berkata: “Aku berkata kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a: ‘Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang paling dahsyat yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap Rasulullah saw.’ Dia menjawab:

‘Saat Rasulullah saw. melakukan shalat di halaman Ka’bah, tiba-tiba ‘Uqbah bin Abi Mu’ith datang dan meraih pundak Rasulullah saw. serta melilitkan kainnya pada leher beliau, lalu mencekiknya dengan amat keras. Lalu Abu Bakar.r.a menghadap dan meraih pundaknya, kemudian membela Rasulullah saw.

Baca Juga:  Penjelasan Ulama Tafsir tentang Surat An-Nur Ayat 35: Allahu Nurus Samawati wal Ardh

kemudian dia أَتَقۡتُلُونَ رَجُلًا أَن يَقُولَ رَبِّىَ ٱللَّهُ وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ مِن رَّبِّكُمۡ (“Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia menyatakan: Rabb-ku adalah Allah? Padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabb-mu?”)(Bukhari meriwAyatkannya sendiri)

Firman Allah: وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ مِن رَّبِّكُمۡ (“Padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabb-mu”) yaitu bagaimana kalian membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan bahwa Rabb-ku adalah Allah, padahal telah tegak bagi kalian bukti atas kebenaran yang dibawanya? Kemudian dia menempatkan diri bersama mereka yang diajak bicara, lalu berkata:

وَإِن يَكُ كَٰذِبًا فَعَلَيۡهِ كَذِبُهُۥ وَإِن يَكُ صَادِقًا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِى يَعِدُكُمۡ (“Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menaggung [dosa] dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian [bencana] yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.”) yaitu jika belum jelas bagi kalian kebenaran apa yang dibawanya, maka di antara rasionalitas, pemikiran dan perasaan yang matang, hendaklah kalian biarkan dia sendiri dan jangan sakiti dia.

Jika dia pendusta, sesungguhnya Allah Ta’ala akan membalas kedustaannya dengan memberikan hukuman di dunia dan di akhirat. Dan jika dia jujur, padahal kalian telah menyakitinya, maka sebagian bencana yang akan diancamkannya kepadamu akan menimpamu.

Firman Allah: إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِى مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٌ كَذَّابٌ(“Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.”) seandainya dakwaan yang dikatakannya –bahwa dia diutus oleh Allah kepada kalian- adalah dusta seperti yang kalian kira, maka urusannya sudah jelas bagi setiap orang tentang perkataan dan perbuatannya, dimana dia pasti berada dalam puncak perselisihan dan keguncangan. Sedangkan orang ini kita lihat sangat teguh dan manhaj-nya lurus.

Seandainya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta, niscaya Allah tidak akan memberikannya petunjuk dan arahan kepada apa yang kalian lihat berupa keteguhan perkara dan perbuatannya. Kemudian, seseorang yang beriman [itu] mengingatkan kaumnya akan hilangnya kenikmatan Allah yang diberikan kepada mereka dan datangnya kemurkaan Allah terhadap mereka.

Tafsir Kemenag: Para ulama tafsir meriwAyatkan bahwa laki-laki beriman yang disebutkan dalam Ayat ini adalah orang Mesir dari keluarga Fir’aun. Namanya tidak jelas, tetapi Ibnu Katsir meriwayatkan dari Ibnu Abi hatim bahwa ia adalah anak paman Fir’aun yang beriman secara sembunyi-sembunyi kepada Nabi Musa.

Tidak ada di antara keluarga Fir’aun yang beriman selain orang yang disebutkan dalam Ayat ini dan istri Fir’aun sendiri bernama Asiah. Laki-laki inilah yang menyampaikan kepada Nabi Musa tentang rencana jahat Fir’aun untuk membunuhnya. Demikian riwayat dari sumber Ibnu ‘Abbas. Namun, al-Khazin, begitu juga an-Nasafi meriwAyatkan dari sumber Ibnu ‘Abbas juga bahwa laki-laki itu bernama Sam’an atau Habib.

Ada pula yang menyebutnya Kharbil atau Hazbil. Yang disepakati ulama hanyalah bahwa laki-laki itu adalah anak paman Fir’aun. Laki-laki beriman itu menasihati Fir’aun dengan penuh kebijaksanaan, “Patutkah membunuh seseorang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah, sedangkan ia telah menyampaikan alasan-alasan dan bukti-bukti nyata tentang yang diimaninya.”

Ia melanjutkan bahwa seandainya Nabi Musa berbohong, maka konsekuensi kebohongannya itu akan dipikul olehnya sendiri. Akan tetapi, bila Nabi Musa benar, sedangkan ia telah disiksa atau dibunuh, maka sebagian yang diancamkan kepada orang yang menyiksa atau membunuh itu akan diterima di dunia ini juga, dan di akhirat ia akan masuk neraka.

Ia kemudian menegaskan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk orang yang berbuat semena-semena dan berdusta. Artinya, Nabi Musa beriman dan membawa bukti-bukti imannya, sedangkan yang semena-mena dan dusta adalah Fir’aun.

Oleh karena itu, yang tidak akan memperoleh petunjuk adalah Fir’aun. Tidak memperoleh petunjuk berarti akan sengsara di dunia dan di akhirat akan masuk neraka. Dengan demikian yang akan sengsara di dunia dan masuk neraka di akhirat adalah Fir’aun.

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 61-62; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Seorang yang beriman di antara pengikut Fir’aun, yang menyembunyikan keimanannya, berkata kepada kaumnya, “Apakah kalian hendak membunuh seseorang hanya karena ia berkata, ‘Sembahanku hanyalah Allah’, padahal ia telah mendatangkan bukti-bukti yang sangat jelas dari Tuhan kalian? Jika ia berdusta dengan apa yang disampaikannya, maka ia akan menanggung sendiri akibat dustanya.

Tetapi jika ia benar, maka sebagian siksa yang telah ia ingatkan kepada kalian akan datang menyiksa kalian. Allah sungguh tidak akan menunjukkan orang yang melampaui batas dan banyak berdusta, ke jalan keselamatan.”

Surah Al-mu’min Ayat 29
إيَٰقَوۡمِ لَكُمُ ٱلۡمُلۡكُ ٱلۡيَوۡمَ ظَٰهِرِينَ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَمَن يَنصُرُنَا مِنۢ بَأۡسِ ٱللَّهِ إِن جَآءَنَا قَالَ فِرۡعَوۡنُ مَآ أُرِيكُمۡ إِلَّا مَآ أَرَىٰ وَمَآ أَهۡدِيكُمۡ إِلَّا سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ

Terjemahan: “(Musa berkata): “Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!” Fir’aun berkata: “Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar”.

Tafsir Jalalain: يَٰقَوۡمِ لَكُمُ ٱلۡمُلۡكُ ٱلۡيَوۡمَ ظَٰهِرِينَ (Hai kaumku! Untuk kalianlah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa) artinya, dengan mengalami kemenangan; lafal ظَٰهِرِينَ berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan فِى ٱلۡأَرۡضِ (di muka bumi) di negeri Mesir.

فَمَن يَنصُرُنَا مِنۢ بَأۡسِ ٱللَّهِ (Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah) dari azab-Nya bila kalian membunuh kekasih-kekasih-Nya إِن جَآءَنَا (jika azab itu menimpa kita) tiada seorang pun yang dapat menolong kita قَالَ فِرۡعَوۡنُ مَآ أُرِيكُمۡ إِلَّا مَآ أَرَىٰ (Firaun berkata, “Aku tidak mengemukakan kepada kalian, melainkan apa yang aku pandang baik;) maksudnya, aku tidak memberikan isyarat kepada kalian melainkan apa yang telah aku putuskan itu, yaitu membunuh Musa وَمَآ أَهۡدِيكُمۡ إِلَّا سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ (dan aku tiada menunjukkan kepada kalian, selain jalan yang benar”) jalan yang mengandung kebenaran.

Tafsir Ibnu Katsir: يَٰقَوۡمِ لَكُمُ ٱلۡمُلۡكُ ٱلۡيَوۡمَ ظَٰهِرِينَ فِى ٱلۡأَرۡضِ (“[Musa berkata]: ‘Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi.”) sesungguhnya Allah telah memberikan kenikmatan kepada kalian dengan kerajaan dan kekuasaan di muka bumi, dengan kalimat yang dilaksanakan dan kehormatan yang tinggi, maka jagalah nikmat ini dengan bersyukur kepada Allah Ta’ala dan membenarkan Rasul-Nya a.s. serta waspadalah kalian terhadap kemurkaan Allah, jika kalian mendustakan Rasul-Nya.

فَمَن يَنصُرُنَا مِنۢ بَأۡسِ ٱللَّهِ إِن جَآءَنَا (“Siapakah yang akan menolong kita dari adzab Allah, jika adzab itu menimpa kita?”) yaitu tentara-tentara dan pasukan kalian tidak akan mampu membela dan mempertahankan kalian dari adzab Allah, jika Dia menghendaki keburukan menimpa kami.

قَالَ فِرۡعَوۡنُ (“Fir’aun berkata.”) kepada kaumnya untuk menolak apa yang dikatakan laki-laki shalih yang berbakti dan pandai ini, yang sebenarnya lebih layak menjadi raja daripada Fir’aun. مَآ أُرِيكُمۡ إِلَّا مَآ أَرَىٰ (“Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik.”) aku tidak mengatakan dan mengisyaratkan kepada kalian kecuali apa yang aku sendiri memandang baik. Fir’aun telah berdusta, karena sesungguhnya dia sendiri telah meyakini kebenaran risalah yang dibawa oleh Musa a.s.

(“Musa menjawab: ‘Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata.”)(al-Israa’: 102)

Maka perkataannya: maa uriikum illaa maa araa (“Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik.”) dia telah mengada-ada, berdusta dan berkhianat kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala, Rasul-Nya a.s. dan rakyatnya. Dia tipu mereka dan tidak memberikan nasehat kepada mereka. Demikian pula perkataannya:

وَمَآ أَهۡدِيكُمۡ إِلَّا سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ (“Dan aku tidak menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.”) yaitu aku tidak menyeru kalian kecuali kepada jalan kebenaran, kejujuran dan petunjuk, maka berarti dia pun berdusta, sekalipun kaumnya mentaati dan mengikutinya. Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman: (“Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.”)(ThaaHaa: 79)

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 70; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Di dalam hadits disebutkan: “Tidak ada seorang imam pun yang mati di saat kematiannya, sedangkan dia menipu rakyatnya melainkan dia tidak akan mencium wangi surga, walaupun sesungguhnya harumnya tercium dalam jarak perjalanan lima ratus tahun.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dengan lafadz: “Tidaklah seorang pemimpin yang memimpin rakyatnya dari kalangan kaum muslimin lalu ia mati sedang ia menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.” Dan Allah memberikan taufiq kepada kebenaran.

Tafsir Kemenag: Selanjutnya laki-laki beriman itu menasihati kaumnya, rakyat Mesir bahwa mereka telah diberi nikmat yang besar oleh Allah. Mesir telah merupakan kerajaan besar yang disegani dan berpengaruh. Oleh karena itu, nikmat itu harus dipelihara dengan beriman kepada Allah, dan bila mereka juga kafir, maka dikhawatirkan kebesaran itu akan runtuh dan mereka akan menderita.

“Siapakah yang akan menolong kita bila bencana itu datang?” katanya. Demikianlah nasihat laki-laki beriman itu kepada Fir’aun dan kaumnya. Tetapi nasihat itu tidak diterima Fir’aun. Ia menyatakan bahwa apa yang dikatakannya itulah yang harus diterima dan dilaksanakan, dan apa yang disampaikan dan diperintahkannya itulah yang baik dan benar.

Dengan demikian, Fir’aun memaksakan kehendaknya dan lagi-lagi bertindak sewenang-wenang. Jawaban Fir’aun itu sesungguhnya tidak benar, karena dalam hati sanubarinya, sebenarnya ia membenarkan apa yang disampaikan Nabi Musa.

Ucapannya itu sesungguhnya hanya didorong oleh kezaliman dan kesombongannya sebagaimana dinyatakan Ayat berikut: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. (an-Naml/27: 14)

Apa yang dikatakan Fir’aun bahwa yang diperintahkannya kepada kaumnya adalah baik, sehingga Nabi Musa harus tetap dibunuh, juga jauh dari kebenaran. Hal itu karena tidaklah benar dengan membunuh seseorang persoalan akan selesai, apalagi yang dibunuh itu seorang rasul Allah.

Tindakan itu justru sesat dan menyesatkan, sebagaimana dinyatakan Ayat berikut: Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk. (thaha/20: 79). Namun demikian, para pengikut Fir’aun menerima dan mematuhi perintahnya sekalipun salah, sebagaimana diungkapkan Ayat berikut:

Kepada Fir’aun dan para pemuka kaumnya, tetapi mereka mengikuti perintah Fir’aun, padahal perintah Fir’aun bukanlah (perintah) yang benar. (Hud/11: 97) Tindakan Fir’aun membohongi rakyatnya dan memaksa mereka mengikuti perintahnya, serta menghasut mereka untuk mendustai rasul Allah, menjadi pelajaran bagi para pemimpin.

Pemimpin yang ingin menghalangi dan menjauhkan masyarakat dari ajaran-ajaran agama mereka boleh jadi akan mengalami nasib yang sama dengan Fir’aun. Dalam hal ini Rasulullah memberi nasihat: Tiadalah mati imam (seorang pemimpin), di mana pada hari kematiannya itu ia telah menipu rakyatnya, melainkan ia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya keharuman surga itu bisa tercium dari jarak lima ratus tahun perjalanan. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Tafsir Quraish Shihab:”Wahai kaum,” katanya melanjutkan, “hari ini kerajaan di bumi Mesir adalah milik kalian, bukan milik orang lain. Tetapi siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah ketika datang menimpa nanti?” Fir’aun berkata,

“Aku tidak mengajukan pendapat kepada kalian kecuali sesuai dengan apa yang aku yakini. Dan aku, dengan pendapatku itu, tidak menunjukkan kalian kecuali ke jalan petunjuk.”

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-mu’min Ayat 28-29 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S