Pecihitam.org – Kandungan Surah An-Najm Ayat 5-18 ini, Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw (kawan mereka itu) diajari oleh Jibril. Jibril itu sangat kuat, baik ilmunya maupun amalnya. Allah swt menerangkan bahwa Jibril itu mempunyai kekuatan yang luar biasa.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah An-Najm Ayat 5-18
Surah An-Najm Ayat 5
عَلَّمَهُۥ شَدِيدُ ٱلۡقُوَىٰ
Terjemahan: yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.
Tafsir Jalalain: عَلَّمَهُۥ (Yang diajarkan kepadanya) oleh malaikat شَدِيدُ ٱلۡقُوَىٰ (yang sangat kuat).
Tafsir Ibnu Katsir: Allah Swt. berfirman seraya memberitahukan tentang hamba dan Rasul-Nya, Muhammad saw, bahwa beliau telah diberi pelajaran yang ia bawa kepada umat manusia oleh makhluk yang sangat kuat, yaitu Jibril a.s. sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:
“19. Sesungguhnya Al Qur’aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), 20. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan Tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, 21. yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (at-Takwiir: 19-21)
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw (kawan mereka itu) diajari oleh Jibril. Jibril itu sangat kuat, baik ilmunya maupun amalnya. Dalam firman Allah dijelaskan:
Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki ‘Arsy, yang di sana (di alam malaikat) ditaati dan dipercaya. (at-Takwir/81: 1921)
Kemudian Muhammad saw mempelajarinya dan mengamalkannya. Ayat ini merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa Muhamamd saw itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan dongeng-dongengan (legendalegenda) orang-orang dahulu. Dari sini jelas bahwa Muhammad saw itu bukan diajari oleh seorang manusia, tapi ia diajari oleh Malaikat Jibril yang sangat kuat. (.
Tafsir Quraish Shihab: Yang diajarkan oleh malaikat yang amat kuat.
Surah An-Najm Ayat 6
ذُو مِرَّةٍ فَٱسۡتَوَىٰ
Terjemahan: yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.
Tafsir Jalalain: ذُو مِرَّةٍ (Yang mempunyai kecerdasan) yang mempunyai kekuatan dan keperkasaan, atau yang mempunyai pandangan yang baik, yang dimaksud adalah malaikat Jibril a.s. فَٱسۡتَوَىٰ (maka menetaplah ia) maksudnya, menampakkan diri dengan rupa aslinya.
Tafsir Ibnu Katsir: Disini Allah berfirman: ذُو مِرَّةٍ (“Yang mempunyai akal yang cerdas”) yakni yang mempunyai kekuatan. Demikian yang dikatakan oleh Mujahid, al-Hasan, dan Ibnu Zaid. Dalam sebuah hadits shahih telah disebutkan, dari riwayat Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. telah bersabda: “Tidak diperbolehkan memberi sedekah kepada orang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan normal.”
Dan firman Allah Ta’ala: فَٱسۡتَوَىٰ (“Dan yang menampakkan diri dengan rupa yang asli.”) yakni Jibril a.s. Demikianlah yang dikemukakan oleh al-Hasan, Mujahid, Qatadah, ar-Rabi’ bin Anas.
Tafsir Kemenag: Allah swt menerangkan dalam ayat ini, bahwa Jibril itu mempunyai kekuatan yang luar biasa. Seperti dalam riwayat bahwa ia telah pernah membalikkan perkampungan Nabi Lut kemudian mereka diangkat ke langit lalu dijatuhkan ke bumi. Ia telah pernah menghembus kaum Samud hingga berterbangan. Dan apabila ia turun ke bumi hanya dibutuhkan waktu sekejap mata. Lagi pula ia dapat berubah bentuk menjadi seperti manusia.
Tafsir Quraish Shihab: Yang mempunyai pendapat dan akal yang cerdas. Malaikat itu menampakkan diri dalam bentuk aslinya dan berada di tempat yang tinggi di langit yang berhadapan dengan orang yang menengadah kepadanya.
Surah An-Najm Ayat 7
وَهُوَ بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡأَعۡلَىٰ
Terjemahan: sedang dia berada di ufuk yang tinggi.
Tafsir Jalalain: وَهُوَ بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡأَعۡلَىٰ (Sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi) berada pada tempat terbitnya matahari dalam bentuk aslinya ketika ia diciptakan. Nabi saw., melihatnya sewaktu berada di gua Hira; dan ternyata tubuh malaikat Jibril menutupi cakrawala tempat terbitnya matahari hingga sampai ke cakrawala bagian timur. Lalu Nabi saw. pingsan tidak sadarkan diri setelah melihat wujud asli malaikat Jibril itu.
Nabi saw. pernah meminta kepada malaikat Jibril supaya menampakkan wujud aslinya sebagaimana ketika ia diciptakan oleh Allah, lalu malaikat Jibril menjanjikan akan memenuhi hal tersebut di gua Hira. Setelah itu baru malaikat Jibril turun untuk menemuinya dalam bentuk Bani Adam.
Tafsir Ibnu Katsir: وَهُوَ بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡأَعۡلَىٰ (“Sedang dia berada di ufuk yang tinggi”) yakni Jibril bertempat di ufuk yang tinggi. Demikian yang dikatakan oleh ‘Ikrimah dan beberapa ulama lainnya. ‘Ikrimah mengemukakan: “Ufuk yang tinggi adalah (tempat) yang darinya shubuh datang.”
Penglihatan Rasulullah saw. terhadap Jibril itu tidak terjadi pada malam isra’, tetapi sebelumnya, ketika itu beliau tengah berada di muka bumi, lalu Jibril turun dan mendekati beliau sampai benar-benar dekat. Pada waktu itu Jibril dalam wujud yang telah diciptakan Allah, dimana ia mempunyai enamratus sayap. Setelah itu beliau melihatnya lagi di Sidratul Muntaha, yaitu pada malam isra’.
Penglihatan tersebut adalah pemandangan pertama pada awal-awal masa pengutusan setelah beliau didatangi Jibril a.s. pada kali pertama, dan kepadanya diwahyukan beberapa ayat permulaan surat Iqra’ (al-‘Alaq). Setelah itu wahyu pun terputus dalam beberapa masa, yang pada masa itu pula Rasulullah saw. berkali-kali ke puncak gunung hendak menjatuhkan diri.
Setiap kali beliau berniat seperti itu, Jibril a.s. pun memanggilnya dari udara: “Hai Muhammad, engkau benar-benar utusan Allah, dan aku adalah Jibril.” Maka jiwa beliau menjadi tenang dan pandangan mata beliau pun menjadi sejuk.
Kemudian setiap kali kejadian itu berlangsung lama, beliau mengulangi perbuatannya itu sehingga Jibril menampakkan diri kepada beliau yang ketika itu beliau berada di daerah Abthah dalam wujud aslinya yang telah diciptakan Allah. Ia mempunyai enam ratus sayap yang masing-masing sayap besarnya mampu menutupi ufuk. Lalu ia mendekati Nabi dan mewahyukan kepada beliau dari Allah tentang apa yang Dia perintahkan.
Pada saat itu Rasulullah mengetahui keagungan Malaikat yang telah datang kepadanya dengan membawa risalah, juga mengetahui kebesaran kekuasaannya serta ketinggian kedudukannya di sisi Penciptanya yang telah mengutusnya kepada beliau. Wallaahu a’lam.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah, bahwasannya ia pernah berkata: “Rasulullah saw. pernah melihat Jibril dalam wujud aslinya yang ia mempunyai enam ratus sayap, yang setiap sayapnya telah menutupi ufuk. Dari sayapnya itu berguguran batu permata, mutiara, dan batu mulia, yang Allah benar-benar mengetahuinya.”
Demikianlah hadits yang diriwayatkan sendiri oleh Ahmad. Dan Ibnu ‘Asakir juga meriwayatkan dalam terjemahan ‘Utbah bin Abi Lahab melalui jalan Muhammad dari Hanad bin al-Aswad, ia berkata: “Abu Lahab dan putra-putranya, ‘Utbah pernah bersiap-siap berangkat ke Syam, maka akupun bersiap-siap berangkat bersama keduanya. Lalu putranya, ‘Utbah berkata:
“Demi Allah, aku pasti akan pergi menemui Muhammad dan menyakitinya berkenaan dengan Rabbnya. Lalu dia berangkat hingga menemui Nabi saw. seraya berkata: ‘Hai Muhammad,’ ia kufur terhadap malaikat yang mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah ia dekat (kepada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi.
Maka Nabi saw. berucap: ‘Ya Allah, kuasakanlah atasnya seekor anjing dari anjing-anjing-Mu.’ Kemudian dia berpaling dan kembali lagi kepada ayahnya, lalu ayahnya bertanya: ‘Wahai anakku, apa yang telah engkau katakan kepadanya?’ lalu ia menceritakan apa yang terjadi. Maka ayahnya berkata:
‘Apa yang telah diucapkan dari lisannya?’ Anaknya berkata: ‘Ia mengucapkan: Ya Allah, kuasakanlah atasnya seekor anjing dari anjing-anjing-Mu.’ Maka sang ayah berkata: ‘Wahai putraku, demi Allah, aku tidak dapat menahan doanya atas dirimu.’ Kemudian kami terus berjalan sampai kami singgah di suatu tempat, lalu kami singgah di tempat ibadah seorang rahib. Maka rahib itu berkata:
‘Wahai bangsa Arab sekalian, dimanapun tempat kalian singgah, maka akan berkeliaran di dalamnya singa, sebagaimana berkeliarannya kambing.’ Lalu Abu Lahab berkata kepada kami: ‘Sesungguhnya kalian telah mengetahui usiaku yang sudah lanjut, dan sesungguhnya orang ini (Muhammad) telah mendoakan keburukan kepada putraku. Demi Allah aku tidak dapat mencegah doanya atas putraku ini.
Oleh karena itu kumpulkanlah bekal makanan kalian ke tempat ini dan hamparkan hamparan untuk putraku di atasnya. Kemudian hamparkanlah hamparan di sekitar makanan tersebut.’ Maka kamipun melakukannya. Tiba-tiba ada seekor singa, lalu mencium wajah-wajah kami.
Ketika singa itu tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, iapun menyingkir dan melompat dengan sekali lompat, tiba-tiba ia sudah berada di atas makanan dan kemudian mencium wajahnya (putra Abu Lahab) dan kemudian menerkamnya dengan sekali terkaman sehingga kepalanya pun tercabik-cabik. Kemudian Abu Lahab berkata: ‘Aku sudah tahu bahwa ia tidak akan lepas dari doa Muhammad.’”
Tafsir Kemenag: Setelah itu Muhammad saw melihat Jibril di tempat yang tinggi. Kemudian Jibril memenuhi angkasa itu, lalu mendekati Muhammad saw dan Jibril semakin mendekat lagi kepada Muhammad saw hingga jaraknya hampir, kira-kira dua ujung busur panah lagi atau lebih dekat lagi.
Tafsir Quraish Shihab: Yang mempunyai pendapat dan akal yang cerdas. Malaikat itu menampakkan diri dalam bentuk aslinya dan berada di tempat yang tinggi di langit yang berhadapan dengan orang yang menengadah kepadanya.
Surah An-Najm Ayat 8
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ
Terjemahan: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi.
Tafsir Jalalain: ثُمَّ دَنَا (Kemudian dia mendekat) kepadanya فَتَدَلَّىٰ (lalu bertambah dekat) semakin dekat dengannya.
Tafsir Ibnu Katsir: ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ (Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi.)
Tafsir Kemenag: Setelah itu Muhammad saw melihat Jibril di tempat yang tinggi. Kemudian Jibril memenuhi angkasa itu, lalu mendekati Muhammad saw dan Jibril semakin mendekat lagi kepada Muhammad saw hingga jaraknya hampir, kira-kira dua ujung busur panah lagi atau lebih dekat lagi.
Tafsir Quraish Shihab: Kemudian Jibril mendekat lalu mendekat lagi hingga jaraknya mencapai jarak dua busur bahkan lebih.
Surah An-Najm Ayat 9
فَكَانَ قَابَ قَوۡسَيۡنِ أَوۡ أَدۡنَىٰ
Terjemahan: maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).
Tafsir Jalalain: فَكَانَ (Maka jadilah dia) padanya قَابَ (mendekat) dalam jarak قَوۡسَيۡنِ أَوۡ أَدۡنَىٰ (dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi) dari tempatnya yang semula sehingga nabi menjadi sadar kembali dan hilanglah rasa takutnya.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: فَكَانَ قَابَ قَوۡسَيۡنِ أَوۡ أَدۡنَىٰ (“Maka jadilah ia dekat [kepada Muhammad sejarak] dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi.”) maksudnya Jibril mendekati Muhammad saw. sejarak dua busur panah, yakni seukuran dengan keduanya jika dipanjangkan. Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid dan Qatadah. Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah jarak antara tali busur sampai pada badan busur.
Firman-Nya: أَوۡ أَدۡنَىٰ (“atau lebih dekat”) telah dijelaskan sebelumnya bahwa shighah (bentuk kalimat) ini digunakan dalam bahasa untuk menetapkan objek yang diberitakan serta menafikan yang lebih dari itu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلۡحِجَارَةِ أَوۡ أَشَدُّ قَسۡوَةً (“Kemudian setelah itu, hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (al-Baqarah: 74). Maksudnya, tidaklah hati itu lebih lunak dari batu, bahkan ia seperti batu atau lebih keras lagi. Yang demikian itu merupakan realisasi objek berita, tidak ada keraguan dan kebimbangan. Sesungguhnya hal ini dilarang di sini. Demikian juga dengan ayat ini, فَكَانَ قَابَ قَوۡسَيۡنِ أَوۡ أَدۡنَىٰ (“Maka jadilah ia dekat [kepada Muhammad sejarak] dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi.”)
Apa yang kami katakan ini bahwa yang telah mendekat sehingga jarak antara dirinya dengan Muhammad saw. hanya dua anak panah atau lebih dekat lagi adalah Jibril a.s. Dan itu pula yang menjadi pendapat Ummul Mukminin ‘Aisyah, Ibnu Mas’ud, Abu Dzarr, dan Abu Hurairah.
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ia pernah berkata: “Muhammad pernah melihat Rabbnya dengan mata hatinya sebanyak dua kali.” Kemudian Ibnu ‘Abbas memasukkan ayat ini sebagai salah satu dari dua penglihatan ini.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari asy-Syaibani, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Zara tentang firman Allah Ta’ala: فَكَانَ قَابَ قَوۡسَيۡنِ أَوۡ أَدۡنَىٰ فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ (“Maka jadilah ia dekat [kepada Muhammad sejarak] dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Lalu ia menyampaikan kepada hamba-Nya [Muhammad] apa yang telah Allah wahyukan”) ia berkata: ‘Abdullah memberitahu kami bahwa Muhammad saw. pernah melihat Jibril a.s. yang mempunyai enam ratus sayap.’”
Tafsir Kemenag: Setelah itu Muhammad saw melihat Jibril di tempat yang tinggi. Kemudian Jibril memenuhi angkasa itu, lalu mendekati Muhammad saw dan Jibril semakin mendekat lagi kepada Muhammad saw hingga jaraknya hampir, kira-kira dua ujung busur panah lagi atau lebih dekat lagi.
Tafsir Quraish Shihab: Kemudian Jibril mendekat lalu mendekat lagi hingga jaraknya mencapai jarak dua busur bahkan lebih.
Surah An-Najm Ayat 10
فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ
Terjemahan: Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.
Tafsir Jalalain: فَأَوۡحَىٰٓ (Lalu Dia menyampaikan) yakni Allah swt. إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ (kepada hamba-Nya) yaitu malaikat Jibril مَآ أَوۡحَىٰ (apa yang telah diwahyukan)-Nya kepada malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi saw. Di sini yang mewahyukan tidak disebutkan karena mengagungkan kedudukan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir: Berdasarkan apa yang telah kami sebutkan, maka firman Allah: فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ (“Lalu ia menyampaikan kepada hamba-Nya [Muhammad] apa yang telah Allah wahyukan.”) maknanya, Jibril mewahyukan kepada hamba Allah –Muhammad saw.- apa yang seharusnya ia sampaikan, maka Allah memberikan wahyu kepada hamba-Nya –Muhammad saw.- melalui Jibril a.s. Kedua makna tersebut shahih.
Telah disebutkan dari Sa’id bin Jubair mengenai firman Allah Ta’ala: فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ (“Lalu ia menyampaikan kepada hamba-Nya [Muhammad] apa yang telah Allah wahyukan.”) ia berkata: “Maka Allah swt. Mewahyukan kepadanya: أَلَمۡ يَجِدۡكَ يَتِيمًا فَـَٔاوَىٰ (“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?”) (adl-Dluhaa: 6) وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ (“dan Kami tinggikan bagimu sebutan [nama]mu”) (Asy-Syarh: 4)”
Selainnya berkata: “Allah mewahyukan kepada beliau bahwa surga itu diharamkan bagi para Nabi sehingga engkau memasukinya dan juga bagi semua umat sehingga umatmu memasukinya.”
Tafsir Kemenag: Selanjutnya diterangkan bahwa setelah Nabi Muhammad saw sudah berdekatan benar dengan Jibril, Jibril menyampaikan wahyu Allah mengenai persoalan-persoalan agama.
Tafsir Quraish Shihab: Lalu Jibril menyampaikan wahyu kepada hamba Allah dan rasul-Nya apa yang Allah telah wahyukan. Wahyu itu merupakan perkara besar yang pengaruhnya amat luas.
Surah An-Najm Ayat 11
مَا كَذَبَ ٱلۡفُؤَادُ مَا رَأَىٰٓ
Terjemahan: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
Tafsir Jalalain: مَا كَذَبَ (Tiada mendustakan) dapat dibaca Kadzaba atau Kadzdzaba, artinya tiada mengingkari ٱلۡفُؤَادُ (hati) atau kalbu Nabi saw. مَا رَأَىٰٓ (apa yang telah dilihatnya) dengan mata kepalanya sendiri tentang rupa malaikat Jibril.
Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya: مَا كَذَبَ ٱلۡفُؤَادُ مَا رَأَىٰٓ (“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka, apakah kamu [kaum musyrikin Mekah] hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya?”)
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: مَا كَذَبَ ٱلۡفُؤَادُ مَا رَأَىٰٓ (“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”) وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ (“dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril [dalam rupanya yang asli] pada waktu yang lain.”) ia mengatakan: “Beliau melihatnya dengan mata hatinya dua kali.”
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia menceritakan: “Muhammad pernah melihat Rabb-nya.” Aku bertanya: “Bukankah Allah telah berfirman: لَّا تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَهُوَ يُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَٰرَ (“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu.” (al-An’am: 103). Ia mengatakan:
“Celaka engkau. Yang demikian itu jika Dia menampakkan diri dengan cahaya-Nya yang merupakan cahaya-Nya. Dan beliau melihat Rabb-nya sebanyak dua kali.” Lebih lanjut at-Tirmidzi mengatakan: “Hadits tersebut hasan gharib.”
Imam an-Nasa-i meriwayatkan, Ishaq bin Ibrahim memberi tahu kami dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Apakah kalian heran dengan gelar al-khullah (kekasih) yang diberikan kepada Ibrahim dan al-kalam (pembicara langsung) yang diberikan kepada Musa dan ar-ru’yah (penglihatan kepada-Nya) yang diberikan kepada Muhammad saw.”
Dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Dzarr, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: ‘Apakah engkau pernah melihat Rabb-mu?’ Beliau menjawab: ‘(Dalam bentuk) cahaya, sesungguhnya aku telah melihat-Nya.’” Dalam riwayat lain disebutkan:
“Aku pernah melihat cahaya.” Sedang hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Rasulullah bersabda: ‘Aku melihat Rabb’” hadits tersebut sanadnya atas syarat shahih, tetapi ia merupakan ringkasan dari hadits al-manam, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa kebanyakan manusia menyangka bahwa ia telah menggambarkan apa yang dilihatnya, padahal hatinya belum yakin terhadap apa yang telah ia lihat, tidak demikian penglihatan dan keyakinan Muhammad saw terhadap Jibril meskipun kedatangannya kepada Muhammad saw kerap kali berbeda bentuknya, karena Muhammad saw telah mengetahui bentuk yang aslinya.
Karena Allah swt menguatkan keterangan bahwa kedatangan Jibril menyamar dalam bentuk seorang sahabat yang bernama Dihyah al-Kalbi tidaklah menghilangkan ciri-cirinya karena Muhammad saw pernah melihat bentuknya yang asli sebelum itu, yaitu di Gua Hira ketika menerima wahyu pertama, walaupun kemudian Jibril menampakkan diri lagi dengan rupa yang lain.
Tafsir Quraish Shihab: Hati Muhammad tidak mengingkari apa yang dilihat oleh matanya.
Surah An-Najm Ayat 12
أَفَتُمَٰرُونَهُۥ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ
Terjemahan: Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?
Tafsir Jalalain: أَفَتُمَٰرُونَهُۥ (Maka apakah kalian hendak membantahnya) apakah kalian hendak mendebatnya dan mengalahkannya عَلَىٰ مَا يَرَىٰ (tentang apa yang telah dilihatnya?) khithab di sini ditujukan kepada orang-orang musyrik yang tidak mempercayai bahwa Nabi saw. melihat malaikat Jibril.
Tafsir Ibnu Katsir: أَفَتُمَٰرُونَهُۥ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ (Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?)
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah bertanya apakah orang-orang Quraisy akan mendustakan dan membantah Muhammad saw mengenai bentuk Jibril yang telah pernah dilihat Muhammad saw dengan mata kepalanya sendiri. (.
Tafsir Quraish Shihab: Apakah kalian mengingkari Rasulullah sehingga membantah apa yang telah dilihatnya dengan matanya sendiri?
Surah An-Najm Ayat 13
وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ
Terjemahan: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
Tafsir Jalalain: وَلَقَدۡ رَءَاهُ (Dan sesungguhnya dia telah melihat Jibril itu) dalam rupa yang asli نَزۡلَةً (pada waktu) pada kesempatan أُخۡرَىٰ (yang lain).
Tafsir Ibnu Katsir: وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ (Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,) dan itulah kali yang kedua, dimana Rasulullah saw. melihat Jibril dalam bentuknya yang asli seperti yang diciptakan Allah Ta’ala, dan itu terjadi pada malam Isra’. Dan kami telah menyebutkan beberap hadits berkenaan dengan masalah Isra’ ini dengan jalan dan lafazhnya masing-masing di awal surat al-Israa’ sehingga tidak perlu lagi diulangi disini.
Tafsir Kemenag: Selanjutnya dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Muhammad saw sudah pernah melihat Jibril (untuk kedua kalinya) dalam rupanya yang asli pada waktu melakukan mi’raj ke Sidratul Muntaha yaitu suatu tempat yang merupakan batas alam yang dapat diketahui oleh para malaikat. Ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah seperti dalam firman Allah:
Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu). (an-Najm/53: 42)
Setiap Mukmin wajib mempercayai bahwa Sidratul Muntaha itu sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah dalam ayat-Nya. Tetapi ia tidak boleh menerangkan tempatnya dan sifat-sifatnya, dengan keterangan yang melebihi daripada apa yang telah diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, kecuali bila keterangan itu kita dapat dari hadis Nabi Muhammad saw yang menerangkan kepada kita dengan jelas dan pasti, karena hal itu termasuk dalam hal yang gaib yang belum diizinkan kita untuk mengetahuinya. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, atTirmidhi, dan lain-lainnya bahwa Sidratul Muntaha itu ada di langit yang ketujuh.
Tafsir Quraish Shihab: Muhammad telah melihat Jibril dalam bentuknya yang asli sekali lagi di suatu tempat yang tidak diketahui oleh selain Allah, yaitu sidratulmuntaha (sidrat al-muntahâ). Jibril mengabarkan Muhammad bahwa Allah mempunyai surga tempat tinggal yang penuh dengan karunia yang tak tergambarkan. Pandangan Muhammad tidak berpaling dari apa yang dilihat itu dan tidak melampaui batas perintah untuk melihat.
Surah An-Najm Ayat 14
عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ
Terjemahan: (yaitu) di Sidratil Muntaha.
Tafsir Jalalain: عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ (Yaitu di Sidratul Muntaha) sewaktu nabi dibawanya Isra ke langit. Sidratul Muntaha adalah nama sebuah pohon Nabaq yang terletak di sebelah kanan Arasy; tiada seorang malaikat pun dan tidak pula yang lainnya dapat melewati tempat itu.
Tafsir Ibnu Katsir: عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ ((yaitu) di Sidratil Muntaha.) Dan telah dikemukakan juga bahwa Ibnu ‘Abbas menegaskan ru-yah pada Isra’ dan memperkuatnya dengan ayat ini, lalu diikuti oleh sekelompok ulama Salaf dan Khalaf, namun ditentang juga oleh beberapa kelompok Shahabat, Tabi’in dan lain-lain.
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Masruq, ia berkata: “Aku pernah berada di sisi ‘Aisyah, lalu kutanyakan: ‘Bukankah Allah telah berfirman: (“Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.”) وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ (“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu [dalam rupa yang asli] pada waktu yang lain”) ?” maka ‘Aisyah menjawab: ‘Aku adalah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal itu kepada RAsulullah saw. Beliau menjawab: “Sesungguhnya ia adalah Jibril”.
Dan Rasulullah tidak pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya kecuali hanya dua kali saja. Beliau melihatnya turun dari langit ke bumi. Bentuk ciptaannya yang besar telah menutupi ruang antara langit dan bumi. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih keduanya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Syuqaq, ia berkata: “Aku pernah berkata kepada Abu Dzarr: ‘Seandainya aku melihat Rasulullah, niscaya aku akan bertanya kepadanya.’ Ia bertanya: ‘Apa yang ingin engkau tanyakan kepada beliau?’ aku menjawab: ‘Aku akan menanyakan kepada beliau: Apakah beliau pernah melihat Rabb-nya.’ Lalu ia [Abu Dzarr] berkata:
‘Sesungguhnya aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, dan beliau menjawab: ‘Aku sudah pernah melihat-Nya, (dalam wujud) cahaya, maka sungguh aku melihat-Nya.”
Demikianlah yang ada dalam riwayat Imam Ahmad. Dan Imam Muslim telah meriwayatkannya dari melalui dua jalan dan dua lafazh. Ia meriwayatkan dari Abu Dzarr, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: ‘Apakah engkau pernah melihat Rabb-mu?’ Beliau menjawab: ‘(Dalam wujud) cahaya, sesungguhnya aku telah melihat-Nya.’”
Dan diriwayatkan pula dari ‘Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: “Aku pernah katakan kepada Abu Dzarr: ‘Seandainya aku sempat melihat Rasulullah saw. Niscaya aku akan bertanya kepada beliau.’ Maka Abu Dzarr bertanya: ‘Tentang masalah apa yang akan engkau tanyakan?’ ia menjawab: ‘Aku akan menanyakan: Apakah engkau telah melihat Rabb-mu?’
Maka Abu Dzarr berkata: ‘Aku telah tanyakan hal itu pada beliau, maka beliau menjawab: aku telah melihat cahaya.’” Dalam meng’ilahnya, al-Khallal telah menyebutkan bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadits ini, maka ia menjawab: “Aku telah mengingkarinya dan aku tidak mengetahui sisinya.”
Tafsir Kemenag: Selanjutnya dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Muhammad saw sudah pernah melihat Jibril (untuk kedua kalinya) dalam rupanya yang asli pada waktu melakukan mi’raj ke Sidratul Muntaha yaitu suatu tempat yang merupakan batas alam yang dapat diketahui oleh para malaikat. Ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah seperti dalam firman Allah:
Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu). (an-Najm/53: 42)
Setiap Mukmin wajib mempercayai bahwa Sidratul Muntaha itu sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah dalam ayat-Nya. Tetapi ia tidak boleh menerangkan tempatnya dan sifat-sifatnya, dengan keterangan yang melebihi daripada apa yang telah diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, kecuali bila keterangan itu kita dapat dari hadis Nabi Muhammad saw yang menerangkan kepada kita dengan jelas dan pasti, karena hal itu termasuk dalam hal yang gaib yang belum diizinkan kita untuk mengetahuinya. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, atTirmidhi, dan lain-lainnya bahwa Sidratul Muntaha itu ada di langit yang ketujuh.
Tafsir Quraish Shihab: Muhammad telah melihat Jibril dalam bentuknya yang asli sekali lagi di suatu tempat yang tidak diketahui oleh selain Allah, yaitu sidratulmuntaha (sidrat al-muntahâ). Jibril mengabarkan Muhammad bahwa Allah mempunyai surga tempat tinggal yang penuh dengan karunia yang tak tergambarkan. Pandangan Muhammad tidak berpaling dari apa yang dilihat itu dan tidak melampaui batas perintah untuk melihat.
Surah An-Najm Ayat 15
عِندَهَا جَنَّةُ ٱلۡمَأۡوَىٰٓ
Terjemahan: Di dekatnya ada surga tempat tinggal,
Tafsir Jalalain: عِندَهَا جَنَّةُ ٱلۡمَأۡوَىٰٓ (Di dekatnya ada surga tempat tinggal) tempat tinggal para malaikat dan arwah-arwah para syuhada dan orang-orang yang bertakwa.
Tafsir Ibnu Katsir: عِندَهَا جَنَّةُ ٱلۡمَأۡوَىٰٓ (Di dekatnya ada surga tempat tinggal,)
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa di tempat itulah (di dekat Sidratul Muntaha) letak surga. Ia merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang takwa dan orang-orang yang mati syahid.
Tafsir Quraish Shihab: Muhammad telah melihat Jibril dalam bentuknya yang asli sekali lagi di suatu tempat yang tidak diketahui oleh selain Allah, yaitu sidratulmuntaha (sidrat al-muntahâ). Jibril mengabarkan Muhammad bahwa Allah mempunyai surga tempat tinggal yang penuh dengan karunia yang tak tergambarkan. Pandangan Muhammad tidak berpaling dari apa yang dilihat itu dan tidak melampaui batas perintah untuk melihat.
Surah An-Najm Ayat 16
إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ
Terjemahan: (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Tafsir Jalalain: إِذۡ (Ketika) sewaktu يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya) yaitu oleh burung-burung dan lain-lainnya. Lafal Idz menjadi Ma’mul dari lafal Ra-aahu.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (“[Muhammad melihat Jibril] ketika sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.”) telah diuraikan di dalam hadits-hadits tentang Isra’, bahwa Sidratil Muntaha itu diliputi oleh para malaikat seperti burung-burung gagak, dan diliputi pula oleh cahaya Rabb serta aneka warna yang aku sendiri tidak tahu apakah itu.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Ketika Rasulullah saw. diisra’kan hingga sampai ke Sidratul Muntaha –yaitu langit ketujuh-, di sanalah batas akhir sesuatu yang yang turun dari tempat yang ada di atas Sidratul Muntaha, kemudian diambillah sesuatu itu dari sana.”
إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (“ketika sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya”) Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa ia berupa permadani dari emas. Lebih lanjut ia berkata: “Telah diberikan kepada Rasulullah saw. tiga hal: shalat lima waktu, beberapa ayat terakhir surat al-Baqarah, dan ampunan bagi seseorang di antara umatnya yang tidak mempersekutukan Allah dengan selain-Nya atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan tanpa berfikir terlebih dahulu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim sendiri.
Tafsir Kemenag: Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwasannya Muhammad saw melihat Jibril di Sidratul Muntaha itu ketika Sidratul Muntaha tertutup oleh suasana yang menandakan kebesaran Allah berupa sinar-sinar yang indah dan malaikat-malaikat.
Al-Qur’an tidak menerangkan dengan jelas. Bagi kita cukuplah penjelasan yang sedemikian, tidak menambah atau menguranginya bila tidak ada dalil yang jelas yang menerangkannya. Seandainya ada manfaatnya untuk dijelaskan niscaya hal itu dijelaskan oleh Allah swt.
Tafsir Quraish Shihab: Muhammad telah melihat Jibril dalam bentuknya yang asli sekali lagi di suatu tempat yang tidak diketahui oleh selain Allah, yaitu sidratulmuntaha (sidrat al-muntahâ). Jibril mengabarkan Muhammad bahwa Allah mempunyai surga tempat tinggal yang penuh dengan karunia yang tak tergambarkan. Pandangan Muhammad tidak berpaling dari apa yang dilihat itu dan tidak melampaui batas perintah untuk melihat.
Surah An-Najm Ayat 17
مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ
Terjemahan: Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Tafsir Jalalain: مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ (Penglihatannya tidak berpaling) penglihatan Nabi saw. tidak berpaling وَمَا طَغَىٰ (dan tidak melampauinya) maksudnya, tidak berpaling dari apa yang dilihatnya dan tidak pula melampaui apa yang dilihatnya pada malam ketika ia diisrakkan.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ (“Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya.”) Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Pandangan beliau tidak melihat ke kanan dan ke kiri.” وَمَا طَغَىٰ (“Dan tidak pula melampauinya”) maksudnya ia tidak melampaui batas yang telah diperintahkan kepada beliau.
Ini merupakan sifat agung dari ketepatan hati dan ketaatan kepadanya dan tidak pula meminta lebih dari apa yang telah Allah perintahkan kepadanya dan tidak pula meminta lebih dari apa yang telah Allah perintahkan. Sungguh indah ungkapan salah seorang penyair: “Ia melihat Surga Ma-wa dan segala yang ada di atasnya. Seandainya orang lain yang melihat apa yang pernah dilihatnya, niscaya dia tinggi hati.”
Tafsir Kemenag: Kemudian dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa tatkala Rasulullah saw melihat Jibril di sana, ia tidak berpaling dari memandang semua keajaiban Sidratul Muntaha sesuai dengan apa yang telah diizinkan Allah kepadanya untuk dilihat. Dan ia tidak pula melampaui batas kecuali apa yang telah diizinkan kepadanya.
Tafsir Quraish Shihab: Muhammad telah melihat Jibril dalam bentuknya yang asli sekali lagi di suatu tempat yang tidak diketahui oleh selain Allah, yaitu sidratulmuntaha (sidrat al-muntahâ). Jibril mengabarkan Muhammad bahwa Allah mempunyai surga tempat tinggal yang penuh dengan karunia yang tak tergambarkan. Pandangan Muhammad tidak berpaling dari apa yang dilihat itu dan tidak melampaui batas perintah untuk melihat.
Surah An-Najm Ayat 18
لَقَدۡ رَأَىٰ مِنۡ ءَايَٰتِ رَبِّهِ ٱلۡكُبۡرَىٰٓ
Terjemahan: Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Tafsir Jalalain: لَقَدۡ رَأَىٰ (Sesungguhnya dia telah melihat) pada malam itu مِنۡ ءَايَٰتِ رَبِّهِ ٱلۡكُبۡرَىٰٓ (sebagian tanda-tanda kekuasaan Rabbnya yang paling besar) yang paling agung, dimaksud adalah sebagian dari tanda-tanda itu, maka dia melihat sebagian dari keajaiban-keajaiban alam malakut, dan Rafraf berwarna hijau menutupi cakrawala langit, dan malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: لَقَدۡ رَأَىٰ مِنۡ ءَايَٰتِ رَبِّهِ ٱلۡكُبۡرَىٰٓ (“Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Rabbnya yang paling besar.”) sebagaimana firman-Nya: لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآ (“Untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari ayat-ayat kami.”) (al-Israa’: 1) yakni tanda-tanda yang menunjukkan pada kekuasaan dan keagungan Kami.
Kedua ayat tersebut dijadikan dalil oleh Ahlus Sunnah yang berpendapat bahwa “ru’yah” (melihatnya Nabi kepada Rabb) pada malam itu tidaklah terjadi. Karena Allah telah berfirman: لَقَدۡ رَأَىٰ مِنۡ ءَايَٰتِ رَبِّهِ ٱلۡكُبۡرَىٰٓ (“Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Rabbnya yang paling besar.”) Seandainya Nabi melihat Rabb-nya, niscaya hal itu akan diberitahukan kepada umat manusia, dan pastilah hal itu akan diperbincangkan banyak orang. Penegasan mengenai hal itu telah diuraikan dalam surat al-Israa’.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa dengan melihat Sidratul Muntaha, berarti Muhammad saw telah melihat sebagian tandatanda kebesaran Allah yang merupakan keajaiban dari kekuasaanNya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain bahwa saat itu Muhammad saw melihat suatu lambaian hijau dari surga yang memenuhi ufuk (arah pandangan).
Maka hendaklah kita tidak membatasi apa yang telah dilihat oleh Muhammad saw dengan mata kepalanya, setelah diterangkan secara samar-samar dalam Al-Qur’an tentang hal itu. Yang jelas ialah bahwa Nabi telah melihat tanda-tanda kebesaran Allah swt yang tidak terbatas.
Tafsir Quraish Shihab: Ia benar-benar telah melihat banyak sekali ayat-ayat Allah dan keajaiban-keajaiban yang begitu besar.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah An-Najm Ayat 5-18 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020