Surah An-Najm Ayat 1-4; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah An-Najm Ayat 1-4

Pecihitam.org – Kandungan Surah An-Najm Ayat 1-4 ini, sebelum membahas kandungan ayat Surah An-Najm terlebih dahulu kita memahami isi surah. Surah ini menjelaskan sumpah yang menunjukkan kejujuran Rasulullah saw. mengenai kabar wahyu yang ia ucapkan dan ia sampaikan. Ia tidak sesat maupun salah dalam menyampaikan wahyu itu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selain itu, sumpah itu juga menunjukkan Rasulullah jujur dalam menyampaikan berita tentang perjalanannya ke langit yang dikenal dengan peristiwa mikraj. Penglihatannya tidak hilang dan tidak pula melampaui batas. Pembicaraan selanjutnya beralih kepada kebodohan akal orang-orang kafir ketika menyembah berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri kemudian mereka beri nama sesuai dengan selera mereka sendiri.

Kedunguan mereka juga dapat terlihat dari penamaan mereka terhadap malaikat yang mereka sebut sebagai “ber-gender feminin” setelah sebelumnya beranggapan bahwa Allah mempunyai anak perempuan dan mereka sendiri mempunyai anak lak-laki.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah An-Najm Ayat 1-4

Surah An-Najm Ayat 1
وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ

Terjemahan: “Demi bintang ketika terbenam.

Tafsir Jalalain: An-Najm (Bintang) وَٱلنَّجۡمِ (Demi bintang) yaitu bintang Tsurayya ِذَا هَوَىٰ (ketika terbenam) sewaktu terbenam.

Tafsir Ibnu Katsir: Asy-Sya’bi dan juga ulama lainnya mengatakan: “Al-Khalik (Allah) itu dapat bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan makhluk-Nya tidak boleh bersumpah kecuali dengan menyebut nama sang Pencipta (Allah) saja.” Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.

Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya: وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ (“Demi bintang ketika terbenam”) dimana Ibnu Abi Najih menceritakan dari Mujahid: “Yang dimaksud dengan an-Najm adalah bintang tujuh (tatasurya) yang hilang/jatuh bersamaan dengan terbitnya fajar.” Demikian yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Sufyan ats-Tsauri serta menjadi pilihan Ibnu Jarir. Mengenai firman-Nya:

وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ (“Demi bintang ketika terbenam”) adl-Dlahhak mengatakan: “Yakni ketika melempari syaitan-syaitan dengannya.” Dan pendapat ini mempunyai beberapa sudut pandang.

Tafsir Kemenag: Allah swt menerangkan bahwa Ia bersumpah dengan makhlukNya yang besar yakni bintang yang beredar pada porosnya, sehingga tidak saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Bintang-bintang itu merupakan petunjuk bagi manusia dalam hutan dan di padang pasir, di tempat kediaman dan dalam perjalanan, di kampung dan di kota, dan juga di lautan, bintang-bintang itu besar sekali faedahnya bagi kehidupan manusia.

Allah swt mengarahkan sumpah-Nya kepada kaum musyrikin agar mengetahui betapa banyak manfaatnya bintang-bintang bagi mereka. Antara lain untuk mengetahui perubahan musim supaya mereka bersiap-siap untuk menggembalakan ternak mereka, kemudian setelah turun hujan mereka dapat menanam tanaman yang sesuai dengan musimnya.

Sumpah Allah tersebut mengingatkan manusia bahwa di sana ada benda-benda yang perkasa di ruang angkasa yang harus mereka ketahui supaya mereka dapat meyakini besarnya sumber kekuasaan Allah dan indahnya ciptaan-Nya.

Ilmu pengetahuan modern telah menerangkan bahwa di angkasa raya ada keajaiban yang dapat dilihat dari cepatnya peredaran dan bentuknya yang besar. Alam matahari terdiri dari matahari dan 9 buah planet yang kebanyakan dikelilingi oleh beberapa buah bulan. Matahari itu dalam alamnya adalah sebahagian daripada alam angkasa.

Di alam angkasa ada sekitar 30.000.000.000 (tigapuluh milyar) bintangbintang. Setiap bintang adalah sebagai matahari seperti mataharinya manusia di bumi ini. Ada yang lebih besar dan ada pula yang lebih kecil daripadanya. Umur matahari adalah sekitar lima milyar tahun, umur bumi sekitar 2.000 juta tahun.

Umur air di atas bumi sekitar 300 juta tahun. Dan umur manusia sekitar 300.000 tahun. Dan alam semesta itu mempunyai penjaga (hanya Allah-lah yang mengetahuinya). Dan tidak seorang pun yang mengetahui bala tentara Tuhan kecuali Dia. Al-‘Amasy dari Mujahid mengatakan bahwa ayat ini merujuk pada Al-Qur’an ketika diturunkan seperti dalam firman-Nya:

Baca Juga:  Surah An-Nahl Ayat 125; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui, dan (ini) sesungguhnya Al-Qur’an yang sangat mulia, dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfudz), tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seluruh alam. (al-Waqi’ah/56: 75-80).

Tafsir Quraish Shihab: Sumpah yang terdapat pada permulaan surah ini menunjukkan kejujuran Rasulullah saw. mengenai kabar wahyu yang ia ucapkan dan ia sampaikan. Ia tidak sesat maupun salah dalam menyampaikan wahyu itu.

Selain itu, sumpah itu juga menunjukkan Rasulullah jujur dalam menyampaikan berita tentang perjalanannya ke langit yang dikenal dengan peristiwa mikraj. Penglihatannya tidak hilang dan tidak pula melampaui batas.

Pembicaraan selanjutnya beralih kepada kebodohan akal orang-orang kafir ketika menyembah berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri kemudian mereka beri nama sesuai dengan selera mereka sendiri. Kedunguan mereka juga dapat terlihat dari penamaan mereka terhadap malaikat yang mereka sebut sebagai “ber-gender feminin” setelah sebelumnya beranggapan bahwa Allah mempunyai anak perempuan dan mereka sendiri mempunyai anak lak-laki.

Surah ini kemudian meminta Rasulullah untuk tidak menoleh kepada mereka dan menyerahkan urusan mereka sepenuhnya kepada Allah yang menciptakan dan memiliki segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, yang akan memberi balasan buruk kepada orang-orang yang berbuat jahat dan balasan baik kepada orang-orang yang berbuat baik. Dia mengetahui semua fase penciptaan makhluknya dan bagaimana keadaan mereka.

Perintah kepada Rasulullah itu kemudian diikuti dengan ancaman terhadap orang-orang yang mengingkari perhitungan amal perbuatan setiap manusia seperti terdapat pula pada syariat agama-agama sebelum Islam. Kisah tentang lembaran-lembaran suci (shuhuf, shahîfah) Nabi Mûsâ dan Nabi Ibrâhîm juga disinggung dalam surat ini.

Ayat-ayat itu semua menunjukkan kemahakuasan Allah dengan bukti-bukti dan tanda-tandanya yang terlihat pada umat-umat terdahulu. Akhirnya surat ini ditutup dengan penjelasan bahwa al-Qur’ân merupakan salah satu dari sekian banyak pemberi peringatan yang pernah disampaikan sebelumnya agar mereka semua takut kepada hari kiamat yang waktunya sudah semakin dekat.

Di penghujung surah ini juga terdapat celaan terhadap orang-orang kafir yang mengingkari dan melalaikan al-Qur’ân dan lebih memilih menertawakan daripada menangis dan dan merenungi maknanya. Sedang orang-orang Mukmin diminta untuk bersujud dan menyembah Allah yang telah menurunkan al-Qur’ân.]] Demi bintang ketika turun hendak terbenam, Muhammad tidak melenceng dari kebenaran dan tidak menyakini suatu kepalsuan.

Surah An-Najm Ayat 2
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ

Terjemahan: “kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.

Tafsir Jalalain: مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ (Kawanmu tidak sesat) artinya, Nabi Muhammad saw. tidak sesat dari jalan petunjuk وَمَا غَوَىٰ (dan tidak pula keliru) tidak pula salah, yang dimaksud adalah dia tidak bodoh tentang akidah yang rusak.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah Ta’ala: مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ (“Kawanmu tidak sesat dan tidak pula keliru.”) inilah yang menjadi tujuan sumpah Allah Ta’ala, yaitu kesaksian dari-Nya atas Rasul-Nya, Muhammad saw. bahwa beliau adalah seorang yang lurus, mengikuti kebenaran dan bukan orang yang sesat.

Yang dimaksud sesat disini adalah orang bodoh yang berjalan tanpa petunjuk dan ilmu pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud dengan al-ghawi adalah orang yang mengetahui kebenaran tapi menyimpang darinya kepada selainnya dengan sengaja.

Tafsir Kemenag: Allah menerangkan bahwa kawan mereka itu (Muhammad) adalah benar-benar seorang nabi. Dia tidak pernah menyimpang dari jalan yang benar. Ia Juga tidak pernah melakukan kebatilan. Pada kenyataannya Rasulullah saw adalah seorang rasul yang diberi petunjuk oleh Allah, dia mengikuti kebenaran.

Dia bukan seorang yang menyesatkan (dan bukanlah pula ia berjalan pada jalan yang ia sendiri tidak mengetahuinya). Dia bukan seorang yang sesat yang berpaling dari kebenaran dengan suatu tujuan tertentu. Keadaan beliau yang seperti itu, bukan saja setelah beliau diangkat menjadi rasul, tetapi juga sebelumnya.

Baca Juga:  Surah Yunus Ayat 28-30; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Oleh sebab itulah Allah memberikan kepadanya petunjuk dan syariat untuk memberikan sinar terang kepada orang-orang yang sesat baik Yahudi maupun Nasrani yang sebenarnya mereka mengetahui kebenaran itu, tetapi tidak mengamalkannya.

Tafsir Quraish Shihab: Sumpah yang terdapat pada permulaan surah ini menunjukkan kejujuran Rasulullah saw. mengenai kabar wahyu yang ia ucapkan dan ia sampaikan. Ia tidak sesat maupun salah dalam menyampaikan wahyu itu.

Selain itu, sumpah itu juga menunjukkan Rasulullah jujur dalam menyampaikan berita tentang perjalanannya ke langit yang dikenal dengan peristiwa mikraj. Penglihatannya tidak hilang dan tidak pula melampaui batas.

Pembicaraan selanjutnya beralih kepada kebodohan akal orang-orang kafir ketika menyembah berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri kemudian mereka beri nama sesuai dengan selera mereka sendiri. Kedunguan mereka juga dapat terlihat dari penamaan mereka terhadap malaikat yang mereka sebut sebagai “ber-gender feminin” setelah sebelumnya beranggapan bahwa Allah mempunyai anak perempuan dan mereka sendiri mempunyai anak lak-laki.

Surah ini kemudian meminta Rasulullah untuk tidak menoleh kepada mereka dan menyerahkan urusan mereka sepenuhnya kepada Allah yang menciptakan dan memiliki segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, yang akan memberi balasan buruk kepada orang-orang yang berbuat jahat dan balasan baik kepada orang-orang yang berbuat baik. Dia mengetahui semua fase penciptaan makhluknya dan bagaimana keadaan mereka.

Perintah kepada Rasulullah itu kemudian diikuti dengan ancaman terhadap orang-orang yang mengingkari perhitungan amal perbuatan setiap manusia seperti terdapat pula pada syariat agama-agama sebelum Islam. Kisah tentang lembaran-lembaran suci (shuhuf, shahîfah) Nabi Mûsâ dan Nabi Ibrâhîm juga disinggung dalam surat ini.

Ayat-ayat itu semua menunjukkan kemahakuasan Allah dengan bukti-bukti dan tanda-tandanya yang terlihat pada umat-umat terdahulu. Akhirnya surat ini ditutup dengan penjelasan bahwa al-Qur’ân merupakan salah satu dari sekian banyak pemberi peringatan yang pernah disampaikan sebelumnya agar mereka semua takut kepada hari kiamat yang waktunya sudah semakin dekat.

Di penghujung surah ini juga terdapat celaan terhadap orang-orang kafir yang mengingkari dan melalaikan al-Qur’ân dan lebih memilih menertawakan daripada menangis dan dan merenungi maknanya. Sedang orang-orang Mukmin diminta untuk bersujud dan menyembah Allah yang telah menurunkan al-Qur’ân.]] Demi bintang ketika turun hendak terbenam, Muhammad tidak melenceng dari kebenaran dan tidak menyakini suatu kepalsuan.

Surah An-Najm Ayat 3
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ

Terjemahan: “dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.

Tafsir Jalalain: وَمَا يَنطِقُ (Dan tiadalah apa yang diucapkannya itu) apa yang disampaikannya kepada kalian عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ (menurut kemauan hawa nafsunya) menurut kehendaknya sendiri.

Tafsir Ibnu Katsir: Maka Allah Ta’ala mensucikan Rasul dan syariat-Nya dari keserupaan dengan orang-orang sesat seperti pemeluk-pemeluk Nasrani dan orang-orang Yahudi. Keserupaan itu dalam hal kepemilikan ilmu tentang sesuatu, lalu menyembunyikannya serta mengerjakan hal yang bertolak belakang dengan apa yang diketahuinya tersebut.

Sedang Rasulullah saw. dan syariat yang dibawa dari Allah berada di puncak istiqamah, keseimbangan, dan kelurusan. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ (“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.”) maksudnya, beliau tidak mengucapkan sesuatu yang bersumber dari hawa nafsu.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw itu tidak sesat dan tidak keliru karena beliau seorang yang tidak pernah menuruti hawa nafsunya termasuk dalam perkataannya. Orang yang mungkin keliru atau tersesat ialah orang yang menuruti hawa nafsunya. Sebagaimana firman Allah: Janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. (shad/38: 26).

Baca Juga:  Surah An-Najm Ayat 42-55; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Al-Qur’ân yang diucapkannya itu tidak keluar dari hawa nafsunya.

Surah An-Najm Ayat 4
إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ يُوحَىٰ

Terjemahan: “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Tafsir Jalalain: إِنۡ (Tiada lain) tidak lain هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ يُوحَىٰ (ucapannya itu hanyalah wahyu yang diwahyukan) kepadanya.

Tafsir Ibnu Katsir: إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ يُوحَىٰ (“Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan [kepadanya]”) artinya, beliau hanya mengatakan apa yang telah diperintahkan kepada beliau dan menyampaikannya kepada umat manusia secara sempurna tanpa melakukan penambahan dan pengurangan.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata: “Aku senantiasa menulis setiap apa yang aku dengar dari Rasulullah saw. dengan maksud memeliharanya, lalu dilarang oleh kaum Quraisy. Mereka berkata: ‘Sesungguhnya engkau menulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah saw. padahal ia hanya manusia biasa yang bisa [saja] berbicara dalam keadaan marah.’ Maka aku pun berhenti menulis, selanjutnya aku ceritakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. maka beliau bersabda: ‘Tulislah, demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar dari diriku melainkan kebenaran.’” (HR Abu Dawud).

Al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apa yang telah aku kabarkan kepada kalian bahwasannya ia berasal dari sisi Allah, maka itulah yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya.” Kemudian al-Hafizh mengemukakan: “Kami tidak meriwayatkan kecuali dengan sanad ini.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Aku tidak berkata kecuali kebenaran.” Sebagian shahabat beliau berkata: “Sesungguhnya engkau bergurau dengan kami ya Rasulullah.” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku tidak berkata kecuali kebenaran.”

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menguatkan ayat sebelumnya, yakni bahwa Muhammad saw hanyalah mengatakan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan kepada manusia secara sempurna, tidak ditambah-tambah dan tidak pula dikurangi menurut apa yang diwahyukan kepadanya.

‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘As menulis setiap apa yang ia dengar dari Rasulullah saw, karena ia mau menghafalkannya. Tapi orang-orang Quraisy melarangnya. Mereka mengatakan mengapa ia menulis setiap perkataan Muhammad saw, sedangkan Muhammad itu adalah manusia biasa yang berkata dalam keadaan marah. Maka berhentilah ‘Abdullah bin ‘Umar menulis. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw, dan memberitahukan perihalnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah saw:

“Tulislah demi Zat yang menguasai diriku, tidak ada yang keluar dari perkataanku kecuali kebenaran.” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud) Al-hafidz Abu Bakar al-Bazzar menyebutkan riwayat Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda: )

“Sesuatu yang aku kabarkan kepadamu bahwa ia dari Allah swt, maka tidak ada keraguan padanya.” (Riwayat Ibnu hibban dan alBazzar) Imam Ahmad dan al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah aku berkata kecuali yang benar.” (Riwayat Ahmad dan alBazzar).

Tafsir Quraish Shihab: Al-Qur’ân yang diucapkannya itu tidak lain hanyalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepadanya.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah An-Najm Ayat 1-4 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S