Surah An-Naml Ayat 27-31; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah An-Naml Ayat 27-31

Pecihitam.org – Kandungan Surah An-Naml Ayat 27-31 ini, menerangkan isi surat Nabi Sulaiman, yaitu agar Ratu Saba’ dan kaumnya tidak bersikap sombong dan angkuh. Nabi Sulaiman mengharap agar mereka datang kepadanya dalam keadaan tunduk dan menyerah diri kepada Allah yang Asma-Nya telah dijadikan pembuka kata dalam suratnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jangan mereka sekali-kali menentang agama Allah itu. Dari surat Sulaiman itu dipahami bahwa hanya itulah yang diminta oleh Sulaiman, yaitu agar mereka segera beriman kepada Allah, dan ia tidak menuntut sesuatu yang lain.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah An-Naml Ayat 27-31

Surah An-Naml Ayat 27
قَالَ سَنَنظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ

Terjemahan: Berkata Sulaiman: “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.

Tafsir Jalalain: قَالَ (Berkatalah) Nabi Sulaiman kepada burung Hud-hud سَنَنظُرُ أَصَدَقْتَ (“Akan kami lihat, apakah kamu benar) di dalam berita yang kamu sampaikan kepada kami ini أَمْ كُنتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (ataukah kamu termasuk yang berdusta”) yakni kamu termasuk satu di antara mereka. Ungkapan ini jauh lebih sopan daripada seandainya dikatakan, “Ataukah kamu berdusta dalam hal ini”.

Kemudian burung Hud-hud menunjukkan sumber air itu kepada mereka lalu dikeluarkan airnya; mereka meminumnya sehingga menjadi segar kembali, mereka berwudu, lalu melakukan salat. Sesudah itu Nabi Sulaiman menulis surah kepada ratu Balqis yang bunyinya seperti berikut, “Dari hamba Allah, Sulaiman ibnu Daud kepada ratu Balqis, ratu negeri Saba.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba’du, Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”. Setelah itu Nabi Sulaiman menuliskannya dengan minyak kesturi lalu dicapnya dengan cincinnya. Maka berkatalah ia kepada burung Hud-hud,.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman mengabarkan tentang pendapat Sulaiman kepada Hud-Hud di saat ia telah menyampaikan kabar tentang Saba’ dan kerajaannya:

قَالَ سَنَنظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (“Berkata Sulaiman: ‘Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.”) yakni apakah engkau jujur dalam berita yang engkau sampaikan ini. أَمْ كُنتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (“ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.”) dalam pembicaraanmu untuk sekedar melepaskan diri dari ancaman yang aku berikan.

Tafsir Kemenag: Mendengar keterangan burung hud-hud yang jelas dan meyakinkan itu, maka Nabi Sulaiman menangguhkan hukuman yang telah diancamkan kepada burung itu. Nabi Sulaiman kemudian berkata, “Hai burung hud-hud, kami telah mendengar semua keteranganmu dan memperhatikannya. Namun demikian, kami tetap akan menguji kamu, apakah keterangan yang kamu berikan itu benar atau dusta?”.

Tafsir Quraish Shihab: Sulayman berkata kepada Hudhud, “Aku akan memeriksa kebenaran berita ini, apakah kamu benar atau bohong.”

Surah An-Naml Ayat 28
اذْهَب بِّكِتَابِي هَذَا فَأَلْقِهْ إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَانظُرْ مَاذَا يَرْجِعُونَ

Terjemahan: Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan”

Tafsir Jalalain: اذْهَب بِّكِتَابِي هَذَا فَأَلْقِهْ إِلَيْهِمْ (“Pergilah membawa surahku ini, lalu jatuhkan kepada mereka) kepada ratu Balqis dan kaumnya ثُمَّ تَوَلَّ (kemudian berpalinglah) pergilah عَنْهُمْ (dari mereka) dengan tidak terlalu jauh dari mereka فَانظُرْ مَاذَا يَرْجِعُونَ (lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.”) yakni, jawaban atau reaksi apakah yang bakal mereka lakukan.

Kemudian burung Hud-hud membawa surah itu lalu mendatangi ratu Balqis yang pada waktu itu berada di tengah-tengah bala tentaranya. Kemudian burung Hud-hud menjatuhkan surah Nabi Sulaiman itu ke pangkuannya. Ketika ratu Balqis membaca surah tersebut, tubuhnya gemetar dan lemas karena takut, kemudian ia memikirkan isi surah tersebut.

Tafsir Ibnu Katsir: اذْهَب بِّكِتَابِي هَذَا فَأَلْقِهْ إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَانظُرْ مَاذَا يَرْجِعُونَ (“Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan”) untuk itu Nabi Sulaiman menulis sepucuk surat kepada Balqis dan Rakyatnya.

Baca Juga:  Surah An-Naml Ayat 48-53; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Surat itu diberikan kepada Hud-Hud untuk dibawanya. Menurut satu pendapat, ia membawa surat itu pada sayapnya sebagaimana kebiasaan burung. Pendapat lain mengatakan, di paruhnya. Lalu ia pergi ke istana Bilqis ke sebuah tempat yang digunakannya untuk menyendiri. Maka ia segera menjatuhkannya melalui sebuah celah yang ada di hadapannya.

Kemudian ratu berpaling ke arah sisi dengan penuh adab dan wibawa dan ia tampak heran dengan apa yang dilihatnya. Lalu ia mengambil surat itu, kemudian membuka stempel dan membacanya. Di dalamnya tertulis:

Tafsir Kemenag: Untuk menguji kebenaran burung hud-hud itu, Nabi Sulaiman memerintahkannya untuk menyampaikan surat kepada Ratu Balqis. Ia juga diperintahkan untuk memperhatikan bagaimana reaksi dan sikap Ratu Balqis membaca surat yang dibawanya.

Hud-hud pun membawa surat Nabi Sulaiman itu. Setelah ia melemparkan surat itu kepada Ratu Balqis, lalu ia bersembunyi dan memperhatikan sikap Ratu Balqis terhadap isi surat itu, sesuai dengan yang diperintahkan Sulaiman.

Tafsir Quraish Shihab: Bawalah surat ini dan sampaikan kepada Balqis dan rakyatnya. Sesudah itu tinggalkan dan awasi mereka dari dekat, agar kamu tahu apa yang akan mereka perbincangkan.

Surah An-Naml Ayat 29
قَالَتْ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ إِنِّي أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ

Terjemahan: Berkata ia (Balqis): “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia.

Tafsir Jalalain: Selanjutnya قَالَتْ (Ia berkata) yakni ratu Balqis kepada pemuka pemuka kaumnya, يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ إِنِّ (“Hai pembesar-pembesar! Sesungguhnya aku) dapat dibaca Al Mala-u Inni dan Al Mala-u winni, yakni bacaan secara Tahqiq dan Tas-hil أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ (telah dijatuhkan kepadaku sebuah surah yang mulia) yakni surah yang berstempel.

Tafsir Ibnu Katsir: Selanjutnya قَالَتْ (Ia berkata) yakni ratu Balqis kepada pemuka pemuka kaumnya, يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ إِنِّ (“Hai pembesar-pembesar! Sesungguhnya aku) dapat dibaca Al Mala-u Inni dan Al Mala-u winni, yakni bacaan secara Tahqiq dan Tas-hil أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ (telah dijatuhkan kepadaku sebuah surah yang mulia) yakni surah yang berstempel.

Tafsir Kemenag: Setelah Ratu Balqis membaca surat Nabi Sulaiman yang disampaikan burung hud-hud itu, ia pun mengumpulkan pemuka-pemuka kaumnya dan mengadakan persidangan. Dalam persidangan itu, Ratu Balqis menyampaikan isi surat tersebut dan meminta pertimbangan kepada yang hadir, “Wahai pemimpin kaumku, aku telah menerima surat yang mulia dan berarti dikirimkan oleh seseorang yang mulia pula.”

Dalam Ayat ini diterangkan bahwa Ratu Balqis merundingkan dan memusyawarahkan isi surat Sulaiman dengan pemuka-pemuka kaumnya. Sekalipun yang melakukan permusyawaratan itu adalah Ratu Balqis dan pemuka-pemuka kaumnya yang belum beriman, tetapi tindakan Ratu Balqis itu disebut Allah dalam firman-Nya.

Hal ini menunjukkan bahwa prinsip musyawarah itu adalah prinsip yang diajarkan Allah kepada manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mereka alami dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, siapa pun yang melakukannya, maka tindakan itu adalah tindakan yang dipuji Allah.

Dalam Ayat ini disebutkan bahwa surat Sulaiman yang dikirimkan kepada Ratu Balqis itu disebut kitabun karim (surat yang mulia). Hal ini menunjukkan bahwa surat Nabi Sulaiman itu adalah surat yang mulia dan berharga karena:

  1. Surat itu ditulis dalam bahasa yang baik dan memakai stempel sebagai tanda surat resmi.
  2. Surat itu berasal dari Sulaiman, sebagai seorang raja sekaligus nabi.
  3. Surat tersebut dimulai dengan Bismillahir Rahmanir Rahim.

Menurut suatu riwAyat, surat Sulaiman tersebut merupakan surat yang pertama kali dimulai dengan basmalah. Cara membuat surat seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman ini adalah cara yang baik untuk dicontoh oleh setiap kaum Muslimin ketika membuat surat.

Baca Juga:  Surah Asy-Syu'ara Ayat 136-140; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Ada beberapa hal yang terjadi berkat keistimewaan surat Sulaiman, di antaranya ialah:

  1. Surat itu disampaikan burung hud-hud dalam waktu yang singkat kepada Ratu Saba’.
  2. Kemampuan burung hud-hud menerima pesan dan menangkap pembicaraan dalam perundingan Ratu Saba’ dengan pembesar-pembesarnya.
  3. Surat itu dapat pula dimengerti dan dipahami oleh penduduk negeri Saba’.
  4. Para utusan pemuka kaum Saba’ dapat menyatakan pendapat mereka dengan bebas. Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Dengan demikian, hasil perundingan itu adalah hasil yang sesuai dengan pikiran dan pendapat rakyat negeri Saba’.

Tafsir Quraish Shihab: Ketika surat itu sampai ke pangkuan sang ratu, Balqis segera mengumpulkan pemuka-pemuka kaum dan para penasihatnya, lalu berkata, “Aku baru saja menerima surat penting.”

Surah An-Naml Ayat 30
إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Terjemahan: Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Tafsir Jalalain: Sesungguhnya surah itu dari Sulaiman dan sesungguhnya isinya) kandungan isi surah itu, بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (‘Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. Allaa ta’luu ‘alayya wa’tuunii muslimiin (“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan Sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian Berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”)

Maka ia mengumpulkan para gubernur, para menteri dan para pejabat negara serta pembesar kerajaannya dan berkata kepada mereka: yaa ayyuHal mala-u innii ulqiya ilayya kitaabun kariim (“Hai para pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia.”) yaitu dengan penuh hormat, dimana ia melihat urusan yang cukup aneh saat seekor burung membawa sepucuk surat lalu melemparkannya, setelah itu ia pergi dengan penuh hormat.

Ini adalah satu perkara yang tidak mampu dilakukan oleh seorang raja pun serta tidak ada jalan bagi mereka untuk melakukannya. Kemudian ia bacakan surat itu kepada mereka. إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . Allaa ta’luu ‘alayya wa’tuunii muslimiin (“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan Sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian Berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”)

Mereka mengetahui bahwa surat itu berasal dari seorang Nabiyullah, yaitu Sulaiman as. padahal dia belum pernah bertemu mereka. Surat ini berisi sastra yang cukup tinggi, karena mengandung makna yang cukup luas, dengan menggunakan ungkapan yang paling mudah dan paling baik.

Para ulama berkata, “Tidak ada seorang pun yang menulis بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ sebelum Sulaiman as.” Maimun bin Mihran berkata, “Dahulu, Rasulullah saw. menulis surat dengan bismikallaaHumma, hingga diturunkan Ayat ini. Lalu beliau menulis surat dengan BismillaaHir rahmaanir rahiim.”

Tafsir Kemenag: Setelah Ratu Balqis membaca surat Nabi Sulaiman yang disampaikan burung hud-hud itu, ia pun mengumpulkan pemuka-pemuka kaumnya dan mengadakan persidangan. Dalam persidangan itu, Ratu Balqis menyampaikan isi surat tersebut dan meminta pertimbangan kepada yang hadir, “Wahai pemimpin kaumku, aku telah menerima surat yang mulia dan berarti dikirimkan oleh seseorang yang mulia pula.”

Dalam Ayat ini diterangkan bahwa Ratu Balqis merundingkan dan memusyawarahkan isi surat Sulaiman dengan pemuka-pemuka kaumnya. Sekalipun yang melakukan permusyawaratan itu adalah Ratu Balqis dan pemuka-pemuka kaumnya yang belum beriman, tetapi tindakan Ratu Balqis itu disebut Allah dalam firman-Nya.

Baca Juga:  Metode Ulama Memahami Dalil yang Bertentangan dalam Al Quran

Hal ini menunjukkan bahwa prinsip musyawarah itu adalah prinsip yang diajarkan Allah kepada manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mereka alami dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, siapa pun yang melakukannya, maka tindakan itu adalah tindakan yang dipuji Allah.

Dalam Ayat ini disebutkan bahwa surat Sulaiman yang dikirimkan kepada Ratu Balqis itu disebut kitabun karim (surat yang mulia). Hal ini menunjukkan bahwa surat Nabi Sulaiman itu adalah surat yang mulia dan berharga karena:

  1. Surat itu ditulis dalam bahasa yang baik dan memakai stempel sebagai tanda surat resmi.
  2. Surat itu berasal dari Sulaiman, sebagai seorang raja sekaligus nabi.
  3. Surat tersebut dimulai dengan Bismillahir Rahmanir Rahim.

Menurut suatu riwAyat, surat Sulaiman tersebut merupakan surat yang pertama kali dimulai dengan basmalah. Cara membuat surat seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman ini adalah cara yang baik untuk dicontoh oleh setiap kaum Muslimin ketika membuat surat.

Ada beberapa hal yang terjadi berkat keistimewaan surat Sulaiman, di antaranya ialah:

  1. Surat itu disampaikan burung hud-hud dalam waktu yang singkat kepada Ratu Saba’.
  2. Kemampuan burung hud-hud menerima pesan dan menangkap pembicaraan dalam perundingan Ratu Saba’ dengan pembesar-pembesarnya.
  3. Surat itu dapat pula dimengerti dan dipahami oleh penduduk negeri Saba’.
  4. Para utusan pemuka kaum Saba’ dapat menyatakan pendapat mereka dengan bebas. Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Dengan demikian, hasil perundingan itu adalah hasil yang sesuai dengan pikiran dan pendapat rakyat negeri Saba’.

Tafsir Quraish Shihab: Balqis membacakan surat itu yang berbunyi:
“Dari Sulayman. Bismillah al-Rahman al-Rahim’ (Dengan Nama Allah Pemilik Kebesaran dan Karunia, yang selalu mencurahkan kasih sayang-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya).

Surah An-Naml Ayat 31
أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَِ

Terjemahan: Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”.

Tafsir Jalalain: أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku, sebagai orang-orang yang berserah diri’)”.

Tafsir Ibnu Katsir: Allaa ta’luu (“Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku.”) Qatadah berkata, “Janganlah kalian sombong kepadaku.” Wa’tuunii muslimiin (“Dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”) Ibnu ‘Abbas berkata, “Yaitu muwahhidiin (orang-orang yang bertauhid).” Ulama lain berkata, “Yaitu mukhlisiin (orang-orang yang ikhlas).” Sedangkan Sufyan bin Uyainah berkata, “Yaitu thaa-i-‘iin (orang-orang yang taat).

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan isi surat Nabi Sulaiman, yaitu agar Ratu Saba’ dan kaumnya tidak bersikap sombong dan angkuh. Nabi Sulaiman mengharap agar mereka datang kepadanya dalam keadaan tunduk dan menyerah diri kepada Allah yang Asma-Nya telah dijadikan pembuka kata dalam suratnya.

Jangan mereka sekali-kali menentang agama Allah itu. Dari surat Sulaiman itu dipahami bahwa hanya itulah yang diminta oleh Sulaiman, yaitu agar mereka segera beriman kepada Allah, dan ia tidak menuntut sesuatu yang lain.

Tafsir Quraish Shihab: Jangan kalian menyombongkan diri di hadapanku.
Datanglah kepadaku sebagai orang yang tunduk dan menyerah.”

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah An-Naml Ayat 27-31 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S