Surah An-Nisa Ayat 102; Seri Tadabbur Al Qur’an

An-Nisa Ayat 102

Pecihitam.org – Surah An-Nisa Ayat 102 berbicara tentang Shalat Khauf. Shalat ini memiliki banyak cara (macam). Kadang musuh berada di arah kiblat dan kadang mereka berada bukan di arah kiblat. Shalat ini kadang 4 rakaat, kadang 3 rakaat seperti Maghrib dan kadang 2 seperti Subuh dan shalat safar. Kadang shalat berjamaah dan kadang perang sedang berkecamuk, sehingga tidak sanggup berjamaah, bahkan shalat sendiri-sendiri menghadap kiblat atau tidak, serta berjalan atau naik kendaraan dan pada keadaan seperti (perang), mereka boleh berjalan, keadaan ini sambil memukul dengan berturut-turut dalam keadaan shalat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebagian ulama ada yang berpedapat bahwa dalam situasi demikian mereka shalat hanya 1 (satu) rakaat, sebagaimana hadits Ibnu Abbas yang lalu. Itulah pendapat Ahmad bin Hanbal.

Ada pula yang membolehkan menta’khirkan shalat karena uzur peperangan dan pertempuran, seperti Nabi SAW mengakhirkan shalat Dzuhur dan Ashar pada perang Ahzab, yang mana beliau shalat setelah matahari terbenam. Lalu setelah itu, shalat Maghrib dan Isya. Sebagaimana perkataan beliau sesudahnya (sesudah perang Ahzab), pada perang Bani Quraizhah ketika tentara dipersiapkan: “Kalian tidak boleh shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” Lalu mereka mendapatkan waktu shalat di tengah jalan. Sebagian orang berpendapat, “Rasulullah tidak menghendaki dari kita kecuali agar kita mempercepat perjalanan, dan tidak bermaksud agar kita mengakhirkan shalat dari waktunya. Maka mereka shalat pada waktunya dijalan.” Sedangkan yang lain melaksanakan shalat Ashar di Bani Quraizhah setelah tenggelam.” Rasulullah tidak mencela seorang pun di antara dua kelompok itu.

Hal ini telah diceritakan di dalam kitab Sirah dan telah pula dijelaskan bahwa orang-orang yang shalat Ashar pada waktunya lebih mendekati kebenaran, sekalipun pendapat yang lain dimaafkan pula. Hujjah (Mereka) dalam hal ini, dalam uzur mereka menta’khirkan shalat, adalah karena jihad dan penyegeraan (mereka) dalam mengepung orang-orang yang melanggar perjanjian terhadap sekelompok orang-orang Yahudi yang terkutuk.

Sedangkan Jumhur Ulama berpandangann bahwa: “Semua ini dinasakh dengan shalat khauf, karena waktu itu shalat khauf belum turun. Maka ketika ia turun, berarti menasakh ta’khir shalat. Pendapat ini lebih jelas pada hadits Abu Sa’id al-Khudry yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dan Ahlus Sunan.

Allah SWT berfirman di dalam Al Qur’an Surah An-Nisa Ayat 102

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

Baca Juga:  Surah An-Nisa Ayat 110-113; Seri Tadabbur Al Qur'an

Penjelasan: وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ (Dan jika engkau berada ditengah mereka, lalu engkau hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka.”) Yaitu kalian shalat bersama mereka menjadi imam dalam shalat khauf.

Kondisi (qashar yang dikemukakan) ini berbeda dengan kondisi pertama. Sebab pada kondisi yang pertama shalat diqashar hingga satu rakaat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits (sendiri-sendiri, berjalan kaki dan berkendaraan, menghadap kiblat dan tidak menghadap kiblat).

Lalu Dia menyebutkan kondisi berjamaah dan bermakmum dengan satu imam. Alangkah baiknya pengambilan dalil yang dilakukan oleh kalangan yang memiliki pendapat wajibnya shalat berjamaah dengan ayat yang mulia ini, di mana banyak perkara yang diringankan karena berjamaah.

Andaikata shalat berjamaah itu bukanlah kewajiban, maka tidak mungkin dibolehkan hal tersebut. Sedangkan bagi kalangan yang mengambil dalil dengan ayat ini bahwa shalat khauf dinasakh setelah (wafatnya) Nabi SAW karena berdasarkan ayat: وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ (Jika engkau berada di tengah-tengah mereka) sehingga setelah beliau tidak ada, maka cara seperti ini hilang.

Kesimpulan semacam ini adalah bentuk pengambilan dalil yang lemah. Tertolaknya pendapat ini sama dengan tertolaknya pendapat orang yang enggan menunaikan zakat, di mana ia berdalil dengan QS. At-Taubah: 103.

Mereka berkata bahwa kita tidak perlu membayar zakat kepada siapapun setelah Rasulullah SAW wafat. Namun kita langsung mengeluarkannya kepada orang yang kita pandang doanya dapat menenteramkan kita.

Mengenai persoalan ini, para Sahabat menolak pendapat mereka dan menolak cara pendalilan mereka, serta memaksa mereka untuk membayar zakat dan memerangi orang yang enggan membayarnya diantara mereka.

Mungkin sebelum menceritakan cara-ccaranya, pertama-tama kita akan menceritakan sebab turunnya ayat yang mulia ini. Dari Abu Iyasy az-Zarqa ia berkata: “Dahulu kami bersama Nabi SAW di Asfan, di saat orang-orang musyrik pimpinan Khalid bin Walid berhadapan dengan kami. Sedang mereka berada di arah kiblat, lalu Rasulullah SAW shalat Dzuhur bersama kami.
Mereka mengatakan: Sesungguhnya mereka dalam kondisi dimana seandainya kita bisa mendapatkan kesempatan lengah mereka. Lalu mereka berkata: Sekarang telah tiba waktu shalat yang mereka lebih cintai dibandingkan anak-anak dan jiwa mereka.

Maka Malaikat Jibril turun membawa ayat-ayat ini di antara dzuhur dan Ashar: وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ Maka waktunya tiba, dan Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mengambil senjata, lalu kami membuat dua shaf di belakang beliau. Lalu beliau rukuk dan kami pun rukuk seluruhnya, kemudian beliau bangkit dan kami pun bangkit seluruhnya. Lalu Nabi sujud dengan shaf yang pertama, sedangkan shaf kedua tetap berdiri menjaga mereka.

Baca Juga:  Surah Al-Qalam Ayat 42-47; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Saat shaf pertama selesai sujud dan kembali berdiri, maka shaf kedua sujud menempati shaf pertama, lalu setelah itu mereka menempati kembali shaf masing-masing, kemudian beliau rukuk bersama mereka seluruhnya. Lalu beliau bangkit dan mereka bangkit seluruhnya, lalu di saat Nabi SAW sujud dan (diikuti) shaf yang pertama, maka shaf kedua berdiri menjaga mereka. Di saat mereka duduk, maka shaf kedua duduk, lalu sujud. Kemudian beliau salam, lalu pergi. Rasulullah SAW melakukan hal tersebut dua kali. Satu kali di Asfan dan satu kali di tempat Bani Sulaim.”

Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasai dari hadits Syu’bah dan Abdul Aziz bin Abdush shamad, isnad hadits ini shahih dan memiliki banyak saksi.

Di antaranya adalah riwayat Imam Bukhari, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri dan diiringi oleh para Sahabat. Di saat beliau takbir, merekapun takbir. Di saat beliau rukuk, sebagian di antara mereka rukuk, lalu beliau sujud dan mereka pun sujud. Lalu beliau berdiri untuk rakaat kedua, maka jamaah yang pertama sujud tadi bangun menjaga saudara-saudara mereka. Lalu datanglah bagian yang lain, lalu mereka rukuk dan sujud bersama beliau. Semua orang berada dalam shalat, akan tetapi sebagian mereka menjaga sebagian lainnya.”

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sulaiman bin Qais al-Yasykuri bahwa ia bertanya kepada Jabir bin Abdillah tentang qashar shalat, pada hari apakah hal tersebut diturunkan atau hari apakah itu?

Jabir berkata: “Kami bertolak untuk menghadang satu kafilah Quraisy yang datang dari Syam. Hingga setibanya kami di Nikhlah, seorang laki-laki datang kepada Rasul dan berkata: Hai Muhammad, apakah engkau takut padaku? Nab menjawab: Tidak. Dia berkata lagi: Siapakah yang dapat menghalangimu dariku? Nabi menjawab: Allah yang melindungiku darimu.

Kemudian beliau menghunus pedangnya, lalu laki-laki itu digertak dan diancam, lalu Rasulullah menyuruh kami berangkat dan beliau sudah mengambil senjata. Lalu diserukan panggilan shalat. Maka Rasulullah SAW shalat dengan satu kelompok, sedangkan kelompok lain menjaga mereka.
Rasulullah SAW shalat dengan kelompok pertama dua rakaat. Lalu kelompok pertama mundur ke belakang untuk berjaga, kemudian datang kelompok yang sebelumnya dan berjaga, maka Nabi shalat bersama mereka dua rakaat. Sedangkan kelompok yang lain berjaga. Selanjutnya beliau salam. Rasulullah shalat empat rakaat. Sedangkan kelompok tadi masing-masing dua rakaat. Pada saat itulah Allah menurunkan ayat tentang qashar shalat dan memerintahkan kaum mukminin untuk membawa senjata.”

Imam Ahmad juga meriwayatkan serupa, yaitu dari Jabir bin Abdillah, bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat khauf bersama para Sahabat. Dalam hal ini, ada yang berada di depan beliau dan ada shaf yang di belakang beliau. Rasulullah shalat ma shaf yang di belakang satu rakaat dan dua sujud. Lalu shaf belakang maju menempati shaf depan yang belum shalat. Sedangkan shaf depan mundur untuk shalat bersama Rasulullah satu rakaat dan dua sujud kemudian beliau salam. Maka Nabi shalat dua rakaat, sedangkan mereka masing-masing satu rakaat.

Baca Juga:  Surah Thaha Ayat 40-44; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Hadits tersebut diriwayatkan juga oleh an-Nasai. Hadits ini mempunyai banyak jalan dari Jabir, dan terdapat dalam kitab Shahih Muslim melalui sanad yang lain, dengan lafaz yang lain pula. Banyak Ulama hadits yang meriwayatkan dari Jabir dalam kitab-kitab Shahih Sunan, dan Shahih Musnad.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Salim, dari ayahnya, ia berkata: وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ yakni shalat khauf. Dan Nabi SAW shalat dengan salah satu dari dua kelompok satu rakaat dan kelompok lain menghadapi musuh. Lalu kelompok yang berhadapan dengan musuh itu shalat bersama Nabi satu rakaat, lalu beliau salam bersama mereka. Lalu setiap kelompok berdiri shalat satu rakaat, satu rakaat. Hadits ini diriwayatkan oleh jamaah dalam kitab-kitab mereka dari jalan Ma’mar. Hadits ini memiliki banyak jalan dari banyak Sahabat.

Sedangkan terkait dengan perintah membawa senjata di waktu shalat khauf, menurut sekelompok ulama adalah wajib berdasarkan zhahir ayat. Hal tersebut adalah salah satu pendapat dari Imam Syafi’i.

Hal tersebut ditunjukkan oleh firman Allah: وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ (Dan tidak ada dosa bagimu meletakkan senjata-senjatamu, jika kalian mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kalian memang sakit; dan siap-siagalah kalian) Di manapun kalian berada, selalulah siap siaga. Jika kalian membutuhkannya, kalian dapat langsung memakainya tanpa kesulitan.

إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا (Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu)

Demikian penjelasan Al Qur’an Surah An-Nisa Ayat 102 yang telah kita tadabburi bersama dengan merujuk pada kitab Tafsir Ibnu Katsir. Semoga bermanfaat

M Resky S