Surah Asy Syu’ara Ayat 10-22; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Asy Syu'ara Ayat 10-22

Pecihitam.org – Kandungan Surah Asy Syu’ara Ayat 10-22 ini, Allah menyuruh Nabi Muhammad menceritakan kepada kaumnya yang kafir cerita Nabi Musa a.s. yang berhadapan dengan Fir’aun. Kisah ini dimulai ketika Nabi Musa masih di bukit Sinai, dia menerima perintah supaya pergi ke Mesir menyeru Fir’aun bersama kaumnya yang telah sesat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mereka adalah kaum yang senantiasa berbuat zalim yang telah lama memperbudak Bani Israil dan berlaku sewenang-wenang terhadap mereka. Nabi Musa diperintahkan menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya yang demikian congkak dan sombong. Kaum yang menganggap diri mereka keturunan dewa-dewa, sedangkan bangsa lain adalah bangsa yang hina, termasuk bangsa Israil, kaum Musa sendiri.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Asy Syu’ara Ayat 10-15

Surah Asy Syu’ara Ayat 10
وَإِذْ نَادَى رَبُّكَ مُوسَى أَنِ ائْتِ الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Terjemahan: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): “Datangilah kaum yang zalim itu,

Tafsir Jalalain: وَ (Dan) ceritakanlah, hai Muhammad!, kepada kaummu نَادَى رَبُّكَ مُوسَى (ketika Rabbmu menyeru Musa) melalui firman-Nya pada malam ketika ia melihat api dan pohon أَنِ (“Bahwasanya) hendaknya ائْتِ الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (datangilah kaum yang zalim itu), datanglah kamu kepada mereka sebagai seorang Rasul.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan Firman-Nya), “Datanglah kaum yang zalim itu, (yaitu) kaum Firaun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku.

Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku, maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.Allah berfirman, “Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat) sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan).

Maka datanglah kamu berdua kepada Fir’aun dan katakanlah olehmu, ‘Sesungguhnya kami adalah rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.’ Fir’aun menjawab, ‘Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih anak-anak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas budi.

‘Berkata Musa, ‘Aku telah melakukannya, sedangkan aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kalian ketika aku takut kepada kalian, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil.”

Allah Swt. menceritakan tentang perintah-Nya kepada hamba, rasul, dan Kalim-Nya, yaitu Musa a.s. ketika Dia menyerunya dari sisi kanan Bukit Tur; saat itu Allah berbicara langsung dengannya dan mengangkatnya menjadi seorang utusan.

Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar pergi menemui Fir’aun dan bala tentaranya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: “Datangilah kaum-kaum yang zalim itu, (yaitu) kaum Firaun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku.

Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku, maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku. (Asy-Syu’ara’: 10-14) Ini merupakan alasan, yang dimaksudkan ialah memohon kepada Allah agar hambatan-hambatan tersebut dilenyapkan darinya.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menyuruh Nabi Muhammad menceritakan kepada kaumnya yang kafir cerita Nabi Musa a.s. yang berhadapan dengan Fir’aun. Kisah ini dimulai ketika Nabi Musa masih di bukit Sinai, dia menerima perintah supaya pergi ke Mesir menyeru Fir’aun bersama kaumnya yang telah sesat. Mereka adalah kaum yang senantiasa berbuat zalim yang telah lama memperbudak Bani Israil dan berlaku sewenang-wenang terhadap mereka.

Nabi Musa diperintahkan menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya yang demikian congkak dan sombong. Kaum yang menganggap diri mereka keturunan dewa-dewa, sedangkan bangsa lain adalah bangsa yang hina, termasuk bangsa Israil, kaum Musa sendiri.

Fir’aun mempunyai kerajaan yang kuat serta tentara yang berani dan lengkap persenjataannya. Kepada Fir’aun dan kaumnya itu, Musa diperintahkan Allah untuk menyeru mereka agar mengubah kepercayaan yang telah mendarah daging menjadi orang yang beriman dan bertakwa dengan meninggalkan segala perbuatan dan kepercayaan yang tidak benar itu. Tentu saja Musa agak merasa cemas dan khawatir akan nasibnya berhadapan dengan kaum yang kasar dan sombong itu.

Tafsir Quraish Shihab: Dan ingatkanlah kaummu, wahai Muhammad, kisah tentang Musa saat diseru oleh Tuhanmu, “Wahai Musa, pergilah kamu sebagai seorang rasul kepada satu kaum yang telah menzalimi diri mereka sendiri dengan kekafiran dan menzalimi Bani Israil dengan memperbudak dan membunuh anak-anak lelaki mereka.

Surah Asy Syu’ara Ayat 11
قَوْمَ فِرْعَوْنَ أَلَا يَتَّقُونَا

Terjemahan: (yaitu) kaum Fir’aun. Mengapa mereka tidak bertakwa?”

Tafsir Jalalain: قَوْمَ فِرْعَوْنَ (Yaitu kaum Firaun) terutama Firaun sendiri, mereka telah berbuat aniaya terhadap diri mereka sendiri dengan kekafiran mereka kepada Allah dan penindasan mereka kepada kaum Bani Israel أَلَا (mengapa mereka tidak) Istifham di sini bermakna sanggahan يَتَّقُونَا (bertakwa?”) kepada Allah dengan menaati-Nya,.

Tafsir Ibnu Katsir: Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar pergi menemui Fir’aun dan bala tentaranya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: “Datangilah kaum-kaum yang zalim itu, (yaitu) kaum Firaun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku.

Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku, maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku. (Asy-Syu’ara’: 10-14) Ini merupakan alasan, yang dimaksudkan ialah memohon kepada Allah agar hambatan-hambatan tersebut dilenyapkan darinya.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menyuruh Nabi Muhammad menceritakan kepada kaumnya yang kafir cerita Nabi Musa a.s. yang berhadapan dengan Fir’aun. Kisah ini dimulai ketika Nabi Musa masih di bukit Sinai, dia menerima perintah supaya pergi ke Mesir menyeru Fir’aun bersama kaumnya yang telah sesat. Mereka adalah kaum yang senantiasa berbuat zalim yang telah lama memperbudak Bani Israil dan berlaku sewenang-wenang terhadap mereka.

Nabi Musa diperintahkan menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya yang demikian congkak dan sombong. Kaum yang menganggap diri mereka keturunan dewa-dewa, sedangkan bangsa lain adalah bangsa yang hina, termasuk bangsa Israil, kaum Musa sendiri.

Fir’aun mempunyai kerajaan yang kuat serta tentara yang berani dan lengkap persenjataannya. Kepada Fir’aun dan kaumnya itu, Musa diperintahkan Allah untuk menyeru mereka agar mengubah kepercayaan yang telah mendarah daging menjadi orang yang beriman dan bertakwa dengan meninggalkan segala perbuatan dan kepercayaan yang tidak benar itu. Tentu saja Musa agak merasa cemas dan khawatir akan nasibnya berhadapan dengan kaum yang kasar dan sombong itu.

Tafsir Quraish Shihab: Datangilah kaum Fir’aun itu, karena mereka selalu melakukan kezaliman. Sungguh mereka adalah orang-orang yang aneh! Bagaimana mungkin mereka tidak takut dan waspada akan akibat buruk dari kezaliman yang mereka lakukan?”

Surah Asy Syu’ara Ayat 12
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ

Terjemahan: Berkata Musa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku.

Tafsir Jalalain: قَالَ (Berkata) Musa, رَبِّ إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ (“Ya Rabbku! Sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku).

Tafsir Ibnu Katsir: قَالَ رَبِّ إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ ( Berkata Musa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku.)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menerangkan bagaimana tanggapan Musa a.s. terhadap perintah Tuhannya. Musa a.s. menyadari sepenuhnya bahwa dia harus melaksanakan perintah Allah karena merupakan tugasnya sebagai rasul. Akan tetapi, Musa a.s. membayangkan bagaimana kaum Fir’aun itu telah tersesat dari jalan yang benar.

Ia juga tahu bagaimana keras dan kasarnya sikap mereka terhadap orang yang menentang kepercayaan mereka, sedangkan dia sendiri merasa sebagai seorang yang lemah tak berdaya. Musa merasa sangat khawatir kalau kaum Fir’aun itu menuduhnya sebagai seorang pembohong dan pendusta.

Apalagi jika terjadi perdebatan yang sengit dengan Fir’aun dan kaumnya, Musa yang tidak begitu fasih lidahnya akan menjadi gugup dalam memberikan alasan yang tepat dan kuat, sehingga menjadi sempitlah dadanya ketika menghadapi mereka.

Musa mengadukan semua yang dirasakannya kepada Allah dan memohon agar Dia mengangkat Harun a.s., saudaranya, menjadi rasul untuk membantu dan menolongnya. Harun adalah seorang yang fasih lidahnya dan pandai mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya dengan bahasa yang baik dan menarik. Hal ini disebutkan pula pada ayat lain:

Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku. (thaha/20: 25-32).

Demikian pula disebutkan dalam firman-Nya yang lain yaitu: Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku.” (al-Qasas/28: 34).

Musa merasa khawatir kalau dia menghadapi Fir’aun dan kaumnya seorang diri karena pernah membunuh seorang Qibthi (penduduk Mesir asli) dengan tidak sengaja. Hal itu terjadi ketika Musa melihat perkelahian yang terjadi antara orang Qibthi itu dengan seorang Bani Israil.

Ia berniat membantu anggota kaumnya tersebut dan memukul orang Qibthi itu dengan kuat sehingga jatuh dan langsung meninggal. Musa khawatir akan dibunuh oleh kaum Fir’aun karena peristiwa tersebut, sehingga dia tidak dapat menyampaikan dakwahnya. Akan tetapi, seandainya Harun di sampingnya dan dia mati terbunuh, maka saudaranya itu dapat melanjutkan risalahnya.

Jadi permintaan Musa supaya Harun diangkat menjadi rasul untuk membantunya bukan karena ia takut mati dalam menyampaikan dakwah dan risalahnya, tetapi agar dakwah dan risalahnya itu jangan terhenti kalau dia meninggal, karena dilanjutkan oleh saudaranya, Harun.

Tafsir Quraish Shihab: Musa berkata, “Wahai Tuhanku, aku sungguh khawatir mereka tidak akan menerima risalahku ini, karena sikap pongah dan membangkang yang ada pada mereka.

Surah Asy Syu’ara Ayat 13
وَيَضِيقُ صَدْرِي وَلَا يَنطَلِقُ لِسَانِي فَأَرْسِلْ إِلَى هَارُونَ

Terjemahan: Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun.

Tafsir Jalalain: (Dan akan terasa sempit dadaku) karena mereka mendustakan aku (sedangkan lidahku tidak lancar) untuk menyampaikan risalah yang dibebankan kepadaku, karena lisanku pelat (maka utuslah) saudaraku (Harun) bersamaku.

Baca Juga:  Surah At-Taubah Ayat 70; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: وَيَضِيقُ صَدْرِي وَلَا يَنطَلِقُ لِسَانِي فَأَرْسِلْ إِلَى هَارُونَ (Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun.)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menerangkan bagaimana tanggapan Musa a.s. terhadap perintah Tuhannya. Musa a.s. menyadari sepenuhnya bahwa dia harus melaksanakan perintah Allah karena merupakan tugasnya sebagai rasul. Akan tetapi, Musa a.s. membayangkan bagaimana kaum Fir’aun itu telah tersesat dari jalan yang benar.

Ia juga tahu bagaimana keras dan kasarnya sikap mereka terhadap orang yang menentang kepercayaan mereka, sedangkan dia sendiri merasa sebagai seorang yang lemah tak berdaya. Musa merasa sangat khawatir kalau kaum Fir’aun itu menuduhnya sebagai seorang pembohong dan pendusta.

Apalagi jika terjadi perdebatan yang sengit dengan Fir’aun dan kaumnya, Musa yang tidak begitu fasih lidahnya akan menjadi gugup dalam memberikan alasan yang tepat dan kuat, sehingga menjadi sempitlah dadanya ketika menghadapi mereka.

Musa mengadukan semua yang dirasakannya kepada Allah dan memohon agar Dia mengangkat Harun a.s., saudaranya, menjadi rasul untuk membantu dan menolongnya. Harun adalah seorang yang fasih lidahnya dan pandai mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya dengan bahasa yang baik dan menarik. Hal ini disebutkan pula pada ayat lain:

Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku. (thaha/20: 25-32).

Demikian pula disebutkan dalam firman-Nya yang lain yaitu: Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku.” (al-Qasas/28: 34).

Musa merasa khawatir kalau dia menghadapi Fir’aun dan kaumnya seorang diri karena pernah membunuh seorang Qibthi (penduduk Mesir asli) dengan tidak sengaja. Hal itu terjadi ketika Musa melihat perkelahian yang terjadi antara orang Qibthi itu dengan seorang Bani Israil.

Ia berniat membantu anggota kaumnya tersebut dan memukul orang Qibthi itu dengan kuat sehingga jatuh dan langsung meninggal. Musa khawatir akan dibunuh oleh kaum Fir’aun karena peristiwa tersebut, sehingga dia tidak dapat menyampaikan dakwahnya. Akan tetapi, seandainya Harun di sampingnya dan dia mati terbunuh, maka saudaranya itu dapat melanjutkan risalahnya.

Jadi permintaan Musa supaya Harun diangkat menjadi rasul untuk membantunya bukan karena ia takut mati dalam menyampaikan dakwah dan risalahnya, tetapi agar dakwah dan risalahnya itu jangan terhenti kalau dia meninggal, karena dilanjutkan oleh saudaranya, Harun.

Tafsir Quraish Shihab: Lalu aku merasa geram mendapati mereka mendustakan aku, sehingga lidahku menjadi kelu untuk melontarkan bukti-bukti yang ingin kupaparkan. Dari itu, utuslah Jibril ‘alaihis salam.
kepada Harun, saudaraku, untuk membantuku mengemban tugas ini.

Surah Asy Syu’ara Ayat 14
وَلَهُمْ عَلَيَّ ذَنبٌ فَأَخَافُ أَن يَقْتُلُونِ

Terjemahan: Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku”.

Tafsir Jalalain: (Dan aku berdosa terhadap mereka) disebabkan aku telah membunuh seorang bangsa Kobtik (maka aku takut mereka akan membunuhku”) disebabkan aku telah membunuh salah seorang dari mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: وَلَهُمْ عَلَيَّ ذَنبٌ فَأَخَافُ أَن يَقْتُلُونِ ( Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku”.)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menerangkan bagaimana tanggapan Musa a.s. terhadap perintah Tuhannya. Musa a.s. menyadari sepenuhnya bahwa dia harus melaksanakan perintah Allah karena merupakan tugasnya sebagai rasul. Akan tetapi, Musa a.s. membayangkan bagaimana kaum Fir’aun itu telah tersesat dari jalan yang benar.

Ia juga tahu bagaimana keras dan kasarnya sikap mereka terhadap orang yang menentang kepercayaan mereka, sedangkan dia sendiri merasa sebagai seorang yang lemah tak berdaya. Musa merasa sangat khawatir kalau kaum Fir’aun itu menuduhnya sebagai seorang pembohong dan pendusta.

Apalagi jika terjadi perdebatan yang sengit dengan Fir’aun dan kaumnya, Musa yang tidak begitu fasih lidahnya akan menjadi gugup dalam memberikan alasan yang tepat dan kuat, sehingga menjadi sempitlah dadanya ketika menghadapi mereka.

Musa mengadukan semua yang dirasakannya kepada Allah dan memohon agar Dia mengangkat Harun a.s., saudaranya, menjadi rasul untuk membantu dan menolongnya. Harun adalah seorang yang fasih lidahnya dan pandai mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya dengan bahasa yang baik dan menarik. Hal ini disebutkan pula pada ayat lain:

Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku. (thaha/20: 25-32).

Demikian pula disebutkan dalam firman-Nya yang lain yaitu: Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku.” (al-Qasas/28: 34).

Musa merasa khawatir kalau dia menghadapi Fir’aun dan kaumnya seorang diri karena pernah membunuh seorang Qibthi (penduduk Mesir asli) dengan tidak sengaja. Hal itu terjadi ketika Musa melihat perkelahian yang terjadi antara orang Qibthi itu dengan seorang Bani Israil. Ia berniat membantu anggota kaumnya tersebut dan memukul orang Qibthi itu dengan kuat sehingga jatuh dan langsung meninggal.

Musa khawatir akan dibunuh oleh kaum Fir’aun karena peristiwa tersebut, sehingga dia tidak dapat menyampaikan dakwahnya. Akan tetapi, seandainya Harun di sampingnya dan dia mati terbunuh, maka saudaranya itu dapat melanjutkan risalahnya.

Jadi permintaan Musa supaya Harun diangkat menjadi rasul untuk membantunya bukan karena ia takut mati dalam menyampaikan dakwah dan risalahnya, tetapi agar dakwah dan risalahnya itu jangan terhenti kalau dia meninggal, karena dilanjutkan oleh saudaranya, Harun.

Tafsir Quraish Shihab: Lagi pula mereka telah menganggap aku bersalah karena telah membunuh salah seorang di antara mereka.
Aku khawatir, mereka–sebagai suatu bentuk pembalasan–akan lebih dulu membunuhku sebelum aku sempat melaksanakan tugas ini.
Dan ini menambah kekhawatiranku.”

Surah Asy Syu’ara Ayat 15
قَالَ كَلَّا فَاذْهَبَا بِآيَاتِنَا إِنَّا مَعَكُم مُّسْتَمِعُونَ

Terjemahan: Allah berfirman: “Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan),

Tafsir Jalalain: (Berfirman) Allah swt., (“Jangan takut!) mereka tidak akan dapat membunuhmu (Pergilah kamu berdua) yakni kamu dan saudaramu itu; ungkapan ayat ini lebih diprioritaskan kepada Mukhathab, karena pada kenyataannya Nabi Harun pada waktu itu sedang tidak bersamanya (dengan membawa ayat-ayat Kami, sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan.”) apa yang kalian katakan dan apa yang dikatakan oleh mereka tentang kalian. Keduanya dianggap seakan-akan orang banyak (bentuk jamak).

Tafsir Ibnu Katsir: (Asy-Syu’ara’: 15) Allah Swt. berfirman kepada Musa, “Janganlah kamu merasa takut terhadap sesuatu pun yang kamu pikirkan itu.” Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu: Allah berfirman, Kami akan membantumu dengan saudaramu,

dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang.(Al-Qasas: 35) Sedangkan firman Allah Swt.: maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat);

sesungguhnya Kami bersama kalian mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). (Asy-Syu’ara’: 15) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Taha: 46) Yaitu sesungguhnya Aku selalu bersama kamu berdua melalui pemeliharaan-Ku, penjagaan-Ku, pertolongan-Ku, dan dukungan-Ku.

Tafsir Kemenag: Pada ayat-ayat ini, Allah menegaskan kepada Musa a.s. bahwa semua yang dikhawatirkannya itu tidak akan terjadi. Dia tidak akan dapat dibunuh oleh Fir’aun karena Fir’aun tidak akan dapat berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Adapun permintaan Musa agar saudaranya, Harun, diangkat menjadi rasul telah dikabulkan oleh Allah.

Dengan begitu, perintah untuk pergi berdakwah kepada Fir’aun dan kaumnya dibebankan kepada Musa dan Harun. Di dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa permintaan Musa itu dikabulkan yaitu: Dia (Allah) berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa! (thaha/20: 36).

Allah menceritakan kepergian Musa dan Harun menyeru Fir’aun dan kaumnya kepada agama tauhid dengan membawa mukjizat yang akan menguatkan seruannya yaitu tongkat Musa yang dapat menjadi ular, dan tangannya bila dimasukkan ke ketiaknya akan menjadi putih bercahaya.

Untuk menghilangkan segala was-was dan kekhawatiran dalam hati Musa dan Harun, Allah menegaskan bahwa Ia selalu akan mendengar dan memperhatikan apa yang akan terjadi di kala keduanya telah berhadapan dengan Fir’aun. Hal ini dengan jelas diterangkan pada ayat lain yaitu:

Dia (Allah) berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (thaha/20: 46).

Allah menyuruh Musa dan Harun agar mengatakan dengan tegas kepada Fir’aun bahwa mereka datang menghadap kepadanya untuk menyampaikan bahwa mereka berdua adalah rasul yang diutus Allah, Tuhan semesta alam, kepadanya dan kaumnya. Selain itu keduanya harus meminta kepada Fir’aun agar membebaskan Bani Israil yang telah diperbudak selama ini.

Keduanya ingin membawa mereka kembali ke tanah suci Baitul Makdis, tanah tumpah darah mereka, di mana nenek moyang mereka semenjak dahulu kala telah berdiam di sana. Hal ini bertujuan agar mereka dapat dengan bebas memeluk agama tauhid tanpa ada tekanan atau hambatan dari siapa pun.

Dalam Tafsir al-Maragi diterangkan bahwa menurut riwayat, Bani Israil yang tinggal di Mesir diperbudak oleh Fir’aun dan kaumnya dalam waktu yang lama, yaitu selama 400 tahun. Fir’aun memang sangat berkuasa dan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, terutama Bani Israil. Menurut al-Qurtubi, sebagaimana dikutip oleh al-Maragi, Musa dan Harun harus menunggu satu tahun untuk dapat menghadap Fir’aun.

Tafsir Quraish Shihab: Allah berfirman kepada Musa, “Mereka tidak akan membunuhmu, dan Aku telah mengabulkan permohonanmu mengenai Harun. Maka berangkatlah kalian berdua dengan berbekal mukjizat-mukjizat-Ku. Aku akan menjaga kalian dan mendengarkan apa yang terjadi antara kalian dan Fir’aun. Dan kalian berdua akan mendapatkan kemenangan dan dukungan.

Surah Asy Syu’ara Ayat 16
فَأْتِيَا فِرْعَوْنَ فَقُولَا إِنَّا رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Baca Juga:  Surah Al-Kahfi Ayat 23-24; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Terjemahan: Maka datanglah kamu berdua kepada Fir’aun dan katakanlah olehmu: “Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam,

Tafsir Jalalain: فَأْتِيَا فِرْعَوْنَ فَقُولَا إِنَّا (Maka datanglah kamu berdua kepada Firaun dan katakanlah olehmu, “Sesungguhnya kami) yakni kamu berdua ini رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (adalah Rasul Rabb semesta alam) kepadamu.

Tafsir Ibnu Katsir: فَأْتِيَا فِرْعَوْنَ فَقُولَا إِنَّا رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (“Maka datanglah kamu berdua kepada Fir’aun dan katakanlah olehmu: ‘Sesungguhnya kami adalah Rasul Rabb semesta alam.’”)

Tafsir Kemenag: Pada ayat-ayat ini, Allah menegaskan kepada Musa a.s. bahwa semua yang dikhawatirkannya itu tidak akan terjadi. Dia tidak akan dapat dibunuh oleh Fir’aun karena Fir’aun tidak akan dapat berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Adapun permintaan Musa agar saudaranya, Harun, diangkat menjadi rasul telah dikabulkan oleh Allah.

Dengan begitu, perintah untuk pergi berdakwah kepada Fir’aun dan kaumnya dibebankan kepada Musa dan Harun. Di dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa permintaan Musa itu dikabulkan yaitu: Dia (Allah) berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa! (thaha/20: 36).

Allah menceritakan kepergian Musa dan Harun menyeru Fir’aun dan kaumnya kepada agama tauhid dengan membawa mukjizat yang akan menguatkan seruannya yaitu tongkat Musa yang dapat menjadi ular, dan tangannya bila dimasukkan ke ketiaknya akan menjadi putih bercahaya.

Untuk menghilangkan segala was-was dan kekhawatiran dalam hati Musa dan Harun, Allah menegaskan bahwa Ia selalu akan mendengar dan memperhatikan apa yang akan terjadi di kala keduanya telah berhadapan dengan Fir’aun. Hal ini dengan jelas diterangkan pada ayat lain yaitu:

Dia (Allah) berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (thaha/20: 46).

Allah menyuruh Musa dan Harun agar mengatakan dengan tegas kepada Fir’aun bahwa mereka datang menghadap kepadanya untuk menyampaikan bahwa mereka berdua adalah rasul yang diutus Allah, Tuhan semesta alam, kepadanya dan kaumnya. Selain itu keduanya harus meminta kepada Fir’aun agar membebaskan Bani Israil yang telah diperbudak selama ini.

Keduanya ingin membawa mereka kembali ke tanah suci Baitul Makdis, tanah tumpah darah mereka, di mana nenek moyang mereka semenjak dahulu kala telah berdiam di sana. Hal ini bertujuan agar mereka dapat dengan bebas memeluk agama tauhid tanpa ada tekanan atau hambatan dari siapa pun.

Dalam Tafsir al-Maragi diterangkan bahwa menurut riwayat, Bani Israil yang tinggal di Mesir diperbudak oleh Fir’aun dan kaumnya dalam waktu yang lama, yaitu selama 400 tahun. Fir’aun memang sangat berkuasa dan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, terutama Bani Israil. Menurut al-Qurtubi, sebagaimana dikutip oleh al-Maragi, Musa dan Harun harus menunggu satu tahun untuk dapat menghadap Fir’aun.

Tafsir Quraish Shihab: Berangkatlah kalian berdua menemui Fir’aun, lalu katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhan semesta alam kepadamu.

Surah Asy Syu’ara Ayat 17
أَنْ أَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ

Terjemahan: lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami”.

Tafsir Jalalain: أَنْ (Hendaklah) hendaknya أَرْسِلْ مَعَنَا (lepaskanlah untuk pergi bersama kami) ke negeri Syam بَنِي إِسْرَائِيلَ (kaum Bani Israel”) maka Nabi Musa dan Nabi Harun datang kepada Firaun lalu keduanya mengatakan apa yang telah disebutkan tadi.

Tafsir Ibnu Katsir: أَنْ أَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ (“Lepaskanlah Bani Israil [pergi] beserta kami.”) yaitu lepaskanlah mereka dari tawanan, genggaman, paksaan dan siksaanmu. Karena mereka adalah hamba-hamba Allah yang beriman dan tentara-tentara-Nya yang ikhlas, sedangkan mereka berada bersamamu dalam keadaan mengalami siksaan yang pedih.

Tafsir Kemenag: Pada ayat-ayat ini, Allah menegaskan kepada Musa a.s. bahwa semua yang dikhawatirkannya itu tidak akan terjadi. Dia tidak akan dapat dibunuh oleh Fir’aun karena Fir’aun tidak akan dapat berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Adapun permintaan Musa agar saudaranya, Harun, diangkat menjadi rasul telah dikabulkan oleh Allah.

Dengan begitu, perintah untuk pergi berdakwah kepada Fir’aun dan kaumnya dibebankan kepada Musa dan Harun. Di dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa permintaan Musa itu dikabulkan yaitu: Dia (Allah) berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa! (thaha/20: 36).

Allah menceritakan kepergian Musa dan Harun menyeru Fir’aun dan kaumnya kepada agama tauhid dengan membawa mukjizat yang akan menguatkan seruannya yaitu tongkat Musa yang dapat menjadi ular, dan tangannya bila dimasukkan ke ketiaknya akan menjadi putih bercahaya.

Untuk menghilangkan segala was-was dan kekhawatiran dalam hati Musa dan Harun, Allah menegaskan bahwa Ia selalu akan mendengar dan memperhatikan apa yang akan terjadi di kala keduanya telah berhadapan dengan Fir’aun. Hal ini dengan jelas diterangkan pada ayat lain yaitu: Dia (Allah) berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (thaha/20: 46).

Allah menyuruh Musa dan Harun agar mengatakan dengan tegas kepada Fir’aun bahwa mereka datang menghadap kepadanya untuk menyampaikan bahwa mereka berdua adalah rasul yang diutus Allah, Tuhan semesta alam, kepadanya dan kaumnya. Selain itu keduanya harus meminta kepada Fir’aun agar membebaskan Bani Israil yang telah diperbudak selama ini.

Keduanya ingin membawa mereka kembali ke tanah suci Baitul Makdis, tanah tumpah darah mereka, di mana nenek moyang mereka semenjak dahulu kala telah berdiam di sana. Hal ini bertujuan agar mereka dapat dengan bebas memeluk agama tauhid tanpa ada tekanan atau hambatan dari siapa pun.

Dalam Tafsir al-Maragi diterangkan bahwa menurut riwayat, Bani Israil yang tinggal di Mesir diperbudak oleh Fir’aun dan kaumnya dalam waktu yang lama, yaitu selama 400 tahun. Fir’aun memang sangat berkuasa dan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, terutama Bani Israil. Menurut al-Qurtubi, sebagaimana dikutip oleh al-Maragi, Musa dan Harun harus menunggu satu tahun untuk dapat menghadap Fir’aun.

Tafsir Quraish Shihab: Tuhan semesta alam telah memerintahkan kepadamu untuk membebaskan Bani Israil pergi bersama kami’.”

Surah Asy Syu’ara Ayat 18
قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ

Terjemahan: Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.

Tafsir Jalalain: قَالَ (Berkatalah) Firaun kepada Nabi Musa, أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا (“Bukankah kami telah mengasuhmu di dalam keluarga kami) yakni dalam rumah kami وَلِيدًا (waktu kamu masih kanak-kanak) semasa kecil, baru saja dilahirkan, tetapi sudah disapih وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ (dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu), selama tiga puluh tahun, pada masa itu Musa berpakaian seperti Firaun dan berkendaraan sebagaimana Firaun, ia dikenal sebagai anak angkat Firaun.

Tafsir Ibnu Katsir: Ketika Musa berkata demikian kepadanya, Fir’aun menolak semua tuntutan itu dan memandangnya dengan pandangan menghina dan merendahkan. Maka dia berkata: قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا (“Bukankah kami telah mengasuhmu di antara kami.”) yaitu bukankah engkau telah kami asuh di lingkungan kami, di rumah kami dan di pembaringan kami.

Kami telah memberimu kesenangan selama beberapa tahun, kemudian setelah itu kamu balas kebaikan itu dengan perilakumu membunuh seorang laki-laki di antara kami dan engkau berusaha mengingkari pemberian kami kepadamu.

Tafsir Kemenag: Tatkala Musa dan Harun diperkenankan menghadap Fir’aun dan menegaskan kepadanya bahwa mereka berdua adalah rasul Allah Pencipta alam semesta dan meminta supaya Bani Israil dibebaskan dari perbudakan dan diizinkan meninggalkan Mesir, Fir’aun sangat terkejut dan merasa tercengang.

Ia menjadi heran mengapa keduanya begitu berani menentang kekuasaannya, sedangkan dia sendiri menganggap dirinya sebagai tuhan bagi rakyatnya, termasuk dalam hal ini Bani Israil. Kemudian Musa dan Harun juga menuntut pembebasan semua Bani Israil dari cengkeraman perbudakan.

Fir’aun heran mengapa Musa sampai berani mengemukakan dua hal yang amat tidak masuk akal itu? Fir’aun mengetahui benar bahwa Musa adalah anak asuhnya sendiri. Semenjak kecil, dia dididik dan dibesarkan dalam istananya. Fir’aun mengetahui pula bahwa setelah dewasa, Musa pernah membunuh seorang rakyatnya yang dekat dengannya, yaitu tukang masaknya sendiri ketika ia berkelahi dengan salah seorang Bani Israil. Fir’aun juga heran mengapa Musa dengan riwayat hidup seperti itu, berani menentang kekuasaannya dan menuntut hal yang tidak masuk akal menurut pendapatnya.

Dengan nada yang keras dan rasa amarah yang tak tertahankan, Fir’aun menjawab, “Bukankah engkau telah kami asuh dan kami didik semenjak kecil? Kami selamatkan kamu dari pembunuhan di mana pada waktu itu kami memerintahkan agar setiap anak laki-laki Bani Israil harus dibunuh.

Kami didik dan kami besarkan di istana kami, kami sayangi dan santuni seperti menyayangi dan menyantuni anak kami sendiri. Akan tetapi, sekarang kamu meminta kepada kami dua hal yang tak mungkin terjadi yaitu agar aku turun dari singgasana ketuhananku serta mengakui bahwa kamu adalah rasul dari Tuhan yang tidak kami kenal.

Kemudian kamu meminta pula agar Bani Israil yang telah berabad-abad tinggal di negeri Mesir ini dibebaskan dan kamu bawa ke negeri yang kamu anggap tanah leluhurmu. Ini adalah suatu lelucon yang tidak lucu dan suatu kebodohan dan ketololan yang menunjukkan bahwa kamu berdua adalah manusia yang tak berbudi bahkan mungkin manusia yang telah gila.”.

Tafsir Quraish Shihab: Dengan perasaan berjasa–karena telah mengenal Musa yang di masa kecilnya pernah berada dalam asuhannya di istana–Fir’aun berkata kepada Musa, “Bukankah kami telah memeliharamu di waktu kecil, dan kamu berada dalam asuhan kami selama beberapa tahun?

Surah Asy Syu’ara Ayat 19
وَفَعَلْتَ فَعْلَتَكَ الَّتِي فَعَلْتَ وَأَنتَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Terjemahan: dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna.

Tafsir Jalalain: وَفَعَلْتَ فَعْلَتَكَ الَّتِي فَعَلْتَ (Dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu) yaitu membunuh seorang bangsa Kobtik وَأَنتَ مِنَ الْكَافِرِينَ (dan kamu termasuk orang-orang yang tidak tahu membalas budi”) yakni termasuk orang-orang yang ingkar terhadap nikmat yang telah kuberikan kepadamu, yaitu dididik dan tidak dijadikan budak.

Tafsir Ibnu Katsir: وَأَنتَ مِنَ الْكَافِرِينَ (“Engkau termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna.”) yaitu orang-orang pembangkang. Hal itu ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas, ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan dipilih oleh Ibnu Jarir.

Tafsir Kemenag: Tatkala Musa dan Harun diperkenankan menghadap Fir’aun dan menegaskan kepadanya bahwa mereka berdua adalah rasul Allah Pencipta alam semesta dan meminta supaya Bani Israil dibebaskan dari perbudakan dan diizinkan meninggalkan Mesir, Fir’aun sangat terkejut dan merasa tercengang.

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 1-3; Seri Tadabbur Al Qur'an

Ia menjadi heran mengapa keduanya begitu berani menentang kekuasaannya, sedangkan dia sendiri menganggap dirinya sebagai tuhan bagi rakyatnya, termasuk dalam hal ini Bani Israil. Kemudian Musa dan Harun juga menuntut pembebasan semua Bani Israil dari cengkeraman perbudakan.

Fir’aun heran mengapa Musa sampai berani mengemukakan dua hal yang amat tidak masuk akal itu? Fir’aun mengetahui benar bahwa Musa adalah anak asuhnya sendiri. Semenjak kecil, dia dididik dan dibesarkan dalam istananya.

Fir’aun mengetahui pula bahwa setelah dewasa, Musa pernah membunuh seorang rakyatnya yang dekat dengannya, yaitu tukang masaknya sendiri ketika ia berkelahi dengan salah seorang Bani Israil. Fir’aun juga heran mengapa Musa dengan riwayat hidup seperti itu, berani menentang kekuasaannya dan menuntut hal yang tidak masuk akal menurut pendapatnya.

Dengan nada yang keras dan rasa amarah yang tak tertahankan, Fir’aun menjawab, “Bukankah engkau telah kami asuh dan kami didik semenjak kecil? Kami selamatkan kamu dari pembunuhan di mana pada waktu itu kami memerintahkan agar setiap anak laki-laki Bani Israil harus dibunuh.

Kami didik dan kami besarkan di istana kami, kami sayangi dan santuni seperti menyayangi dan menyantuni anak kami sendiri. Akan tetapi, sekarang kamu meminta kepada kami dua hal yang tak mungkin terjadi yaitu agar aku turun dari singgasana ketuhananku serta mengakui bahwa kamu adalah rasul dari Tuhan yang tidak kami kenal.

Kemudian kamu meminta pula agar Bani Israil yang telah berabad-abad tinggal di negeri Mesir ini dibebaskan dan kamu bawa ke negeri yang kamu anggap tanah leluhurmu. Ini adalah suatu lelucon yang tidak lucu dan suatu kebodohan dan ketololan yang menunjukkan bahwa kamu berdua adalah manusia yang tak berbudi bahkan mungkin manusia yang telah gila.”.

Tafsir Quraish Shihab: Dan kamu telah melakukan tindak kejahatan yang keji, saat kamu membunuh salah seorang dari kaumku. Kamu pun tidak membalas jasa yang dahulu telah kami berikan kepadamu, dan juga tidak mengayomi rakyatku. Bahkan kamu mencerca tuhan-tuhan kami dengan menganggap dirimu sebagai utusan Tuhan semesta alam.”

Surah Asy Syu’ara Ayat 20
قَالَ فَعَلْتُهَا إِذًا وَأَنَا مِنَ الضَّالِّينَ

Terjemahan: Berkata Musa: “Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.

Tafsir Jalalain: قَالَ (Berkatalah) Musa, فَعَلْتُهَا إِذًا (“Aku telah melakukannya, sedangkan di waktu itu) pada masa itu وَأَنَا مِنَ الضَّالِّينَ (aku termasuk orang-orang yang khilaf) dari apa yang akan diberikan oleh Allah kepadaku sesudahnya, yaitu ilmu dan risalah.

Tafsir Ibnu Katsir: قَالَ فَعَلْتُهَا إِذًا (“Musa berkata: ‘Aku telah melakukannya.’”) yaitu dalam hal itu; وَأَنَا مِنَ الضَّالِّينَ (“sedang aku waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.”) yaitu, sebelum aku mendapatkan wahyu dan sebelum Allah memberikan nikmat risalah dan kenabian untukku.

Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Qatadah, adh-Dhahhak dan selain mereka berkata: وَأَنَا مِنَ الضَّالِّينَ (“sedang aku waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.”) yaitu orang-orang yang jahil.” Sedangkan Ibnu Juraij berkata: “Seperti itulah qira’at ‘Abdullah bin Mas’ud.”

Tafsir Kemenag: Pada ayat-ayat ini, Allah menerangkan jawaban Musa atas cercaan dan penghinaan Fir’aun terhadapnya, setelah kekakuan pada lidahnya hilang. Musa menjelaskan bahwa pembunuhan yang dilakukannya terhadap tukang roti Fir’aun yang bertengkar dengan seorang dari Bani Israil adalah suatu ketidaksengajaan dan tidak direncanakan.

Dia hanya ingin melerai dan memberi pelajaran kepada tukang roti itu agar tidak berlaku kasar dan menghina Bani Israil. Dia memang memukulnya tetapi tidak bermaksud untuk membunuh, karena tidak tahan melihat tukang roti itu begitu sombong dan menghina kaumnya, Bani Israil. Kalau itu dianggap kesalahan, maka Musa mengakui bahwa waktu itu dia betul-betul khilaf.

Sekarang dia sudah berubah, Musa telah menjadi rasul yang diberi tugas oleh Allah untuk mengajak Fir’aun dan kaumnya kepada kehidupan beragama yang benar. Musa juga diberi tugas untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan yang tidak benar, yaitu perbudakan manusia oleh manusia.

Jika Fir’aun menyebut-nyebut jasa baiknya yang telah mengasuh Musa dan mendidiknya di istana, hal itu disebabkan kebijaksanaan Fir’aun atas keinginan istrinya untuk menyelamatkannya ketika ia dibuang ibunya ke Sungai Nil. Keluarga Fir’aun kemudian mengambilnya dan memelihara serta membesarkannya. Di sisi lain, Fir’aun telah mengeksploitasi Bani Israil dengan memperlakukan mereka sebagai budak.

Tafsir Quraish Shihab: Musa berkata, “Aku memang telah melakukan pembunuhan yang kamu sebutkan itu karena ketidaktahuan dan kekhilafanku. Dari itu, janganlah kamu menyalahkan aku.

Surah Asy Syu’ara Ayat 21
فَفَرَرْتُ مِنكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ فَوَهَبَ لِي رَبِّي حُكْمًا وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُرْسَلِينَ

Terjemahan: Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.

Tafsir Jalalain: فَفَرَرْتُ مِنكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ فَوَهَبَ لِي رَبِّي حُكْمًا (Lalu aku lari meninggalkan kalian ketika aku takut kepada kalian, kemudian Rabbku memberikan kepadaku hikmah) yakni ilmu وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُرْسَلِينَ (serta Dia menjadikanku salah seorang di antara Rasul-rasul).

Tafsir Ibnu Katsir: فَفَرَرْتُ مِنكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ (“Lalu aku lari meninggalkanmu ketika aku takut kepadamu….”) yaitu setelah berlalu kisah terdahulu dan telah datang urusan lain, dimana Allah telah mengutusku kepadamu. Jika engkau mentaati, niscaya engkau akan selamat dan jika engkau melanggar, niscaya engkau akan celaka.

Tafsir Kemenag: Pada ayat-ayat ini, Allah menerangkan jawaban Musa atas cercaan dan penghinaan Fir’aun terhadapnya, setelah kekakuan pada lidahnya hilang. Musa menjelaskan bahwa pembunuhan yang dilakukannya terhadap tukang roti Fir’aun yang bertengkar dengan seorang dari Bani Israil adalah suatu ketidaksengajaan dan tidak direncanakan.

Dia hanya ingin melerai dan memberi pelajaran kepada tukang roti itu agar tidak berlaku kasar dan menghina Bani Israil. Dia memang memukulnya tetapi tidak bermaksud untuk membunuh, karena tidak tahan melihat tukang roti itu begitu sombong dan menghina kaumnya, Bani Israil. Kalau itu dianggap kesalahan, maka Musa mengakui bahwa waktu itu dia betul-betul khilaf.

Sekarang dia sudah berubah, Musa telah menjadi rasul yang diberi tugas oleh Allah untuk mengajak Fir’aun dan kaumnya kepada kehidupan beragama yang benar. Musa juga diberi tugas untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan yang tidak benar, yaitu perbudakan manusia oleh manusia.

Jika Fir’aun menyebut-nyebut jasa baiknya yang telah mengasuh Musa dan mendidiknya di istana, hal itu disebabkan kebijaksanaan Fir’aun atas keinginan istrinya untuk menyelamatkannya ketika ia dibuang ibunya ke Sungai Nil. Keluarga Fir’aun kemudian mengambilnya dan memelihara serta membesarkannya. Di sisi lain, Fir’aun telah mengeksploitasi Bani Israil dengan memperlakukan mereka sebagai budak.

Tafsir Quraish Shihab: Lalu aku melarikan diri dari kalian karena khawatir kalian akan membunuhku akibat tindakan yang tak kusengaja itu. Tuhan pun kemudian menganugerahkan kepadaku kearifan dan pengetahuan, keutamaan dan kenikmatan, serta menjadikan diriku sebagai salah seorang rasul-Nya.”

Surah Asy Syu’ara Ayat 22
وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا عَلَيَّ أَنْ عَبَّدتَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ

Terjemahan: Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil”.

Tafsir Jalalain: وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا (Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu) asal lafal Tamunnuhaa adalah Tamunnu Bihaa, maksudnya, yang telah kamu limpahkan kepadaku itu عَلَيَّ أَنْ عَبَّدتَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ (adalah disebabkan kamu telah memperbudak Bani Israel”) kalimat ayat ini merupakan keterangan dari ayat yang sebelumnya, maksudnya, kamu telah menjadikan mereka sebagai budak-budak dan sebagai gantinya kamu tidak memperbudak aku,

sesungguhnya kamu tidak memberikan nikmat apa pun dengan perlakuanmu yang demikian itu, karena kamu memperbudak mereka, hal ini adalah perbuatan aniaya. Sebagian Mufassirin ada yang memperkirakan adanya Hamzah Istifham bermakna sanggahan, pada awal perkataan Nabi Musa ini, sehingga lafal Fa’altuha asalnya Afa’altuha.

Tafsir Ibnu Katsir: وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا عَلَيَّ أَنْ عَبَّدتَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ (“Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah [disebabkan] kamu telah memperbudak Bani Israil.”) yaitu kebaikan yang telah engkau berikan kepadaku dan kebaikanmu yang telah mengasuhku adalah balasan keburukan yang telah engkau lakukan kepada Bani Israil, dimana engkau jadikan mereka sebagai budak dan pembantu yang dapat engkau gunakan dalam pekerjaanmu dan meringankan kesulitan rakyatmu.

Apakah kebaikanmu kepada satu orang laki-laki dapat membalas sikap burukmu kepada semua orang?! Artinya, apa yang telah engkau sebutkan itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang telah engkau lakukan terhadap mereka.

Tafsir Kemenag: Pada ayat-ayat ini, Allah menerangkan jawaban Musa atas cercaan dan penghinaan Fir’aun terhadapnya, setelah kekakuan pada lidahnya hilang. Musa menjelaskan bahwa pembunuhan yang dilakukannya terhadap tukang roti Fir’aun yang bertengkar dengan seorang dari Bani Israil adalah suatu ketidaksengajaan dan tidak direncanakan.

Dia hanya ingin melerai dan memberi pelajaran kepada tukang roti itu agar tidak berlaku kasar dan menghina Bani Israil. Dia memang memukulnya tetapi tidak bermaksud untuk membunuh, karena tidak tahan melihat tukang roti itu begitu sombong dan menghina kaumnya, Bani Israil. Kalau itu dianggap kesalahan, maka Musa mengakui bahwa waktu itu dia betul-betul khilaf.

Sekarang dia sudah berubah, Musa telah menjadi rasul yang diberi tugas oleh Allah untuk mengajak Fir’aun dan kaumnya kepada kehidupan beragama yang benar. Musa juga diberi tugas untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan yang tidak benar, yaitu perbudakan manusia oleh manusia.

Jika Fir’aun menyebut-nyebut jasa baiknya yang telah mengasuh Musa dan mendidiknya di istana, hal itu disebabkan kebijaksanaan Fir’aun atas keinginan istrinya untuk menyelamatkannya ketika ia dibuang ibunya ke Sungai Nil. Keluarga Fir’aun kemudian mengambilnya dan memelihara serta membesarkannya. Di sisi lain, Fir’aun telah mengeksploitasi Bani Israil dengan memperlakukan mereka sebagai budak.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Asy Syu’ara Ayat 10-22 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S