Surah Al-Munafiqun Ayat 9-11; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Munafiqun Ayat 9-11

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Munafiqun Ayat 9-11 ini, Allah mengingatkan bahwa kesibukan mengurus harta benda dan memperhatikan persoalan anak-anak jangan membuat manusia lalai dari kewajibannya kepada Allah atau bahkan tidak menunaikannya. Hendaknya perhatian mereka terhadap dunia dan akhirat seimbang.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah menganjurkan agar orang-orang mukmin membelanjakan sebagian rezeki yang telah dikaruniakan kepadanya, sebagai tanda syukur atas nikmat-Nya. Hal itu bisa berupa menyantuni anak-anak yatim, orang-orang fakir miskin, dan sebagainya. Hal ini merupakan bekal untuk akhirat untuk dinikmati di hari kemudian.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Munafiqun Ayat 9-11

Surah Al-Munafiqun Ayat 9
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

Terjemahan: Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ (Hai orang-orang yang beriman, janganlah melalaikan kalian) yakni melupakan kalian أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ (harta-harta kalian dan anak-anak kalian dari mengingat Allah) dari melakukan salat lima waktu. وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ (Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi).

Tafsir Ibnu Katsir: Allah telah berfirman seraya memberitahukan hamba-hamba-Nya yang beriman supaya berdzikir kepada-Nya sekaligus melarang mereka supaya tidak melupakan dzikir hanya karena disibukkan oleh harta kekayaan dan anak. S

elain itu, Dia juga memberitahukan bahwa barangsiapa yang terpedaya dengan kenikmatan dunia dan perhiasannya dengan melupakan diri untuk berbuat taat dan berdzikir kepada-Nya, maka dia termasuk orang-orang yang benar-benar merugi, yang merugikan dirinya sendiri dan juga keluarganya pada hari kiamat kelak.

Tafsir Kemenag: Allah mengingatkan bahwa kesibukan mengurus harta benda dan memperhatikan persoalan anak-anak jangan membuat manusia lalai dari kewajibannya kepada Allah atau bahkan tidak menunaikannya. Hendaknya perhatian mereka terhadap dunia dan akhirat seimbang, sebagaimana tertuang dalam sebuah riwayat:

Beramallah (amalan duniawi) seperti amalan seseorang yang mengira bahwa ia tidak akan meninggal selama-lamanya. Namun, waspadalah seperti kewaspadaan seseorang yang akan meninggal besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Abdullah bin Ibnu ‘Amru bin al-‘As)

Dalam hadis lain, Nabi bersabda: Bukanlah orang yang terbaik di antara kamu seseorang yang meninggalkan (kepentingan) dunianya karena akhirat, dan sebaliknya meninggalkan (kepentingan) akhiratnya karena urusan dunianya, sehingga ia mendapatkan (bagian) keduanya sekaligus, ini dikarenakan kehidupan dunia merupakan wasilah yang menyampaikan ke kehidupan akhirat dan janganlah kamu menjadi beban terhadap orang lain. (Riwayat Ibnu ‘Asakir dari Anas bin Malik)

Di sinilah letak keistimewaan dan keunggulan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw yaitu agama Islam. Agama yang tidak menghendaki umatnya bersifat materialistis, yang semua pikiran dan usahanya hanya ditujukan untuk mengumpulkan kekayaan dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang Yahudi.

Islam juga agama yang tidak membenarkan umatnya hanya mementingkan akhirat saja, tenggelam dalam kerohanian, menjauhkan diri dari kelezatan hidup, membujang terus dan tidak kawin, sebagaimana halnya orang-orang Nasrani. Allah berfirman:

Baca Juga:  Surah Al-A'raf Ayat 184; Seri Tadabbur Al-Qur'an

Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. (al-A’raf/7: 31)

Firman Allah: Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? (al-A’raf/7: 32)

Allah menegaskan pada akhir ayat 9 ini bahwa orang-orang yang sangat mementingkan urusan dunia dan meninggalkan kebahagiaan akhirat, berarti telah mengundang murka Allah. Mereka akan merugi karena menukar sesuatu yang kekal abadi dengan sesuatu yang fana dan hilang lenyap.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan sampai perhatian kalian kepada harta dan anak melalaikan kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan kewajiban-Nya atas kalian. Siapa yang disibukkan oleh harta dan anak sehingga melalaikan itu semua, maka mereka adalah orang-orang yang merugi pada hari kiamat.

Surah Al-Munafiqun Ayat 10
وَأَنفِقُواْ مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Terjemahan: Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”

Tafsir Jalalain: وَأَنفِقُواْ (Dan belanjakanlah) dalam berzakat مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ (sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian; lalu ia berkata, “Ya Rabbku! Mengapa tidak) lafal laula di sini bermakna halla, yakni kenapa tidak. Atau huruf la dianggap sebagai huruf zaidah dan huruf lau bermakna tamanni, yakni seandainya لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ (Engkau menangguhkan aku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah) bentuk asli lafal ashshaddaqa adalah atashaddaqa, kemudian huruf ta diidghamkan ke dalam huruf shad sehingga jadilah ashshaddaqa, yakni supaya aku dapat membayar zakatku وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ (dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”) seumpamanya aku akan menunaikan ibadah haji.

Ibnu Abbas r.a. telah memberikan penafsirannya, bahwa tiada seseorang pun yang melalaikan untuk membayar zakat dan melakukan ibadah haji, melainkan ia meminta supaya kematiannya ditangguhkan di saat ia menjelang ajalnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Selanjutnya Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk berinfak di jalan-Nya, dimana Dia berfirman: وَأَنفِقُواْ مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ (“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata:

‘Ya Rabbku, mengapat Engkau tidak menangguhkan [kematian]ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’”) dengan demikian, setiap orang yang berlebih-lebihan akan menyesal kelak pada saat menghadapi kematian [sakaratul maut], dan dia akan meminta supaya usianya diperpanjang lagi meski hanya sebentar.

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 148-150; Seri Tadabbur Al Qur'an

Padahal sesuatu yang akan terjadi pasti akan terjadi, dan apa yang akan datang itu pasti datang. Dan semua itu tergantung pada tindakannya yang berlebihan. Sedangkan orang-orang kafir, maka mereka adalah seperti yang difirmankan Allah Ta’ala yang artinya:

“Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara mereka, maka dia berkata: ‘Ya Rabb-ku, kembalikanlah aku [ke dunia]. Agar aku berbuat amal yang shalih terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-sekali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai mereka dibangkitkan.” (al-Mu’minuun: 99-100)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menganjurkan agar orang-orang mukmin membelanjakan sebagian rezeki yang telah dikaruniakan kepadanya, sebagai tanda syukur atas nikmat-Nya. Hal itu bisa berupa menyantuni anak-anak yatim, orang-orang fakir miskin, dan sebagainya.

Hal ini merupakan bekal untuk akhirat untuk dinikmati di hari kemudian. Janganlah kekayaan itu hanya ditumpuk untuk diwarisi oleh para ahli waris yang belum tentu akan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya serta mendatangkan kegembiraan, atau untuk disia-siakan yang akan mengakibatkan kekecewaan. Kekayaan yang ada pada seseorang, bagaimanapun banyaknya, hanya tiga macam yang menjadi miliknya, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda:

Mutharrif bin Syu’bah meriwayatkan dari ayahnya berkata, “Aku mendatangi Nabi saw, sedangkan beliau sedang membaca ayat ‘alhakumut-takatsur.” Lalu Nabi saw bersabda, “(Ada seorang) manusia mengatakan ‘hartaku-hartaku.” Nabi saw bersabda lagi,

“Wahai manusia, kamu tidaklah memiliki harta (yang kamu kumpulkan), melainkan apa yang kamu makan maka telah habis, apa yang kamu pakai maka telah lusuh, dan apa yang kamu sedekahkan maka telah berlalu.” (Riwayat Muslim)

Membelanjakan harta benda untuk kemanfaataan dunia dan akhirat, janganlah ditunda-tunda sampai datang sakaratul maut. Dan jangan berandai-andai kalau-kalau umurnya masih bisa diperpanjang atau kematiannya masih bisa ditunda. Ia harus membelanjakan harta bendanya kepada yang diridai Allah, dan beramal baik sehingga ia dapat digolongkan bersama orang-orang yang saleh sebelum ajal tiba, karena apabila ajal telah sampai pada batasnya, tak dapat lagi diubah, dimajukan, atau ditangguhkan.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai orang-orang Mukmin, infakkanlah dengan segera sebagian harta yang telah Kami berikan, sebelum kematian menjemput salah seorang dari kalian. Saat itu, ia berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku dapat menjadi orang-orang yang beramal saleh.”

Surah Al-Munafiqun Ayat 11
وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

Terjemahan: Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.

Tafsir Jalalain: وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan, kematian, seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan) lafal ta’maluuna dapat pula dibaca ya’maluuna, sehingga artinya menjadi, yang mereka kerjakan.

Baca Juga:  Surah Al-Hadid Ayat 28-29; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah berfirman: وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (“Dan Allah sekali-sekali tidak akan menangguhkan [kematian] seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.”) maksudnya Allah swt. tidak akan memberikan tangguh kepada seseorang jika telah datang waktu kematiannya. Dan hanya Allah Ta’ala Yang Maha mengetahui orang yang jujur dalam perkataan dan permintaannya supaya ditangguhkan, dari orang yang kalau saja dikembalikan, pastilah dia akan kembali mengerjakan keburukan yang sama.

Oleh karen itu, Allah Ta’ala berfirman: وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (“Dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.”) wallaaHu a’lam.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abud Darda’, dia berkata: Kami pernah menyebutkan di hadapan Rasulullah saw. mengenai tambahan umur, maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengakhirkan satu jiwa pun jika telah datang ajalnya. Dan sesungguhnya penambahan dalam umur adalah Allah akan mengaruniai keturunan yang shalih kepada seorang hamba, dan mereka akan mendoakannya kelak setelah ia berada di dalam kubur.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu, bersiap-siaplah untuk menghadapi maut itu. Kumpulkanlah sebanyak-banyaknya bekal berupa amal saleh yang akan dibawa dan yang bermanfaat di akhirat nanti.

Firman Allah: Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas. (al-Qari’ah/101: 6-11)

Ayat yang kesebelas ini ditutup dengan penegasan bahwa Allah itu Maha Mengetahui apa yang diperbuat hamba-Nya. Semua itu akan dibalas di hari kemudian, sesuai dengan amal perbuatannya. Kalau baik dimasukkan ke dalam surga, dan kalau jahat akan dimasukkan ke dalam neraka.

Tafsir Quraish Shihab: Allah tidak akan menangguhkan seseorang jika waktu kematiannya telah tiba. Allah Maha Mengetahui perbuatan kalian dan akan membalas kalian atas itu semua.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Munafiqun Ayat 9-11 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S