Surah As-Saffat Ayat 99-113; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah As-Saffat Ayat 99-113

Pecihitam.org – Kandungan Surah As-Saffat Ayat 99-113 ini, mengemukakan Nabi Ibrahim juga memohon keturunan yang saleh dari Allah Swt untuk melanjutkan risalahnya, keturunan yang saleh dan layak. Allah Swt pun mengabulkan doa Nabi Ibrahim as dan memberinya putra seperti Ismail dan Ishaq yang keduanya adalah manusia saleh dan suci serta menjadi nabi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

putra yang dianugerahkan Allah Swt kepada Nabi Ibrahim as itu, lewat perantara mimpi, diperintahkan Tuhan untuk disembelih saat ia beranjak remaja. Jelas bahwa perkara ini selain menuntut keridhaan ayah, juga kerelaan sang anak.

Setelah Ismail menyatakan kesediaan dan kepasrahan yang menunjukkan kepatuhan ayah dan anak kepada perintah Allah Swt, Ibrahim membaringkan putranya untuk disembelih. Saat itu terdengar seruan dari langit, Wahai Ibrahim Kami tidak menghendaki engkau menyembelih putramu, tapi Kami ingin engkau menyembelih kecintaanmu pada putramu dan engkau berhasil melewati ujian berat ini.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah As-Saffat Ayat 99-113

Surah As-Saffat Ayat 99
وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّى سَيَهۡدِينِ

Terjemahan: Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.

Tafsir Jalalain: وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّ (Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku) artinya berhijrah demi karena-Nya meninggalkan negeri orang-orang kafir سَيَهۡدِينِ (dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku) ke tempat yang aku diperintahkan-Nya berangkat ke sana, yaitu negeri Syam. Tatkala ia sampai di tanah suci yaitu Baitulmakdis, berkatalah ia dalam doanya,.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman seraya mengabarkan tentang kekasi-Nya, Ibrahim as. dimana setelah memenangkannya atas kaumnya serta berputus asa dari keimanan mereka setelah mereka menyaksikan kekuasaan yang sangat besar, Ibrahim pun pergi meninggalkan mereka seraya berkata: وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّى سَيَهۡدِينِ (“Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabb-ku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.)

Tafsir Kemenag: Sesudah melihat keadaan kaumnya tertegun menunduk-kan kepala, Nabi Ibrahim lalu berkata lagi kepada mereka bahwa tidak patut mereka menyembah patung-patung yang mereka pahat dengan tangannya sendiri. Mereka mestinya bersyukur bahwa dari kalangan mereka sendiri, lahir seorang yang punya akal pikiran, yang mencegah penyembahan patung-patung itu.

Nabi Ibrahim menegaskan lagi bahwa yang patut disembah hanyalah Allah yang menciptakan mereka dan patung-patung sesembahan mereka itu. Tuhan Maha Pencipta lebih berhak disembah daripada makhluk-Nya. Firman Allah:

Dia (Ibrahim) berkata, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?” (al-Anbiya’/21: 66-67)

Alasan yang disampaikan Nabi Ibrahim tidak dapat mereka bantah dengan alasan pula, sehingga mereka menempuh cara kekerasan menantang Ibrahim. Mereka merencanakan membunuh Ibrahim. Lalu didirikanlah sebuah bangunan untuk dijadikan tempat pembakaran Nabi Ibrahim.

Ketika bangunan itu telah selesai dan apinya telah dinyalakan, lalu Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalamnya. Firman Allah: Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.” (al-Anbiya’/21: 68)

Kaum Ibrahim benar-benar menghendaki ia binasa dan hangus terbakar dalam unggun api itu. Akan tetapi, Allah berkehendak menyelamatkan dia dari kebinasaan dengan memerintahkan kepada api supaya tidak membakar Ibrahim, sebagaimana firman-Nya: Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (al-Anbiya’/21: 69)

Dengan demikian, Nabi Ibrahim selamat dari unggun api, dan mendapat kemenangan atas orang kafir. Sesudah beliau tidak melihat lagi tanda-tanda kesediaan kaumnya untuk beriman, maka beliau bermaksud untuk meninggalkan mereka, hijrah dari kampung halaman.

Barangkali di tempat yang baru itu, beliau dapat beribadah kepada Tuhan tanpa gangguan dari kaum yang ingkar, dan dapat mengembangkan agama dengan taufik dan hidayah Allah. Adapun negeri yang beliau tuju ialah Baitulmakdis.

Tafsir Quraish Shihab: Setelah putus harapan untuk membawa mereka beriman, Ibrâhîm berkata, “Sesungguhnya aku akan pergi ke tempat yang diperintahkan oleh Allah. Tuhanku akan memberikan petunjuk ke sebuah tempat yang aman dan negeri yang baik.

Surah As-Saffat Ayat 100
رَبِّ هَبۡ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Terjemahan: Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.

Tafsir Jalalain: رَبِّ هَبۡ لِى (‘Ya Rabbku! Anugerahkanlah kepadaku) seorang anak مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ (yang termasuk orang-orang yang saleh.’).

Tafsir Ibnu Katsir: رَبِّ هَبۡ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ (“Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabb-ku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku [seorang anak] yang termasuk orang-orang yang shalih.”) yakni anak-anak yang taat, yang menjadi pengganti kaum dan keluarga yang dia tinggalkan.

Tafsir Kemenag: Ayat ini mengisahkan bahwa Nabi Ibrahim dalam perantauan memohon kepada Tuhan agar dianugerahi seorang anak yang saleh dan taat serta dapat menolongnya dalam menyampaikan dakwah dan mendampinginya dalam perjalanan dan menjadi kawan dalam kesepian.

Kehadiran anak itu sebagai pengganti dari keluarga dan kaumnya yang ditinggalkannya. Permohonan Nabi Ibrahim ini diperkenankan oleh Allah. Kepadanya disampaikan berita gembira bahwa Allah akan menganugerahkan kepadanya seorang anak laki-laki yang punya sifat sangat sabar.

Sifat sabar itu muncul pada waktu balig. Karena pada masa kanak-kanak sedikit sekali didapati sifat-sifat seperti sabar, tabah, dan lapang dada. Anak remaja itu ialah Ismail, anak laki-laki pertama dari Ibrahim, ibunya bernama Hajar istri kedua dari Ibrahim. Putra kedua ialah Ishak, lahir kemudian sesudah Ismail dari istri pertama Ibrahim yaitu Sarah.

Tafsir Quraish Shihab: Ya Tuhan, berikanlah aku keturunan yang saleh yang akan melanjutkan misi dakwah setelah aku.

Surah As-Saffat Ayat 101
فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٍ

Terjemahan: Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.

Tafsir Jalalain: فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٍ (Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar) yakni yang banyak memiliki kesabaran.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٍ (“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.”) ia adalah Isma’il as. Dia adalah anak pertama yang dengannya Ibrahim diberi kabar gembira, dan ia lebih besar/lebih tua dari Ishaq, menurut kesepakatan kaum Muslimin dan ahlul kitab.

Bahkan di dalam nash kitab mereka disebutkan bahwa Isma’il dilahirkan ketika Ibrahim berusia 86 tahun. Sedangkan Ishaq dilahirkan ketika Ibrahim berusia 99 tahun. Menurut mereka, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anak satu-satunya, dan dalam naskah yang lain disebutkan bahwa ia adalah anak pertamanya.

Mereka memasukkan kedustaan dan mengada-ada di sini, yaitu menyatakan bahwa anak yang akan disembelih oleh Ibrahim adalah Ishaq. Hal ini jelas salah, karena bertentangan dengan nash kitab mereka sendiri. Mereka menyebutkan bahwa yang disembelih oleh Ibrahim adalah Ishaq karena Ishaq adalah nenek moyang mereka [bangsa Yahudi], sedangkan Isma’il adalah nenek moyang bangsa Arab.

Mereka iri kepada bangsa Arab sehingga mereka menambah-nambah dan mengubah kata “anak satu-satunya” dengan “anak yang tidak kamu miliki lagi selain dia [Ishaq].” Sebab Isma’il dan ibunya telah dibawa pergi oleh Ibrahim as. menuju Makkah. Ini adalah penafsiran dan pengubahan yang tidak benar. Sebab, Allah tidak akan mengatakan:

“Anakmu satu-satunya” kepada Ibrahim jika masih ada anak yang lain. Disamping itu, sebenarnya anak pertama itu akan mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya melebihi anak-anak yang lahir setelahnya. Dengan demikian perintah untuk menyembelihnya akan menjadi ujian dan cobaan yang sangat berat.

Sekelompok ulama berpendapat bahwa anak yang disembelih adalah Ishaq. Hal itu juga dikisahkan dari sekelompok ulama Salaf, bahkan ada nikilan dari sebagian sahabat. Tetapi hal itu tidak terdapat di dalam al-Qu’ran maupun as-Sunnah. Dan saya kira hal tersebut tidak diperoleh melainkan dari para tokoh ahlul kitab, dan diambil begitu saja tanpa dalil sama sekali.

Dan inilah kitab Allah yang menjadi saksi dan petunjuk, bahwa anak yang akan disembelih oleh Ibrahim itu adalah puteranya, Isma’il as. sebab kitab ini menyampaikan kabar gembira dengan kedatangan seorang anak yang sabar. Dan al-Qur’an juga menyebutkan bahwa anak itulah yang disembelih.

Firman Allah: wa basy-syarnaaHu bi ishaaqa nabiyyam minash shaalihiina (“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan [kelahiran] Ishaq, seorang Nabi yang termasuk orang-orang shalih.”) setelah malaikat menyampaikan kabar gembira kepada Ibrahim dengan kedatangan Ishaq, maka malaikat itu berkata: innaa nubasysyiruka bighulaamin ‘aliim (“Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan [kelahiran seorang] anak [yang akan menjadi] orang yang alim.”)(al-Hijr: 53)

Firman Allah: fabasysyarnaaHaa bi ishaaqa wa miw waraa-i ishaaqa ya’quub (“Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang [kelahiran] Ishaq dan sesudah Ishaq [lahir pula] Ya’qub.”)(Huud: 71). Maksudnya akan dilahirkan untuk Ibrahim dan Ishaq seorang putera pada saat keduanya masih hidup, yaitu Ya’qub. Sehingga Ya’qub itu akan menjadi keturunan Ibrahimm dan Ishaq, sebagai anak dan cucunya.

Dan kami telah sampaikan sebelumnya bahwa setelah Allah memberitahukan hal tersebut, tentu saja Ibrahim tidak akan diperintahkan untuk menyembelih Ishaq ketika masih kecil, sebab Allah Ta’ala telah menjadikan kepada keduanya, bahwa keduanya akan memperoleh keturunan yang bernama Ya’qub.

Lalu bagaimana mungkin Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ishaq pada saat dia masih kecil, padahal Allah telah menjanjikan kepadanya bahwa dia (Ibrahim) akan memperoleh cucu dari Ishaq? Sedangkan Isma’il, dalam ayat ini diterangkan sebagai seorang penyabar, karena dia memang tepat untuk mendapat sebutan

Tafsir Kemenag: Ayat ini mengisahkan bahwa Nabi Ibrahim dalam perantauan memohon kepada Tuhan agar dianugerahi seorang anak yang saleh dan taat serta dapat menolongnya dalam menyampaikan dakwah dan mendampinginya dalam perjalanan dan menjadi kawan dalam kesepian.

Kehadiran anak itu sebagai pengganti dari keluarga dan kaumnya yang ditinggalkannya. Permohonan Nabi Ibrahim ini diperkenankan oleh Allah. Kepadanya disampaikan berita gembira bahwa Allah akan menganugerahkan kepadanya seorang anak laki-laki yang punya sifat sangat sabar.

Sifat sabar itu muncul pada waktu balig. Karena pada masa kanak-kanak sedikit sekali didapati sifat-sifat seperti sabar, tabah, dan lapang dada. Anak remaja itu ialah Ismail, anak laki-laki pertama dari Ibrahim, ibunya bernama Hajar istri kedua dari Ibrahim. Putra kedua ialah Ishak, lahir kemudian sesudah Ismail dari istri pertama Ibrahim yaitu Sarah.

Tafsir Quraish Shihab: Kemudian malaikat memberinya kabar gembira berupa anak yang cerdas dan sabar.

Surah As-Saffat Ayat 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Terjemahan: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Tafsir Jalalain: فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ (Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim) yaitu telah mencapai usia sehingga dapat membantunya bekerja; menurut suatu pendapat bahwa umur anak itu telah mencapai tujuh tahun. Menurut pendapat yang lain bahwa pada saat itu anak Nabi Ibrahim berusia tiga belas tahun,

قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ (Ibrahim berkata, “Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat) maksudnya, telah melihat فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ (dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu!) mimpi para nabi adalah mimpi yang benar, dan semua pekerjaan mereka berdasarkan perintah dari Allah swt.

فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ (maka pikirkanlah apa pendapatmu!”) tentang impianku itu; Nabi Ibrahim bermusyawarah dengannya supaya ia menurut, mau disembelih, dan taat kepada perintah-Nya.

قَالَ يَٰٓأَبَتِ (Ia menjawab, “Hai bapakku) huruf Ta pada lafal Abati ini merupakan pergantian dari Ya Idhafah ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ (kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu) untuk melakukannya سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ (Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”) menghadapi hal tersebut.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ (“Maka, tatkala anak itu sampai [pada umur sanggup] berusaha bersama-sama Ibrahim.”) yakni menginjak dewasa dan tumbuh besar serta dapat bepergian bersama ayahnya dan berjalan bersamanya. Dan Ibrahim as. bepergian setiap saat untuk mencari anak dan istrinya di negeri Faran dan melihat keadaan keduanya. wallaaHu a’lam.

Baca Juga:  Surah As-Saffat Ayat 123-132; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha’ al-Khurasani, Zaid bin Aslam, dan lain-lain bahwa makna ayat: فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ (“Maka, tatkala anak itu sampai [pada umur sanggup] berusaha bersama-sama Ibrahim.”) yakni menginjak dewasa, dewasa dan mampu mengerjakan pekerjaan Ibrahim, berupa usaha dan pekerjaan.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ (“Maka, tatkala anak itu sampai [pada umur sanggup] berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendaptmu?”) ‘Ubaid bin ‘Umair mengatakan bahwa mimpi para Nabi adalah wahyu. Kemudian, dia membacakan ayat ini.

Ibrahim memberitahukan mimpi itu kepada anaknya agar hal itu menjadi ringan baginya sekaligus untuk menguji kesabaran, ketangguhan, dan kemauan kerasnya ketika masih kecil untuk taat kepada Allah Ta’ala sekaligus taat kepada ayahnya.

قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ (“Ia menjawab: ‘Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”) maksudnya, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan Allah Ta’ala untuk menyembelihku. سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ (“Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”) yakni aku akan sabar dan mengharapkan pahala dari sisi Allah swt. Dan dia menepati apa yang beliau janjikan untuk bersabar. Oleh karena itu Allah berfirman:

“Dan ceritakanlah [hai Muhammad kepada mereka] kisah Isma’il [yang tersebut] di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridlai di sisi Rabbnya.” (Maryam: 54-55)

Tafsir Kemenag: Kemudian ayat ini menerangkan ujian yang berat bagi Ibrahim. Allah memerintahkan kepadanya agar menyembelih anak satu-satunya sebagai korban di sisi Allah. Ketika itu, Ismail mendekati masa balig atau remaja, suatu tingkatan umur sewaktu anak dapat membantu pekerjaan orang tuanya. Menurut al-Farra’, usia Ismail pada saat itu 13 tahun.

Ibrahim dengan hati yang sedih memberitahukan kepada Ismail tentang perintah Tuhan yang disampaikan kepadanya melalui mimpi. Dia meminta pendapat anaknya mengenai perintah itu. Perintah Tuhan itu berkenaan dengan penyembelihan diri anaknya sendiri, yang merupakan cobaan yang besar bagi orang tua dan anak.

Sesudah mendengarkan perintah Tuhan itu, Ismail dengan segala kerendahan hati berkata kepada ayahnya agar melaksanakan segala apa yang diperintahkan kepadanya. Dia akan taat, rela, dan ikhlas menerima ketentuan Tuhan serta menjunjung tinggi segala perintah-Nya dan pasrah kepada-Nya.

Ismail yang masih sangat muda itu mengatakan kepada orang tuanya bahwa dia tidak akan gentar menghadapi cobaan itu, tidak akan ragu menerima qada dan qadar Tuhan. Dia dengan tabah dan sabar akan menahan derita penyembelihan itu. Sikap Ismail sangat dipuji oleh Allah dalam firman-Nya:

Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Ismail di dalam Kitab (Al-Qur’an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi. (Maryam/19: 54).

Tafsir Quraish Shihab: Anak itu pun lahir dan tumbuh. Ketika anak itu menginjak dewasa dan telah pantas mencari nafkah, Ibrâhîm diuji dengan sebuah mimpi. Ia berkata, “Wahai anakku, dalam tidur aku bermimpi berupa wahyu dari Allah yang meminta aku untuk menyembelihmu. Bagaimana pendapat kamu?” Anak yang saleh itu menjawab, “Wahai bapakku, laksanakanlah perintah Tuhanmu. Insya Allah kamu akan dapati aku termasuk orang-orang yang sabar.”

Surah As-Saffat Ayat 103
فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ

Terjemahan: Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).

Tafsir Jalalain: فَلَمَّآ أَسۡلَمَا (Tatkala keduanya telah berserah diri) artinya, tunduk dan patuh kepada perintah Allah swt. وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ (dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya) Nabi Ismail dibaringkan pada salah satu pelipisnya; setiap manusia memiliki dua pelipis dan di antara keduanya terdapat jidat. Kejadian ini di Mina; kemudian Nabi Ibrahim menggorokkan pisau besarnya ke leher Nabi Ismail, akan tetapi berkat kekuasaan Allah pisau itu tidak mempan sedikit pun.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ (“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis[nya], [nyatalah kesabaran keduanya].”) setelah keduanya mengucapkan syahadat dan menyebut Allah Ta’ala. Ada juga pendapat yang menyatakan, kata “aslamaa” berarti berserah diri dan pasrah.

Ibrahim siap menyembelih dan anaknya siap mentaati orang tuanya. Demikian yang dikatakan oleh Mujahid, ‘Ikrimah, Qatadah, as-Suddi, Ibnu Ishaq, dan lain-lain. Kalimat “تَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ” berarti membaringkannya di atas wajahnya untuk ia sembelih pada tengkuknya. Dan saat menyembelihnya Ibrahim tidak menatap wajah Isma’il agar hal itu lebih meringankannya.

Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, adh-Dhahhak, dan Qatadah berkata: “Bahwa [watallaHu liljabiini: Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya], yakni membaringkannya pada bagian wajahnya.” Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari keduanya mengenai firman Allah: fadainaaHu bidzibhin ‘adhiim (“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”) dia mengatakan:

“Keluar darinya domba dari surga.” Dengan demikian, manasik dan tempat menyembelih binatang qurban adalah di Mina, bagian dari tanah Makkah, dimana yang disembelih adalah Isma’il, bukan Ishaq, karena ia berada di negeri Kan’an, bagian dari wilayah Syam.

Tafsir Kemenag: Tatkala keduanya sudah pasrah kepada Tuhan dan tunduk atas segala kehendak-Nya, kemudian Ismail berlutut dan menelungkupkan mukanya ke tanah sehingga Ibrahim tidak melihat lagi wajah anaknya itu. Ismail sengaja melakukan hal itu agar ayahnya tidak melihat wajahnya. Dengan demikian Nabi Ibrahim bisa dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya. Nabi Ibrahim mulai menghunus pisaunya untuk menyembelihnya.

Pada waktu itu, datanglah suara malaikat dari belakangnya, yang diutus kepada Ibrahim, mengatakan bahwa tujuan perintah Allah melalui mimpi itu sudah terlaksana dengan ditelungkupkannya Ismail untuk disembelih. Tindakan Ibrahim itu merupakan ketaatan yang tulus ikhlas kepada perintah dan ketentuan Allah.

Sesudah malaikat menyampaikan wahyu itu, maka keduanya bergembira dan mengucapkan syukur kepada Allah yang menganugerahkan kenikmatan dan kekuatan jiwa untuk menghadapi ujian yang berat itu. Kepada keduanya Allah memberikan pahala dan ganjaran yang setimpal karena telah menunjukkan ketaatan yang tulus ikhlas. Mereka dapat mengatasi perasaan kebapakan semata-mata untuk menjunjung perintah Allah.

Menurut riwayat A.hmad dari Ibnu ‘Abbas, tatkala Ibrahim diperintahkan untuk melakukan ibadah sa’i, datanglah setan menggoda. Setan mencoba berlomba dengannya, tetapi Ibrahim berhasil mendahuluinya sampai ke Jumrah Aqabah. Setan menggodanya lagi, tetapi Ibrahim melemparinya dengan batu tujuh kali hingga dia lari.

Pada waktu jumratul wustha datang lagi setan menggodanya, tetapi dilempari oleh Ibrahim tujuh kali. Kemudian Ibrahim menyuruh anaknya menelungkupkan mukanya untuk segera disembelih. Ismail waktu itu sedang mengenakan baju gamis (panjang) putih. Dia berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku, tidak ada kain untuk mengafaniku kecuali baju gamisku ini, maka lepaskanlah supaya kamu dengan gamisku dapat mengafaniku.”

Maka Ibrahim mulai menanggalkan baju gamis itu, tapi pada saat itulah ada suara di belakang menyerunya, “Hai Ibrahim, kamu sudah melaksanakan dengan jujur mimpimu.” Ibrahim segera berpaling, tiba-tiba seekor domba putih ada di hadapannya.

Tafsir Quraish Shihab: Tatkala sang bapak dan anak pasrah kepada ketentuan Allah, Ibrâhîm pun membawa anaknya ke suatu tumpukan pasir. Kemudian Ibrâhîm membaringkannya dengan posisi pelipis di atas tanah sehingga siap disembelih.

Surah As-Saffat Ayat 104
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ

Terjemahan: Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,

Tafsir Jalalain: وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (Dan Kami panggil dia, “Hai Ibrahim!)

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ (“Dan Kami panggil dia: ‘Hai Ibrahim.) yakni apa yang dimaksudkan dari mimpimu telah tercapai dengan tindakanmu membaringkan anakmu untuk disembelih. As-Suddi dan juga yang lainnya menyebutkan bahwa Ibrahim telah meletakkan pisau dan menjalankannya pada leher Isma’il, tetapi pisau itu tidak sedikitpun memotongnya, antara keduanya [pisau dan leher itu] terdapat tembaga yang menghalanginya.

Tafsir Kemenag: Tatkala keduanya sudah pasrah kepada Tuhan dan tunduk atas segala kehendak-Nya, kemudian Ismail berlutut dan menelungkupkan mukanya ke tanah sehingga Ibrahim tidak melihat lagi wajah anaknya itu. Ismail sengaja melakukan hal itu agar ayahnya tidak melihat wajahnya. Dengan demikian Nabi Ibrahim bisa dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.

Nabi Ibrahim mulai menghunus pisaunya untuk menyembelihnya. Pada waktu itu, datanglah suara malaikat dari belakangnya, yang diutus kepada Ibrahim, mengatakan bahwa tujuan perintah Allah melalui mimpi itu sudah terlaksana dengan ditelungkupkannya Ismail untuk disembelih. Tindakan Ibrahim itu merupakan ketaatan yang tulus ikhlas kepada perintah dan ketentuan Allah.

Sesudah malaikat menyampaikan wahyu itu, maka keduanya bergembira dan mengucapkan syukur kepada Allah yang menganugerahkan kenikmatan dan kekuatan jiwa untuk menghadapi ujian yang berat itu. Kepada keduanya Allah memberikan pahala dan ganjaran yang setimpal karena telah menunjukkan ketaatan yang tulus ikhlas. Mereka dapat mengatasi perasaan kebapakan semata-mata untuk menjunjung perintah Allah.

Menurut riwayat A.hmad dari Ibnu ‘Abbas, tatkala Ibrahim diperintahkan untuk melakukan ibadah sa’i, datanglah setan menggoda. Setan mencoba berlomba dengannya, tetapi Ibrahim berhasil mendahuluinya sampai ke Jumrah Aqabah. Setan menggodanya lagi, tetapi Ibrahim melemparinya dengan batu tujuh kali hingga dia lari.

Pada waktu jumratul wustha datang lagi setan menggodanya, tetapi dilempari oleh Ibrahim tujuh kali. Kemudian Ibrahim menyuruh anaknya menelungkupkan mukanya untuk segera disembelih. Ismail waktu itu sedang mengenakan baju gamis (panjang) putih. Dia berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku, tidak ada kain untuk mengafaniku kecuali baju gamisku ini, maka lepaskanlah supaya kamu dengan gamisku dapat mengafaniku.”

Maka Ibrahim mulai menanggalkan baju gamis itu, tapi pada saat itulah ada suara di belakang menyerunya, “Hai Ibrahim, kamu sudah melaksanakan dengan jujur mimpimu.” Ibrahim segera berpaling, tiba-tiba seekor domba putih ada di hadapannya.

Tafsir Quraish Shihab: Allah mengetahui kebenaran Ibrâhîm dan anaknya dalam melaksanakan cobaan tersebut. Kemudian Allah memanggilnya dengan panggilan kekasih, “Wahai Ibrâhîm, sesungguhnya engkau telah memenuhi panggilan wahyu melalui mimpi dengan tenang, dan engkau tidak ragu-ragu dalam melaksanakannya.

Cukuplah bagimu itu semua. Sesungguhnya Kami akan meringankan cobaan Kami untukmu sebagai balasan atas kebaikanmu, seperti halnya Kami membalas orang-orang yang berbuat baik karena kebaikan mereka.”

Surah As-Saffat Ayat 105
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Terjemahan: sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Tafsir Jalalain: قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ (Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu itu”) melalui apa yang telah kamu kerjakan, yaitu melaksanakan penyembelihan yang diperintahkan itu atau dengan kata lain, cukuplah bagimu hal itu. Jumlah kalimat Naadainaahu merupakan jawab dari lafal Lammaa, hanya ditambahi Wau.

إِنَّا كَذَٰلِكَ (sesungguhnya demikianlah) maksudnya, sebagaimana Kami memberikan pahala kepadamu نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik) terhadap diri mereka sendiri dengan melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka, yaitu Kami akan melepaskan mereka dari kesulitan.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا (sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.) yakni apa yang dimaksudkan dari mimpimu telah tercapai dengan tindakanmu membaringkan anakmu untuk disembelih.

As-Suddi dan juga yang lainnya menyebutkan bahwa Ibrahim telah meletakkan pisau dan menjalankannya pada leher Isma’il, tetapi pisau itu tidak sedikitpun memotongnya, antara keduanya [pisau dan leher itu] terdapat tembaga yang menghalanginya. Pada saat itu, Ibrahim diseru, qad shaddaqtar ru’yaa (“Sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu.”)

Firman-Nya: إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (“Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”) maksudnya, demikian Kami [Allah] menghindarkan orang-orang yang mentaati Kami dari berbagai macam hal yang tidak disukai dan dari kesusahan. Dan Kami jadikan bagi mereka kelapangan dan jalan keluar urusan mereka. Penggalan ayat tersebut sama dengan firman-Nya:

“2…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. 3. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath-Thalaq: 2-3)

Baca Juga:  Surah An-Nahl Ayat 48-50; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Sekelompok ulama ushul menjadikan ayat dan kisah tersebut di atas sebagai landasan mengenai dibolehkannya menasakh [menghapus] hukum sebelum hukum tersebut diterapkan. Hal ini berbeda dengan kalangan ulama Mu’tazilah. Aspek penunjukan ayat dan kisah ini sangat jelas, karena Allah Ta’ala telah telah menetapkan kepada Ibrahim as. agar ia menyembelih anaknya.

Kemudian perintah-Nya itu dihapus [mansukh] dan ditukar dengan tebusan. Adapun maksud penetapan-Nya yang pertama, yakni untuk memberikan pahala yang besar atas kesabaran Ibrahim untuk menyembelih anaknya, dan keteguhan hatinya untuk melakukan hal itu.

Tafsir Kemenag: Tatkala keduanya sudah pasrah kepada Tuhan dan tunduk atas segala kehendak-Nya, kemudian Ismail berlutut dan menelungkupkan mukanya ke tanah sehingga Ibrahim tidak melihat lagi wajah anaknya itu. Ismail sengaja melakukan hal itu agar ayahnya tidak melihat wajahnya. Dengan demikian Nabi Ibrahim bisa dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.

Nabi Ibrahim mulai menghunus pisaunya untuk menyembelihnya. Pada waktu itu, datanglah suara malaikat dari belakangnya, yang diutus kepada Ibrahim, mengatakan bahwa tujuan perintah Allah melalui mimpi itu sudah terlaksana dengan ditelungkupkannya Ismail untuk disembelih. Tindakan Ibrahim itu merupakan ketaatan yang tulus ikhlas kepada perintah dan ketentuan Allah.

Sesudah malaikat menyampaikan wahyu itu, maka keduanya bergembira dan mengucapkan syukur kepada Allah yang menganugerahkan kenikmatan dan kekuatan jiwa untuk menghadapi ujian yang berat itu. Kepada keduanya Allah memberikan pahala dan ganjaran yang setimpal karena telah menunjukkan ketaatan yang tulus ikhlas. Mereka dapat mengatasi perasaan kebapakan semata-mata untuk menjunjung perintah Allah.

Menurut riwayat A.hmad dari Ibnu ‘Abbas, tatkala Ibrahim diperintahkan untuk melakukan ibadah sa’i, datanglah setan menggoda. Setan mencoba berlomba dengannya, tetapi Ibrahim berhasil mendahuluinya sampai ke Jumrah Aqabah. Setan menggodanya lagi, tetapi Ibrahim melemparinya dengan batu tujuh kali hingga dia lari.

Pada waktu jumratul wustha datang lagi setan menggodanya, tetapi dilempari oleh Ibrahim tujuh kali. Kemudian Ibrahim menyuruh anaknya menelungkupkan mukanya untuk segera disembelih. Ismail waktu itu sedang mengenakan baju gamis (panjang) putih. Dia berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku, tidak ada kain untuk mengafaniku kecuali baju gamisku ini, maka lepaskanlah supaya kamu dengan gamisku dapat mengafaniku.”

Maka Ibrahim mulai menanggalkan baju gamis itu, tapi pada saat itulah ada suara di belakang menyerunya, “Hai Ibrahim, kamu sudah melaksanakan dengan jujur mimpimu.” Ibrahim segera berpaling, tiba-tiba seekor domba putih ada di hadapannya.

Tafsir Quraish Shihab: Allah mengetahui kebenaran Ibrâhîm dan anaknya dalam melaksanakan cobaan tersebut. Kemudian Allah memanggilnya dengan panggilan kekasih, “Wahai Ibrâhîm, sesungguhnya engkau telah memenuhi panggilan wahyu melalui mimpi dengan tenang, dan engkau tidak ragu-ragu dalam melaksanakannya.

Cukuplah bagimu itu semua. Sesungguhnya Kami akan meringankan cobaan Kami untukmu sebagai balasan atas kebaikanmu, seperti halnya Kami membalas orang-orang yang berbuat baik karena kebaikan mereka.”

Surah As-Saffat Ayat 106
إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ

Terjemahan: Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Tafsir Jalalain: إِنَّ هَٰذَا (Sesungguhnya ini) penyembelihan yang diperintahkan ini لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ (benar-benar suatu ujian yang nyata) atau cobaan yang jelas.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman: إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ (“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”) yakni ujian yang sangat jelas, dimana Allah swt. memerintahkan Ibrahim supaya menyembelih anaknya, lalu ia bersegera melaksanakan hal tersebut dengan berserah diri dan pasrah kepada-Nya serta tunduk patuh di dalam mentaati-Nya. oleh karena itu, Dia berfirman: wa ibraaHiimal ladzii waffaa (“Dan Ibrahim yang telah menyempurnakan [ujiannya].”)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini ditegaskan bahwa apa yang dialami Ibrahim dan putranya itu merupakan batu ujian yang amat berat. Memang hak Allah untuk menguji hamba yang dikehendaki-Nya dengan bentuk ujian yang dipilih-Nya berupa beban dan kewajiban yang berat. Bila ujian itu telah ditetapkan, tidak seorang pun yang dapat menolak dan menghindarinya. Di balik cobaan-cobaan yang berat itu, tentu terdapat hikmah dan rahasia yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia.

Ismail yang semula dijadikan kurban untuk menguji ketaatan Ibrahim, diganti Allah dengan seekor domba besar yang putih bersih dan tidak ada cacatnya. Peristiwa penyembelihan kambing oleh Nabi Ibrahim ini yang menjadi dasar ibadah kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah, dilanjutkan oleh syariat Nabi Muhammad. Ibadah kurban ini dilaksanakan pada hari raya haji/raya kurban atau pada hari-hari tasyriq, yakni tiga hari berturut-turut sesudah hari raya kurban, tanggal 11, 12, 13 Zulhijah.

Hewan kurban terdiri dari binatang-binatang ternak seperti unta, sapi, kerbau, dan kambing. Diisyaratkan binatang kurban itu tidak cacat badannya, tidak sakit, dan cukup umur. Menyembelih binatang untuk kurban ini hukumnya sunnah muakkadah(sunah yang ditekankan).

Firman Allah: Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). (al-Kautsar/108: 2)

Dengan disyariatkannya ibadah kurban dalam agama Islam, maka peristiwa Ibrahim menyembelih anaknya akan tetap dikenang selama-lamanya dan diikuti oleh umatnya. Ibadah kurban juga menyemarakkan agama Islam karena daging-daging kurban itu dibagi-bagikan kepada masyarakat terutama kepada fakir miskin.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya cobaan yang Kami berikan kepada Ibrâhîm dan anaknya adalah bentuk cobaan yang menjelaskan inti keimanan dan keyakinan mereka kepada Tuhan semesta alam.

Surah As-Saffat Ayat 107
وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٍ

Terjemahan: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Tafsir Jalalain: وَفَدَيۡنَٰهُ (Dan Kami tebus anak itu) maksudnya, anak yang diperintahkan untuk disembelih (Nabi Ismail). Menurut suatu pendapat bahwa anak yang disembelih itu adalah Nabi Ishak بِذِبۡحٍ (dengan seekor sembelihan) yakni dengan domba عَظِيمٍ (yang besar) dari surga, yaitu domba yang sama dengan domba yang dijadikan kurban oleh Habil. Domba itu dibawa oleh malaikat Jibril, lalu Nabi Ibrahim menyembelihnya seraya membaca takbir.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107) Menurut pendapat yang sahih, tebusan tersebut berupa seekor kambing gibasy.

As-Sauri telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107) Ibnu Abbas mengatakan bahwa sembelihan itu adalah seekor kambing gunung.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini ditegaskan bahwa apa yang dialami Ibrahim dan putranya itu merupakan batu ujian yang amat berat. Memang hak Allah untuk menguji hamba yang dikehendaki-Nya dengan bentuk ujian yang dipilih-Nya berupa beban dan kewajiban yang berat. Bila ujian itu telah ditetapkan, tidak seorang pun yang dapat menolak dan menghindarinya. Di balik cobaan-cobaan yang berat itu, tentu terdapat hikmah dan rahasia yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia.

Ismail yang semula dijadikan kurban untuk menguji ketaatan Ibrahim, diganti Allah dengan seekor domba besar yang putih bersih dan tidak ada cacatnya.

Peristiwa penyembelihan kambing oleh Nabi Ibrahim ini yang menjadi dasar ibadah kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah, dilanjutkan oleh syariat Nabi Muhammad. Ibadah kurban ini dilaksanakan pada hari raya haji/raya kurban atau pada hari-hari tasyriq, yakni tiga hari berturut-turut sesudah hari raya kurban, tanggal 11, 12, 13 Zulhijah.

Hewan kurban terdiri dari binatang-binatang ternak seperti unta, sapi, kerbau, dan kambing. Diisyaratkan binatang kurban itu tidak cacat badannya, tidak sakit, dan cukup umur. Menyembelih binatang untuk kurban ini hukumnya sunnah muakkadah(sunah yang ditekankan).

Firman Allah: Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). (al-Kautsar/108: 2)

Dengan disyariatkannya ibadah kurban dalam agama Islam, maka peristiwa Ibrahim menyembelih anaknya akan tetap dikenang selama-lamanya dan diikuti oleh umatnya. Ibadah kurban juga menyemarakkan agama Islam karena daging-daging kurban itu dibagi-bagikan kepada masyarakat terutama kepada fakir miskin.

Tafsir Quraish Shihab: Kami menebus anak itu dengan sembelihan yang besar, sebab datangnya atas perintah Allah.

Surah As-Saffat Ayat 108
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ

Terjemahan: Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,

Tafsir Jalalain: وَتَرَكْنَا (Kami abadikan) Kami lestarikan عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ (untuk Ibrahim itu di kalangan orang-orang yang datang kemudian) pujian yang baik.

Tafsir Kemenag: Ayat-ayat ini menerangkan bahwa umat manusia dari berbagai agama (samawi) dan golongan mencintai Nabi Ibrahim sepanjang masa. Penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam menghormatinya dan memuji namanya, bahkan kaum musyrik Arab mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Islam (Ibrahim).

Demikianlah Allah memenuhi permohonan Nabi Ibrahim ketika berdoa: Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan. (asy-Syu’ara’/26: 84-85)

Kemudian Allah memberikan penghargaan kepada Ibrahim bahwa Dia memberikan salam sejahtera kepadanya. Salam sejahtera untuk Ibrahim ini terus hidup di tengah-tengah umat manusia bahkan juga di kalangan malaikat.

Dengan demikian, ada tiga pahala yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu seekor kambing besar yang didatangkan kepadanya sebagai ganti dari anaknya, pengabadian yang memberi keharuman namanya sepanjang masa, dan ucapan salam sejahtera dari Tuhan dan manusia. Begitulah Allah memberikan ganjaran kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat kebaikan. Semua ganjaran itu sebagai imbalan ketaatannya melaksanakan perintah Allah.

Ibrahim mencapai prestasi yang tinggi itu karena dorongan iman yang kuat dan keikhlasan ibadahnya kepada Allah sehingga dia termasuk hamba-hamba-Nya yang beriman.

Tafsir Quraish Shihab: Kami abadikan Ibrâhîm dengan pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang setelahnya.

Surah As-Saffat Ayat 109
سَلَٰمٌ عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ

Terjemahan: (yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.

Tafsir Jalalain: سَلَٰمٌ (“Kesejahteraan) dari Kami عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ (dilimpahkan atas Ibrahim.”).

Tafsir Ibnu Katsir: سَلَٰمٌ (“Kesejahteraan) dari Kami عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ (dilimpahkan atas Ibrahim.”).

Tafsir Kemenag: Ayat-ayat ini menerangkan bahwa umat manusia dari berbagai agama (samawi) dan golongan mencintai Nabi Ibrahim sepanjang masa. Penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam menghormatinya dan memuji namanya, bahkan kaum musyrik Arab mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Islam (Ibrahim).

Demikianlah Allah memenuhi permohonan Nabi Ibrahim ketika berdoa: Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan. (asy-Syu’ara’/26: 84-85)

Kemudian Allah memberikan penghargaan kepada Ibrahim bahwa Dia memberikan salam sejahtera kepadanya. Salam sejahtera untuk Ibrahim ini terus hidup di tengah-tengah umat manusia bahkan juga di kalangan malaikat.

Dengan demikian, ada tiga pahala yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu seekor kambing besar yang didatangkan kepadanya sebagai ganti dari anaknya, pengabadian yang memberi keharuman namanya sepanjang masa, dan ucapan salam sejahtera dari Tuhan dan manusia.

Begitulah Allah memberikan ganjaran kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat kebaikan. Semua ganjaran itu sebagai imbalan ketaatannya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim mencapai prestasi yang tinggi itu karena dorongan iman yang kuat dan keikhlasan ibadahnya kepada Allah sehingga dia termasuk hamba-hamba-Nya yang beriman.

Tafsir Quraish Shihab: Salam kesejahteraan dilimpahkan kepada Ibrâhîm.

Surah As-Saffat Ayat 110
كَذَٰلِكَ نَجۡزِى ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Terjemahan: Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Tafsir Jalalain: كَذَٰلِكَ (Demikianlah) sebagaimana Kami memberikan imbalan pahala kepada Ibrahim نَجۡزِى ٱلۡمُحۡسِنِينَ (kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik) terhadap diri mereka sendiri.

Tafsir Kemenag: Ayat-ayat ini menerangkan bahwa umat manusia dari berbagai agama (samawi) dan golongan mencintai Nabi Ibrahim sepanjang masa. Penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam menghormatinya dan memuji namanya, bahkan kaum musyrik Arab mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Islam (Ibrahim).

Demikianlah Allah memenuhi permohonan Nabi Ibrahim ketika berdoa: Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan. (asy-Syu’ara’/26: 84-85)

Kemudian Allah memberikan penghargaan kepada Ibrahim bahwa Dia memberikan salam sejahtera kepadanya. Salam sejahtera untuk Ibrahim ini terus hidup di tengah-tengah umat manusia bahkan juga di kalangan malaikat.

Baca Juga:  Surah As-Saffat Ayat 11-19; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dengan demikian, ada tiga pahala yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu seekor kambing besar yang didatangkan kepadanya sebagai ganti dari anaknya, pengabadian yang memberi keharuman namanya sepanjang masa, dan ucapan salam sejahtera dari Tuhan dan manusia. Begitulah Allah memberikan ganjaran kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat kebaikan.

Semua ganjaran itu sebagai imbalan ketaatannya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim mencapai prestasi yang tinggi itu karena dorongan iman yang kuat dan keikhlasan ibadahnya kepada Allah sehingga dia termasuk hamba-hamba-Nya yang beriman.

Tafsir Quraish Shihab: Seperti balasan yang menolak bencana itu, Kami akan memberi balasan orang-orang yang berbuat baik dengan melaksanakan semua perintah Allah.

Surah As-Saffat Ayat 111
إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Terjemahan: Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Tafsir Jalalain: إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.).

Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.).

Tafsir Kemenag: Ayat-ayat ini menerangkan bahwa umat manusia dari berbagai agama (samawi) dan golongan mencintai Nabi Ibrahim sepanjang masa. Penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam menghormatinya dan memuji namanya, bahkan kaum musyrik Arab mengakui bahwa agama mereka juga mengikuti agama Islam (Ibrahim).

Demikianlah Allah memenuhi permohonan Nabi Ibrahim ketika berdoa: Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan. (asy-Syu’ara’/26: 84-85)

Kemudian Allah memberikan penghargaan kepada Ibrahim bahwa Dia memberikan salam sejahtera kepadanya. Salam sejahtera untuk Ibrahim ini terus hidup di tengah-tengah umat manusia bahkan juga di kalangan malaikat.

Dengan demikian, ada tiga pahala yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu seekor kambing besar yang didatangkan kepadanya sebagai ganti dari anaknya, pengabadian yang memberi keharuman namanya sepanjang masa, dan ucapan salam sejahtera dari Tuhan dan manusia. Begitulah Allah memberikan ganjaran kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat kebaikan.

Semua ganjaran itu sebagai imbalan ketaatannya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim mencapai prestasi yang tinggi itu karena dorongan iman yang kuat dan keikhlasan ibadahnya kepada Allah sehingga dia termasuk hamba-hamba-Nya yang beriman.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Ibrâhîm termasuk hamba-hamba Kami yang tunduk pada kebenaran.

Surah As-Saffat Ayat 112
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ

Terjemahan: Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.

Tafsir Jalalain: وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ (Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishak) dengan adanya ayat ini dapat disimpulkan, bahwa anak yang disembelih itu bukanlah Nabi Ishak tetapi anak Nabi Ibrahim yang lainnya, yaitu Nabi Ismail نَبِيًّا (seorang nabi) menjadi Hal dari lafal yang diperkirakan keberadaannya, artinya kelak ia akan menjadi seorang nabi مِنَ الصَّالِحِينَ (yang termasuk orang-orang yang saleh.)

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan [kelahiran] Ishaq, seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang shalih.”) sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu mengenai kabar gembira dengan anaknya yang disembelih, yaitu Isma’il, maka Allah pun menyebutkan kabar gembira dengan kedatangan saudaranya, Ishaq as. Dan masalah ini telah diuraikan dalam dua surah, yaitu surah Huud dan surah al-Hijr.

Firman Allah: نَبِيًّا [“Seorang Nabi”] dengan pengertian bahwa dia akan menjadi seorang Nabi yang shalih.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menyampaikan berita gembira kepada Ibrahim tentang akan lahirnya seorang putra dari istrinya yang pertama, Sarah. Berita ini disampaikan oleh malaikat, yang menyamar sebagai manusia, ketika bertamu ke rumahnya padahal ketika itu Sarah sudah tua. Firman Allah:

Maka dia (Ibrahim) merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, “Janganlah kamu takut,” dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Kemudian istrinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk wajahnya sendiri seraya berkata, “(Aku ini) seorang perempuan tua yang mandul.” Mereka berkata, “Demikianlah Tuhanmu berfirman. Sungguh, Dialah Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui.” (adz-dzariyat/51: 28-30)

Malaikat juga memberitahukan bahwa Ishak itu adalah seorang nabi dan darinya akan diturunkan Yakub yang juga seorang nabi. Keduanya adalah termasuk hamba-hamba Allah yang saleh, orang yang suka berbuat kebajikan, dan membawa kemaslahatan kepada umatnya.

Mengenai berita kelahiran Ishak ini, diberitakan Allah juga dalam surah-surah lain seperti dalam Surah Hud/11: 69-73, Surah Maryam/19: 49 dan Surah al-Anbiya’/21: 72.

Di kalangan ulama tafsir terdapat pendapat bahwa Ishaklah yang akan disembelih oleh Ibrahim untuk memenuhi perintah Tuhan, bukan kakaknya Ismail. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip keterangan al-Bagawi menyatakan bahwa Umar, Ali, Ibnu Mas’ud dan al-‘Abbas (Ibnu ‘Abbas) berpendapat Ishaklah yang akan dijadikan korban itu.

Sumber pendapat demikian ini adalah dari orang Yahudi yang masuk agama Islam. Menurut Ibnu Katsir, semua pendapat yang mengatakan bahwa Ishak yang akan disembelih bersumber dari Ka’bul-Akhbar. Dia seorang Yahudi yang masuk Islam pada zaman Khalifah Umar, dan membacakan isi kitab Taurat itu kepada Umar.

Berbicara masalah perbedaan pendapat tentang sembelihan ini, Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad mengatakan bahwa pendapat yang benar menurut ulama-ulama sahabat, para tabiin, dan ulama-ulama kemudian, Ismaillah yang menjadi sembelihan Ibrahim.

Pendapat yang mengatakan sembelihan itu Ishak sangat salah dipandang dari pelbagai segi. Ibnu Taimiyah, sebagaimana dikutip Ibnu al-Qayyim, berkata, “Pendapat tersebut dilancarkan oleh Ahli Kitab, padahal ia bertentangan dengan isi kitab sendiri.”

Dalam kitab Taurat dikatakan bahwasanya Allah memerintahkan Ibrahim menyembelih anaknya yang pertama lahir. Baik orang Islam maupun Ahli Kitab sepakat bahwa putra yang pertama kali lahir adalah Ismail. Akan tetapi kemudian, mereka melakukan pemutarbalikan isi Taurat dengan mencantumkan kata-kata: Sembelihlah anakmu Ishak.

Menurut Ibnu Taimiyah, “Itulah tambahan hasil pemutarbalikan orang Yahudi, karena tambahan itu bertentangan dengan kata-kata anak pertama, satu-satunya kedengkian mereka kepada keturunan Ismail yang memperoleh kemuliaan, menyebabkan mereka melakukan pemalsuan isi kitab ini.”

Alasan kedua yang dikemukakan Ibnu Taimiyah didasarkan pada keterangan Al-Qur’an: Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan setelah Ishak (akan lahir) Yakub. (Hud/11: 71)

Allah mengabarkan kepada Sarah akan kelahiran Ishak, yang akan menurunkan anak yang bernama Yakub. Maka tidaklah mungkin Allah menyampaikan kelahiran Ishak lalu memerintahkan menyembelihnya padahal telah dinyatakan darinya akan diturunkan Yakub.

Bagaimana mungkin Yakub lahir ke dunia kalau bapaknya dijadikan sembelihan, padahal dia dijanjikan akan lahir dari keturunan Ishak? Jadi kalau demikian bukanlah Ishak yang dijadikan sembelihan tetapi Ismail.

Alasan ketiga Ibnu Taimiyah menunjuk berita Ibrahim dan anaknya dalam Surah ash-shaffat ini. Dalam ayat 103-111 diceritakan ketika Ibrahim akan menyembelih anaknya untuk melaksanakan perintah Allah, lalu datang suara menegurnya dari belakang, yang menyeru bahwa Ibrahim dengan tindakannya itu dipandang sudah melaksanakan perintah Allah. Atas ketaatannya yang tulus itu, Ibrahim memperoleh pahala dan pujian dari Allah.

Sesudah peristiwa itu, Allah lalu memberitahu Ibrahim tentang kelahiran Ishak, sebagai ganjaran Allah atas kesabaran dan ketaatannya. Dengan demikian, tentu bukan Ishak yang akan disembelih, karena dia belum lahir.

Alasan keempat: bahwa peristiwa Ibrahim akan menyembelih anaknya itu terjadi di dekat Mekah, tidak ada yang meragukan. Oleh karena itu, ibadah kurban diadakan pada hari raya haji. Juga sa’i antara Safa dan Marwah serta melempar jumrah dalam ibadah haji merupakan kenangan pada peristiwa yang menimpa Ismail dan ibunya. Seperti diketahui, Ismail dan ibunya tinggal di Mekah.

Waktu dan tempat ibadah kurban selalu dihubungkan dengan Baitulharam. Jika sekiranya Ishak yang akan dijadikan sembelihan, tentulah upacara ibadah kurban diadakan di tempat dimana Ishak tinggal (Syam), tidak di Mekah.

Demikianlah beberapa alasan yang dikemukakan Ibnu Taimiyah untuk membantah pendapat yang mengatakan bahwa Ishak yang menjadi sembelihan itu. (Lihat juga keterangan yang terdapat dalam kosakata Ibrahim dan Ismail).

Tafsir Quraish Shihab: Dengan perintah Kami, malaikat memberi kabar gembira kepadanya berupa kedatangan seorang anak, yaitu Ishâq, meskipun istrinya mandul dan sudah putus asa untuk mendapatkan anak. Anak itu nantinya akan menjadi seorang nabi yang termasuk orang-orang saleh.

Surah As-Saffat Ayat 113
وَبَٰرَكۡنَا عَلَيۡهِ وَعَلَىٰٓ إِسۡحَٰقَ وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحۡسِنٌ وَظَالِمٌ لِّنَفۡسِهِۦ مُبِينٌ

Terjemahan: Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang Zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.

Tafsir Jalalain: وَبَٰرَكۡنَا عَلَيۡهِ (Kami limpahkan keberkatan atasnya) dengan diperbanyak anak cucunya وَعَلَىٰٓ إِسۡحَٰقَ (dan atas Ishak) anak Nabi Ibrahim, yaitu Kami menjadikan kebanyakan para nabi dari keturunannya.

وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحۡسِنٌ (Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik) maksudnya, yang beriman وَظَالِمٌ لِّنَفۡسِهِ (dan ada pula yang lalim terhadap dirinya sendiri) yang kafir مُبِينٌ (dengan nyata) nyata kekafirannya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Swt.: Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (Ash-Shaffat: 113) Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya: Difirmankan, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu.

Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami. (Hud: 48)”

Tafsir Kemenag: Ayat ini menjelaskan bahwa keberkahan dan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat dilimpahkan Allah kepada Ibrahim dan Ishak. Dari keduanya lahir keturunan yang tersebar luas dan dari keturunan mereka banyak muncul para nabi dan rasul. Orang Islam disuruh agar selalu memohon kepada Tuhan setiap kali salat kiranya Ibrahim dan keluarganya diberi berkah dan kebahagiaan.

Dari anak cucu mereka yang menyebar luas di muka bumi, ada yang berbuat kebaikan dan ada pula yang zalim terhadap dirinya sendiri. Mereka yang berbuat baik ialah mereka yang beriman kepada Allah, menjunjung tinggi perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan petunjuk rasul-rasul-Nya.

Adapun mereka yang berbuat zalim terhadap dirinya ialah mereka yang mengingkari agama yang dibawa para rasul serta berbuat fasik dan kemaksiatan.

Ayat ini mengingatkan manusia bahwa dari keluarganya yang mulia dan terhormat, kemungkinan lahir turunan yang baik atau jelek. Keturunan atau ras tidak memberikan jaminan untuk menjadi mulia atau hina bagi keturunan karena hal itu masih tergantung kepada usaha pendidikan dan pembinaan terhadap anak.

Ibrahim, Ishak, dan Yakub adalah orang-orang yang dinyatakan Allah telah mencapai tingkat kemuliaan. Firman Allah: Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak, dan Yakub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi). (shad/38: 45)

Akan tetapi, keturunan Yakub yang disebut Bani Israil, baik dalam sejarah kuno maupun sejarah modern, banyak sekali mengalami penderitaan dan penghinaan. Penyebabnya adalah karena mereka berbuat zalim terhadap diri mereka sendiri, durhaka terhadap leluhur mereka, dan meninggalkan petunjuk Allah dan para nabi.

Tafsir Quraish Shihab: Ibrâhîm dan anaknya Kami berikan keberkahan dan kebaikan di dunia dan akhirat. Di antara anak keturunannya ada yang berbuat baik dengan keimanan dan ketaatan, dan ada pula yang menzalimi diri sendiri dan jelas-jelas tersesat karena kekafiran dan kemaksiatan yang dilakukannya.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah As-Saffat Ayat 99-113 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S