Surah An-Naba Ayat 37-40; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah An-Naba Ayat 37-40

Pecihitam.org – Kandungan Surah An-Naba Ayat 37-40 ini, Allah menerangkan bahwa Dialah Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan segala yang berada di antaranya dengan sifat-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pemurah. Keagungan Allah pada hari Kiamat itu tampak sekali, tidak seorang pun yang akan berbicara dengan Allah, melainkan dengan izin-Nya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada hari Kiamat itu Malaikat Jibril dan para malaikat lainnya berdiri bersaf-saf menunggu perintah Allah. Mereka tidak berkata apa pun kecuali setelah diberi izin oleh Allah Yang Maha Pemurah. Kata-kata yang mereka ucapkan pun ketika itu hanya kata-kata yang benar.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah An-Naba Ayat 37-40

Surah An-Naba Ayat 37
رَّبِّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَا ٱلرَّحۡمَٰنِ لَا يَمۡلِكُونَ مِنۡهُ خِطَابًا

Terjemahan: Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.

Tafsir Jalalain: رَّبِّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ (Rabb langit dan bumi) dapat dibaca Rabbis Samaawaati Wal Ardhi dan Rabus Samaawaati Wal Ardhi وَمَا بَيۡنَهُمَا ٱلرَّحۡمَٰنِ (dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah) demikian pula lafal Ar-Rahmaan dapat dibaca Ar-Rahmaanu dan Ar-Rahmaani disesuaikan dengan lafal Rabbun tadi.

لَا يَمۡلِكُونَ (Mereka tiada memiliki) yakni makhluk semuanya مِنۡهُ (di hadapan-Nya) di hadapan Allah swt. خِطَابًا (sepatah kata pun) yaitu tiada seseorang pun yang dapat berbicara kepada-Nya karena takut kepada-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah memberitahukan tentang keagungan dan kemuliaan-Nya. Dan bahwasannya Dia adalah Rabb langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya. dan bahwasannya Dia adalah Rabb Yang Mahapemurah rahmat-Nya mencakup segala sesuatu. Dan firman-Nya:

لَا يَمۡلِكُونَ مِنۡهُ خِطَابًا (“Mereka tidak dapat berbicara dengan-Nya.”) maksudnya tidak ada seorang pun yang sanggup mengajak-Nya berbicara kecuali dengan seizin-Nya. Yang demikian itu sama seperti firman-Nya: يَوۡمَ يَأۡتِ لَا تَكَلَّمُ نَفۡسٌ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦ (“Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya.”)(Huud: 105)

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dialah Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan segala yang berada di antaranya dengan sifat-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pemurah. Keagungan Allah pada hari Kiamat itu tampak sekali, tidak seorang pun yang akan berbicara dengan Allah, melainkan dengan izin-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang rahmat-Nya sangat luas, mencakup segala sesuatu. Tak seorang pun yang berhak mengajak-Nya berbicara.

Surah An-Naba Ayat 38
يَوۡمَ يَقُومُ ٱلرُّوحُ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ صَفًّا لَّا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنۡ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحۡمَٰنُ وَقَالَ صَوَابًا

Terjemahan: Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.

Tafsir Jalalain: يَوۡمَ (Pada hari itu) lafal Yauma merupakan Zharaf bagi lafal Laa Yamlikuuna يَقُومُ ٱلرُّوحُ (ketika ruh berdiri) yakni malaikat Jibril atau bala tentara Allah swt. وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ صَفًّا (dan para malaikat dengan bershaf-shaf) lafal Shaffan menjadi Haal artinya dalam keadaan berbaris bershaf-shaf,

لَّا يَتَكَلَّمُونَ (mereka tidak berkata-kata) yakni makhluk semuanya إِلَّا مَنۡ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحۡمَٰنُ (kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah) untuk berbicara وَقَالَ (dan ia mengucapkan) perkataan صَوَابًا (yang benar) mereka terdiri dari orang-orang yang beriman dan para Malaikat, seumpamanya mereka memberikan syafaat kepada orang-orang yang diridai oleh-Nya untuk mendapatkan syafaat.

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 74-79; Seri Tadabbur Al Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: يَوۡمَ يَقُومُ ٱلرُّوحُ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ صَفًّا لَّا يَتَكَلَّمُونَ (“Pada hari itu ketika ruh dan para Malaikat berdiri bershaff-shaff, mereka tidak berkata-kata.”) para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan ruh di sini. Terdapat beberapa pendapat:

  1. Apa yang diriwayatkan oleh al-‘Aufi dari Ibnu ‘Abbas, bahwa mereka adalah arwah anak-cucu Adam
  2. Mereka adalah anak cucu Adam. Demikian yang dikemukakan oleh al-Hasan dan Qatadah. Qatadah mengatakan: “Dan inilah salah satu dari apa yang disembunyikan oleh Ibnu ‘Abbas.”
  3. Mereka adalah salah satu dari makhluk Allah dalam bentuk seperti bentuk anak cucu Adam, tetapi mereka bukan malaikat dan bukan juga manusia, tetapi mereka makan dan minum. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Abu Shalih, dan al-A’masiy.
  4. Ruh itu adalah Jibril. Demikian yang dikemukakan oleh asy-Sya’bi, Sa’id bin Jubair, dan adl-Dlahhak. Pendapat terakhir ini didasarkan pada firman Allah: (“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amiin [Jibril] ke dalam hatimu [Muhammad] agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (asy-Syu’araa’: 193-194). Muqatil bin Hayyan mengungkapkan: “Ar-Ruh yang dimaksud adalah malaikat yang paling mulia dan yang paling dekat dengan Allah sekaligus pengantar wahyu.”
  5. Ruh yang dimaksud adalah al-Qur’an. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu Zaid, seperti firman-Nya: وَكَذَٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحًا مِّنۡ أَمۡرِنَا (“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh [al-Qur’an] dengan perintah Kami.” (asy-Syuura: 52)
  6. Keenam, ruh yang dimaksud adalah salah satu malaikat dengan ukuran seluruh makhluk. Dan Ibnu Jarir bersikap diamm dan tidak memastikan salah satu dari pendapat-pendapat tersebut. Dan yang lebih mendekati, menurut pendapat saya [Ibnu Katsir], wallaHu a’lam, mereka adalah anak cucu Adam.

Firman Allah: إِلَّا مَنۡ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحۡمَٰنُ (“Kecuali siapa yang diberi izin kepadanya oleh Rabb Yang Mahapemurah.”) yang demikian itu sama seperti firman-Nya: يَوۡمَ يَأۡتِ لَا تَكَلَّمُ نَفۡسٌ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦ (“Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya.”)(Huud: 105) sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih: “Dan tidak ada yang berbicara pada hari itu kecuali para Rasul.”

Sedangkan firman-Nya: وَقَالَ صَوَابًا (“Dan dia mengucapkan kata yang benar.”) yakni, kata-kata yang benar. Dan di antara kata-kata yang benar itu adalah ucapa: “Laa ilaaHa illallaaH (tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah) sebagaimana diungkapkan oelh Abu Shalih dan ‘Ikrimah.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa pada hari Kiamat itu Malaikat Jibril dan para malaikat lainnya berdiri bersaf-saf menunggu perintah Allah. Mereka tidak berkata apa pun kecuali setelah diberi izin oleh Allah Yang Maha Pemurah. Kata-kata yang mereka ucapkan pun ketika itu hanya kata-kata yang benar.

Tafsir Quraish Shihab: Pada hari ketika Jibril dan para malaikat berbaris dengan khusyuk. Tak satu pun di antara mereka yang berbicara, kecuali malaikat yang dizinkan oleh Sang Maha Penyayang untuk berbicara secara benar.

Baca Juga:  Surah An-Naba Ayat 31-36; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Surah An-Naba Ayat 39
ذَٰلِكَ ٱلۡيَوۡمُ ٱلۡحَقُّ فَمَن شَآءَ ٱتَّخَذَ إِلَىٰ رَبِّهِۦ مَـَٔابًا

Terjemahan: Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.

Tafsir Jalalain: ذَٰلِكَ ٱلۡيَوۡمُ ٱلۡحَقُّ (Itulah hari yang pasti terjadi) hari yang pasti kejadiannya, yaitu hari kiamat. فَمَن شَآءَ ٱتَّخَذَ إِلَىٰ رَبِّهِۦ مَـَٔابًا (Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabbnya) yakni, kembali kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan kepada-Nya, supaya ia selamat dari azab-Nya pada hari kiamat itu.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: ذَٰلِكَ ٱلۡيَوۡمُ ٱلۡحَقُّ (“Itulah hari yang pasti terjadi.”) yakni hari yang pasti akan terjadi, dan tidak mungkin tidak.
فَمَن شَآءَ ٱتَّخَذَ إِلَىٰ رَبِّهِۦ مَـَٔابًا (“Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabbny.”) yakni tempat kembali dan jalan yang dijadikan petunjuk kepada-Nya serta manhaj yang dilalui di atasnya.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa hari Kiamat itu pasti terjadi dan persoalan-persoalan yang tadinya tertutup atau tersembunyi pasti akan diungkapkan. Begitu pula apa-apa yang tersimpan dalam hati manusia, pada hari itu pasti diperlihatkan.

Oleh karena itu, Allah mendorong mereka agar bertambah dekat kepada-Nya dan melakukan perbuatan yang menjauhkan diri dari azab-Nya. Dengan demikian, ia pasti menempuh jalan kembali kepada Tuhannya dengan penuh kebahagiaan.

Tafsir Quraish Shihab: Itulah hari yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Maka barangsiapa yang berkehendak, niscaya ia akan menempuh jalan kembali yang mulia kepada Tuhannya dengan beriman dan melakukan amal saleh.

Surah An-Naba Ayat 40
إِنَّآ أَنذَرۡنَٰكُمۡ عَذَابًا قَرِيبًا يَوۡمَ يَنظُرُ ٱلۡمَرۡءُ مَا قَدَّمَتۡ يَدَاهُ وَيَقُولُ ٱلۡكَافِرُ يَٰلَيۡتَنِى كُنتُ تُرَٰبًۢا

Terjemahan: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”.

Tafsir Jalalain: إِنَّآ أَنذَرۡنَٰكُمۡ (Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian) hai orang-orang kafir Mekah عَذَابًا قَرِيبًا (siksa yang dekat) yakni siksa pada hari kiamat yang akan datang nanti; dan setiap sesuatu yang akan datang itu berarti masa terjadinya sudah dekat يَوۡمَ (pada hari) menjadi Zharaf dari lafal ‘Adzaaban berikut sifatnya yakni berikut lafal Qariiban يَنظُرُ ٱلۡمَرۡءُ (manusia melihat) setiap manusia melihat مَا قَدَّمَتۡ يَدَاهُ (apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya) yakni perbuatan baik dan perbuatan buruk yang telah dikerjakannya semasa di dunia.

وَيَقُولُ ٱلۡكَافِرُ يَٰلَيۡتَنِى (dan orang kafir berkata, “Alangkah baiknya) huruf Ya di sini bermakna Tanbih كُنتُ تُرَٰبًۢا (sekiranya aku dahulu adalah tanah”) maka aku tidak akan disiksa. Ia mengatakan demikian sewaktu Allah berfirman kepada binatang-binatang semuanya sesudah Dia melakukan hukum kisas sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain: “Jadilah kamu sekalian tanah!”.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: إِنَّآ أَنذَرۡنَٰكُمۡ عَذَابًا قَرِيبًا (“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu [hai orang kafir] siksa yang dekat.”) yakni hari Kiamat, untuk mempertegas kepastian terjadinya, sehingga ia pun menjadi dekat, karena setiap yang akan datang itu pasti datang:

يَوۡمَ يَنظُرُ ٱلۡمَرۡءُ مَا قَدَّمَتۡ يَدَاهُ (“Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya.”) yakni, akan diperlihatkan kepadanya semua amal perbuatannya, yang baik maupun yang buruk, yang lama maupun yang baru.

Baca Juga:  Surah An-Naba Ayat 1-16; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

وَيَقُولُ ٱلۡكَافِرُ يَٰلَيۡتَنِى كُنتُ تُرَٰبًۢا (“Dan orang kafir berkata: ‘Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.”) maksudnya pada hari itu orang kafir berangan-angan, andai saja dulu aku di dunia hanya sebagai tanah dan bukan sebagai makhluk serta tidak juga keluar ke dalam wujud.

Hal ini mereka katakan ketika adzab Allah diperlihatkan dan mereka melihat amal perbuatan mereka yang buruk telah ditulis oleh tangan para malaikat yang mulia lagi berbakti. Ada juga yang berpendapat, hal itu mereka katakan ketika Allah memberikan keputusan kepada hewan-hewan yang pernah hidup di dunia dan Dia memberikan keputusan di antara binatang-binatang itu dengan keputusan-Nya yang adil yang tidak mendhalimi, sehingga kambing yang tidak bertanduk akan menuntuk qishash dari kambing yang bertanduk. Dan setelah pemberian keputusan, barulah dikatakan kepada binatang-binatang itu:

“Jadilah kamu tanah kembali.” Maka pada saat itu, orang kafir itu berkata: يَٰلَيۡتَنِى كُنتُ تُرَٰبًۢا (alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah).” Yakni andai saja aku menjadi hewan sehingga aku akan kembali menjadi tanah.

Tafsir Kemenag: Ayat ini memberi peringatan kepada orang-orang kafir bahwa sesungguhnya Allah telah memberi peringatan kepada mereka dengan siksaan yang dekat.

Setiap orang harus mengerti bahwa apa saja yang akan dialaminya telah dekat waktu terjadinya. Soal jarak waktu bukanlah suatu hal yang penting, tetapi yang penting adalah peristiwa itu pasti akan dialaminya. Maka seorang yang berakal sehat selalu bersiap-siap untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan dijumpainya. Pada hari itu, manusia akan melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, sebagaimana dijelaskan pula dalam firman Allah:

(Ingatlah) pada hari (ketika) setiap jiwa mendapatkan (balasan) atas kebajikan yang telah dikerjakan dihadapkan kepadanya, (begitu juga balasan) atas kejahatan yang telah dia kerjakan. Dia berharap sekiranya ada jarak yang jauh antara dia dengan (hari) itu. (Ali ‘Imran/3: 30)

Pada hari itu, orang kafir akan berkata dengan penuh kesedihan dan penyesalan, “Andaikata aku dahulu di dunia hanya menjadi tanah, dan tidak menjadi manusia yang durhaka kepada Tuhan.”.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian mengenai siksa yang kedatangannya telah dekat. Pada hari itu setiap orang dapat melihat apa yang dilakukan oleh kedua tangannya. Dengan mengharap keselamatan, orang kafir akan berkata,

“Alangkah baiknya jika, setelah kematianku, aku tetap menjadi tanah sehingga aku tidak dibangkitkan dan diminta pertanggungjawaban.”

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah An-Naba Ayat 37-40 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S