Pecihitam.org – Kandungan Surah Ath-Thur Ayat 21-28 ini, Allah swt menggambarkan tentang kegembiraan mereka di surga yaitu mereka masing-masing mengambil gelas minuman mereka. Mereka duduk sambil bersulang dengan teman-teman mereka, bersenda-gurau seperti terjadi dalam suatu kelompok sahabat, sebagai gambaran betapa riang-gembiranya mereka.
Minuman khamar di akhirat tidak memabukkan seperti halnya dengan khamar di dunia, dan tidak pula menyebabkan orang berbicara melantur tak tentu arah atau mabuk seperti peminum di dunia.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Ath-Thur Ayat 21-28
Surah Ath-Thur Ayat 21
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ كُلُّ ٱمۡرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Terjemahan: “Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Tafsir Jalalain: وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ (Dan orang-orang yang beriman) berkedudukan menjadi Mubtada وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ (dan mereka diikuti) menurut suatu qiraat dibaca Wa-atba’naahum yakni, Kami ikutkan kepada mereka, Di’athafkan kepada lafal Amanuu ذُرِّيَّتُهُم (oleh anak cucu mereka) menurut suatu qiraat dibaca Dzurriyyatahum, dalam bentuk Mufrad; artinya oleh keturunan mereka, baik yang masih kecil maupun yang sudah dewasa بِإِيمَٰنٍ (dalam keimanan) maksudnya, diikuti oleh anak cucu mereka keimanannya. Dan yang menjadi Khabarnya ialah أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ (Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka) ke dalam surga, dengan demikian maka anak cucu mereka memiliki kedudukan yang sama dengan mereka, sekalipun anak cucu mereka tidak mempunyai amalan sebagaimana mereka.
Hal ini dimaksudkan sebagai kehormatan buat bapak-bapak mereka, yang karenanya lalu anak cucu mereka dikumpulkan dengan mereka وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم (dan Kami tidak mengurangi) dapat dibaca Alatnaahum atau Alitnaahum, artinya Kami tidak mengurangi مِّنۡ عَمَلِهِم (dari pahala amal mereka) huruf Min di sini adalah Zaidah مِّن شَىۡءٍ (barang sedikit pun) yang ditambahkan kepada amal perbuatan anak-cucu mereka.
كُلُّ ٱمۡرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ (Tiap-tiap orang dengan apa yang dikerjakannya) yakni amal baik atau amal buruknya رَهِينٌ (terikat) yakni, ia dalam keadaan terikat, bila ia mengerjakan kejahatan diazab dan bila ia mengerjakan kebaikan diberi pahala.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah memberitahukan tentang karunia, kemurahan, anugerah dan kelembutan-Nya kepada semua makhluk-Nya, serta kebaikan-Nya, bahwa jika orang-orang mukmin itu diikuti oleh keturunan mereka, maka mereka akan dipertemukan dengan nenek moyang mereka di suatu tempat, meskipun amal perbuatan mereka tidak sampai pada amal perbuatan nenek moyang mereka, agar nenek moyang mereka merasa senang dengan kehadiran anak-anaknya di sisi mereka, di tempat kediaman mereka.
Mereka dikumpulkan dengan cara yang paling baik, yakni orang yang mempunyai amal kurang, akan ditinggikan derajatnya melalui orang yang amalnya sudah sempurna, dan hal itu sama sekali tidak menjadikan amalnya berkurang dan kedudukannya tidaklah menurun sehingga terjadi kesamaan antara orang ini dengan orang yang tinggi derajatnya itu. Oleh karena itu Allah berfirman:
أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ (“Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.”)
Ats-Tsauri menceritakan dari ‘Amr bin Murrah, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Bahwa Allah akan meninggikan derajat keturunan orang mukmin pada derajatnya meskipun mereka berada di bawahnya dalam amal perbuatan, hal itu agar ia merasa senang dengan kehadiran mereka. Dan kemudian ia membaca:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ (“Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.”)
Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari hadits Sufyan ats-Tsauri. Hal senada diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari hadits Syu’bah, dari ‘Amr bin Murrah. Dan mengenai firman Allah Ta’ala:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ (“Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka”) Ibnu Hatim menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata: “Mereka adalah keturunan orang Mukmin yang meninggal dunia dalam keadaan beriman.
Meskipun tempat tinggal orang tua mereka lebih tinggi daripada tempat tinggal mereka, namun mereka dipertemukan dengan orang tua mereka tanpa mengurangi sedikitpun amal perbuatan mereka.” Demikian pula yang dikemukakan oleh asy-Sya’bi, Sa’id bin Jubair, Ibrahim an-Nakha-I, Qatadah, Abu Shalih, ar-Rabi’ bin Anas, adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid, dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Demikianlah karunia Allah Ta’ala yang diberikan kepada anak keturunan karena berkah amal perbuatan orang tua mereka. Sedangkan karunia-Nya yang diberikan kepada para orang tua disebabkan oleh berkah doa anak keturunan mereka. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan meninggikan derajat bagi seorang hamba yang shalih di surge, lalu ia berkata: ‘Wahai Rabb-ku, dari mana aku mendapatkan ini?’ Maka Allah menjawab: ‘Dengan istighfar [permohonan ampun] anakmu untukmu.’”(HR. Ahmad)
Sanad hadits ini shahih dan para perawi tidak meriwayatkannya dari sisi ini. Tetapi ia mempunyai syahid [hadits-hadits penguat] dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah, dari Rasulullah, beliau bersabda: “Jika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
Dan firman Allah Ta’ala: kullum ri-im bimaa kasaba riHiin (“Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”) Setelah Allah Ta’ala menceritakan tentang kedudukan karunia, yaitu pengangkatan derajat anak keturunan ke derajat orang tua mereka tanpa melalui amal perbuatan yang dapat menghantarkan mereka ke tingkat itu, lalu Dia memberitahukan tentang kedudukan keadilan, dimana Dia tidak akan menimpakan siksaan kepada seorangpun atas dosa dan kesalahan orang lain. Dia berfirman:
كُلُّ ٱمۡرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ (“Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”) maksudnya, ia bergantung pada amal perbuatannya, dan tidak akan dibebani oleh dosa orang lain, baik itu bapak maupun anak.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa orang-orang yang beriman yang diikuti oleh anak cucu mereka dalam keimanan, akan dipertemukan Allah dalam satu tingkatan dan kedudukan yang sama sebagai karunia Allah kepada mereka meskipun para keturunan itu ternyata belum mencapai derajat tersebut dalam amal mereka. Sehingga orang tua mereka menjadi senang, maka sempurnalah kegembiraan mereka karena dapat berkumpul semua bersama-sama.
Ketika membaca ayat 21 ini Ibnu ‘Abbas berkata bahwa keturunan anak cucu orang-orang beriman akan ditingkatkan oleh Allah swt derajatnya bila ternyata tingkatan mereka lebih rendah dari derajat orang tua mereka. Kemudian Allah swt memberikan gambaran tentang situasi surga penuh kenikmatan seperti tersedianya makanan mereka di dalam surga.
Setiap buah-buahan atau makanan yang mereka inginkan pasti mereka peroleh sesuai dengan selera mereka. Kemudian digambarkan bagaimana mereka hidup senang di sana. Mereka saling berebutan minum, minum tetap dalam kesopanan, berbicara tentang hal lucu, di sana mereka dilayani oleh pelayanpelayan yang sangat ramah dan cantik.
Mereka juga membicarakan hal ihwal mereka di dunia dahulu sebelum mereka berada di dalam kesenangan dan kemewahan surgawi. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda: Apabila seseorang memasuki surga, menanyakan kedua orang tuanya, istrinya, dan anaknya, maka dikatakan kepadanya:
“Mereka belum sampai pada derajat dan amalanmu.” Maka ia berkata: “Ya Tuhanku, aku telah beramal untukku dan untuk mereka”. Maka (permohonannya dikabulkan Tuhan) disuruhlah mereka (orang tua, istri, anak) untuk bergabung dengan dia.” (Riwayat Ibnu Mardawaih dan ath-thabrani dari Ibnu ‘Abbas) Ini merupakan karunia Allah swt terhadap anak cucu yang beriman dan berkat amal bapak-bapak mereka sebab bapak pun memperoleh karunia Allah swt dengan berkat anak cucu mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
Sesungguhnya Allah swt niscaya mengangkat derajat seorang hamba, lalu ia bertanya, “Ya Tuhanku, bagaimana aku memperoleh derajat ini?” Allah menjawab, “Kamu memperolehnya sebab doa anakmu.” (Riwayat Ahmad dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah) Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,
“Apabila mati seorang anak Adam, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: amal jariah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang saleh yang mendoakannya.”(Riwayat Muslim dari Abu Hurairah) Kemudian pada ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa pahala dari amal saleh para bapak yang saleh tidak dikurangi meskipun kedudukan anak dan isteri mereka yang beriman diangkat derajat mereka menjadi sama dengan suami/bapak mereka sebagai karunia Allah swt.
Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa setiap orang memang hanya bertanggungjawab terhadap amal dan perbuatan masing-masing. Perbuatan dosa istri atau anak tidak menjadi tanggung jawab ayah/suami, demikian pula perbuatan dosa agar tidak dibebankan pada anak atau istrinya. Hal ini perlu ditegaskan bahwa hal itu merupakan prinsip dasar.
Tetapi Allah memberi karunia banyak kepada orang tua yang beriman dan beramal saleh dengan menambah kebahagiaan orang tua untuk memenuhi keinginan orang tua berkumpul di surga bersama anak, istri dan cucu-cucunya, selama mereka beriman, meskipun derajat mereka lebih rendah, tetapi Allah mengangkat mereka menjadi sama dengan bapak yang mukmin dan saleh tadi.
Apabila si anak berbahagia masuk surga dan merindukan bersama orang tuanya maka Allah melimpahkan karunia-Nya, mengangkat bapak ibunya yang beriman untuk mendapat kebahagiaan bersama anak mereka di surga.
Karunia Allah yang demikian tidak mengubah prinsip setiap orang hanya bertanggungjawab atas perbuatan masing-masing, meskipun tetap masih ada pengecualian yang lain seperti firman Allah swt: Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, kecuali golongan kanan. (al-Muddatstsir/74: 38-39)
Setiap orang akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di hadapan Allah swt. Tanggung jawab itu tidak akan terlepas dari mereka kecuali golongan kanan yaitu orang-orang yang berbuat baik. Mereka inilah yang akan terlepas dari tanggung jawab disebabkan oleh ketaatan mereka beribadah kepada Allah swt.
Tafsir Quraish Shihab: Dan orang-orang yang beriman dan berhak untuk memperoleh derajat yang tinggi lalu diikuti oleh anak cucu mereka dalam beriman, dan anak cucu itu belum mencapai derajat yang dicapai oleh bapak-bapak mereka, maka Kami akan menghubungkan mereka dengan anak cucu mereka itu, agar mereka dapat bergembira dengan anak cucunya.
Kami tidak akan mengurangi pahala perbuatan mereka sedikit pun, dan bapak tidak akan membawa kesalahan anak cucu mereka sedikit pun, karena setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan orang lain tidak akan dihukum karenanya.
Surah Ath-Thur Ayat 22
وَأَمۡدَدۡنَٰهُم بِفَٰكِهَةٍ وَلَحۡمٍ مِّمَّا يَشۡتَهُونَ
Terjemahan: “Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.
Tafsir Jalalain: وَأَمۡدَدۡنَٰهُم (Dan Kami beri mereka) Kami tambahkan kepada mereka dari waktu ke waktu yang lain بِفَٰكِهَةٍ وَلَحۡمٍ مِّمَّا يَشۡتَهُونَ (dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka inginkan) sekalipun mereka tidak menjelaskan permintaannya.
Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya lebih lanjut: وَأَمۡدَدۡنَٰهُم بِفَٰكِهَةٍ وَلَحۡمٍ مِّمَّا يَشۡتَهُونَ (“Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka inginkan.”) maksudnya, Kami berikan pula sebagai tambahan berupa buah-buahan dan daging dari berbagai macam binatang yang mejadikan orang berselera dan menarik hati.
Tafsir Kemenag: Selanjutnya pada ayat ini Allah menyebutkan bahwa Dia menambahkan kesenangan penghuni surga tersebut dari waktu ke waktu dengan apa yang mereka inginkan, seperti disediakannya berbagai macam buah-buahan dan daging yang lezat, sekalipun mereka tidak memintanya.
Mengapa Allah swt menyebutkan buah-buahan dan daging, tidak menyebutkan berbagai macam makanan yang lain karena buahbuahan dan daging merupakan makanan yang disenangi dan mengandung gizi yang diperlukan bagi tubuh dan sangat disenangi di dunia. Jadi Allah memberi semua yang menjadi kesenangan manusia.
Tafsir Quraish Shihab: Dan Kami menambahkan mereka dengan buah-buahan yang banyak dan daging dari jenis yang mereka inginkan.
Surah Ath-Thur Ayat 23
يَتَنَٰزَعُونَ فِيهَا كَأۡسًا لَّا لَغۡوٌ فِيهَا وَلَا تَأۡثِيمٌ
Terjemahan: “Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa.
Tafsir Jalalain: يَتَنَٰزَعُونَ (Mereka saling memperebutkan) mereka saling beri فِيهَا (di dalamnya) dalam surga كَأۡسًا (piala) yang berisikan khamar لَّا لَغۡوٌ فِيهَا (yang isinya tidak menimbulkan kata-kata yang tidak berfaedah) di antara mereka disebabkan karena meminumnya وَلَا تَأۡثِيمٌ (dan tiada pula perbuatan dosa) yang menimpa mereka disebabkan meminumnya, berbeda dengan khamar di dunia.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: يَتَنَٰزَعُونَ فِيهَا كَأۡسًا (“Di dalam surge mereka saling memperebutkan gelas.”) di dalam surge itu mereka saling berebut gelas yang berisi khamr. Demikian yang dikatakan oleh adl-Dlahhak, لَّا لَغۡوٌ فِيهَا وَلَا تَأۡثِيمٌ (“Yang isinya tidak [menimbulkan] kata-kata yang tidak berfaedah dan tidak pula perbuatan dosa.”) maksudnya, di dalam surge itu mereka tidak berkata-kata dengan perkataan orang yang lalai dan tidak pula mengerjakan perbuatan keji, sebagaimana yang dilakukan oleh para peminum khamr di dunia.
Ibnu ‘Abbas mengungkapkan: “Kata ‘laghwun’ berarti kebathilan, sedangkan ‘at-ta’tsiim’ berarti kedustaan.” Mujahid mengemukakan: “Mereka tidak mencela dan tidak pula berbuat dosa.” Sedangkan Qatadah mengemukakan:
“Perbuatan itu dilakukan di dunia bersama syaitan, lalu Allah membersihkan khamr akhirat dari berbagai kotoran dan penyakit khamr dunia, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Dengan demikian khamr tersebut telah bersih dari zat-zat yang memusingkan kepala dan menimbulkan sakit perut serta kehilangan kesadaran akal secara total. Selanjutnya, Allah memberitahukan bahwa Dia tidak akan membekali mereka dengan ucapan-ucapan yang hampa dari manfaat.”
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menggambarkan tentang kegembiraan mereka di surga yaitu mereka masing-masing mengambil gelas minuman mereka. Mereka duduk sambil bersulang dengan teman-teman mereka, bersenda-gurau seperti terjadi dalam suatu kelompok sahabat, sebagai gambaran betapa riang-gembiranya mereka.
Minuman khamar di akhirat tidak memabukkan seperti halnya dengan khamar di dunia, dan tidak pula menyebabkan orang berbicara melantur tak tentu arah atau mabuk seperti peminum di dunia.
Allah swt telah menjelaskan dalam ayat lain, yakni tentang khamar di akhirat dan sedap rasa makanan yaitu ayat yang berbunyi dalam firman-Nya: (warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum. Tidak ada di dalamnya (unsur) yang memabukkan dan mereka tidak mabuk karenanya. (as-shaffat/37: 46-47) Dan firman-Nya: Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk. (alWaqi’ah/56: 19).
Tafsir Quraish Shihab: Di surga, dengan penuh rasa kasih sayang, mereka saling memperebutkan piala yang penuh dengan minuman yang tidak akan membawa mereka mengatakan perkataan yang jelek, dan juga tidak mengerjakan perbuatan dosa.
Surah Ath-Thur Ayat 24
وَيَطُوفُ عَلَيۡهِمۡ غِلۡمَانٌ لَّهُمۡ كَأَنَّهُمۡ لُؤۡلُؤٌ مَّكۡنُونٌ
Terjemahan: “Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.
Tafsir Jalalain: وَيَطُوفُ عَلَيۡهِمۡ (Dan berkeliling di sekitar mereka) sebagai pelayan-pelayan غِلۡمَانٌ (anak-anak muda) yang semuanya orang-orang merdeka لَّهُمۡ كَأَنَّهُمۡ (untuk meladeni mereka seakan-akan mereka itu) kecakapan dan kelembutannya لُؤۡلُؤٌ مَّكۡنُونٌ (mutiara yang tersimpan) artinya mereka itu bagaikan mutiara yang disimpan di dalam laut; karena sesungguhnya mutiara yang tersimpan di dalam laut itu jauh lebih indah daripada mutiara-mutiara yang berada di tempat lainnya.
Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah Ta’ala: وَيَطُوفُ عَلَيۡهِمۡ غِلۡمَانٌ لَّهُمۡ كَأَنَّهُمۡ لُؤۡلُؤٌ مَّكۡنُونٌ (“Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk [melayani] mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.”) Hal itu dimaksudkan untuk memberitahukan tentang pelayan-pelayan dan pengiring-pengiring mereka di surge seakan-akan mereka seperti mutiara yang halus dan tersimpan dalam keindahan, keelokan, serta kebersihan dan keindahan pakaian mereka.
Tafsir Kemenag: Para malaikat menjawab, bahwa mereka sesungguhnya diutus kepada kaum Lut dengan membawa azab yang sangat pedih disebabkan dosa mereka yang sangat keji yaitu melakukan homoseksual.
Para malaikat itu akan melempari kaum Lut dengan batu-batu berasal dari tanah yang sangat keras yang telah dibakar, dan telah diberi tanda-tanda dari sisi Allah dengan nama-nama orang yang akan dibinasakan yaitu orang-orang yang melampaui batas dalam kedurhakaan. (.
Tafsir Quraish Shihab: Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang disediakan untuk melayani mereka. Karena kulit mereka yang putih dan jernih, mereka tampak seperti mutiara yang terjaga.
Surah Ath-Thur Ayat 25
وَأَقۡبَلَ بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ يَتَسَآءَلُونَ
Terjemahan: “Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu.
Tafsir Jalalain: وَأَقۡبَلَ بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ يَتَسَآءَلُونَ (Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling tanya menanya) atau sebagian di antara mereka bertanya kepada sebagian yang lain tentang apa yang telah mereka kerjakan di dunia, dan tentang pahala yang telah mereka peroleh, dengan maksud untuk bersenang-senang dan mengakui nikmat Allah.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya lebih lanjut: وَأَقۡبَلَ بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ يَتَسَآءَلُونَ (“Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling tanya menanya.”) maksudnya, mereka saling berhadap-hadapan seraya berbincang-bincang dan bertanya-tanya tentang amal perbuatan dan keadaan mereka di dunia. Hal tersebut sama dengan yang diperbincangkan oleh para peminum khamr tentang berbagai hal yang dulu pernah mereka kerjakan.
Tafsir Kemenag: Pada ayat ini Allah menerangkan, bahwa setelah para malaikat pergi kepada kaum Lut untuk menurunkan azab, timbullah tanya jawab di antara mereka tentang caranya menghancurkan orang-orang durhaka, maka Allah memerintahkan agar mereka lebih dahulu mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kampung halaman mereka, supaya terhindar dari azab.
Para malaikat itu hanya menjumpai sebuah rumah saja yaitu rumah Nabi Lut dengan penghuninya yang muslim sekitar tiga belas orang saja. Mereka yang selamat pada ayat ini disebut sebagai orang Islam yang berserah diri dan tekun melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Pada kedua ayat ini diterangkan bahwa di antara kaum Lut hidup orang-orang Mukminin dan Muslimin. Menurut Muhammad Ali asshabuni, mereka disebut Mukminin (ayat 35) karena mereka mengimani dengan hati, dan mereka disebut sebagai Muslimin (ayat 36) karena mereka mengamalkan ajaran-ajaran Allah dengan anggota tubuh mereka dengan ketaatan.
Hal ini sejalan dengan hadis al-Bukhari dan Muslim yaitu ketika Rasulullah saw ditanya tentang Islam dan Iman: Apakah Islam? beliau menjawab, “Engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat (yang lima waktu), mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan naik haji ke Baitullah.
Dan apakah iman itu? beliau menjawab, Engkau Beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab Nya, para utusan-Nya, hari akhir dan kepada takdir yang baik dan yang buruk dari Allah. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) Perlu dijelaskan di sini apabila kata Islam disebut secara sendiri, maka berarti tercakup pengertian iman.
Demikian pula dengan kata iman bila disebut sendiri berarti tercakup kata Islam. Tetapi kalau keduanya disebutkan bersamaan, maka keduanya berbeda satu sama lain, masing-masing memiliki artinya sendiri-sendiri, iman berbeda dari Islam.
Tafsir Quraish Shihab: Sebagian penghuni surga menghadap ke arah yang lain. Masing-masing mereka menanyakan kepada temannya tentang kehormatan yang mereka terima ini, dan juga tentang sebabnya.
Surah Ath-Thur Ayat 26
قَالُوٓاْ إِنَّا كُنَّا قَبۡلُ فِىٓ أَهۡلِنَا مُشۡفِقِينَ
Terjemhan: “Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab)”.
Tafsir Jalalain: قَالُوٓاْ (Mereka berkata) seraya mengisyaratkan kepada penyebab mereka sampai kepada derajat ini, إِنَّا كُنَّا قَبۡلُ فِىٓ أَهۡلِنَا (“Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami) di dunia مُشۡفِقِينَ (kami merasa takut) akan azab Allah.
Tafsir Ibnu Katsir: قَالُوٓاْ إِنَّا كُنَّا قَبۡلُ فِىٓ أَهۡلِنَا مُشۡفِقِين (“Mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut [akan azab]”) maksudnya, ketika kami di dunia dan masih berada di tengah-tengah keluarga, kami benar-benar dalam keadaan takut dari Rabb kami dan juga dari azab dan hukuman-Nya.
Tafsir Kemenag: Kemudian dalam ayat ini Allah swt merinci tanya jawab atas berbagai kesenangan yang mereka nikmati. Mereka berkata bahwa sesungguhnya mereka sewaktu di dunia, pada waktu itu di tengah-tengah keluarga mereka timbul rasa takut akan azab Allah dan siksanya.
Kemudian Allah menghilangkan rasa takut itu dengan mengaruniakan nikmat-Nya kepada mereka yaitu mereka terpelihara dari api neraka yang disebut as-samum. Perasaan takut mereka di dunia akan azab Allah mendorong mereka mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya meskipun ketika itu mereka berada di tengah-tengah keluarga, mereka memperoleh ketenangan.
Diriwayatkan bahwasanya Aisyah berkata, “Andaikata Allah membukakan neraka di bumi ini seujung jari saja, maka akan terbakarlah bumi dan seluruh isinya.”.
Tafsir Quraish Shihab: Mereka berkata, “Sesungguhnya, sebelum memperoleh kenikmatan ini, kami takut kepada Allah ketika kami berada di tengah-tengah keluarga kami, sehingga Allah menganugerahkan kasih sayang-Nya kepada kami dan menjaga kami dari api neraka.
Surah Ath-Thur Ayat 27
فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡنَا وَوَقَىٰنَا عَذَابَ ٱلسَّمُومِ
Terjemahan: “Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.
Tafsir Jalalain: فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡنَا (Maka Allah memberikan karunia kepada kami) berupa ampunan وَوَقَىٰنَا عَذَابَ ٱلسَّمُومِ (dan memelihara kami dari azab neraka”) dinamakan Samuum karena sakitnya sampai merasuk ke dalam pori-pori. Dan mereka mengisyaratkan pula melalui perkataan mereka,.
Tafsir Ibnu Katsir: فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡنَا وَوَقَىٰنَا عَذَابَ ٱلسَّمُومِ (“Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka.”) maksudnya, Dia melindungi kami dari apa yang memang kami takuti.
Tafsir Kemenag: Kemudian dalam ayat ini Allah swt merinci tanya jawab atas berbagai kesenangan yang mereka nikmati. Mereka berkata bahwa sesungguhnya mereka sewaktu di dunia, pada waktu itu di tengah-tengah keluarga mereka timbul rasa takut akan azab Allah dan siksanya.
Kemudian Allah menghilangkan rasa takut itu dengan mengaruniakan nikmat-Nya kepada mereka yaitu mereka terpelihara dari api neraka yang disebut as-samum. Perasaan takut mereka di dunia akan azab Allah mendorong mereka mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya meskipun ketika itu mereka berada di tengah-tengah keluarga, mereka memperoleh ketenangan.
Diriwayatkan bahwasanya Aisyah berkata, “Andaikata Allah membukakan neraka di bumi ini seujung jari saja, maka akan terbakarlah bumi dan seluruh isinya.”.
Tafsir Quraish Shihab: Mereka berkata, “Sesungguhnya, sebelum memperoleh kenikmatan ini, kami takut kepada Allah ketika kami berada di tengah-tengah keluarga kami, sehingga Allah menganugerahkan kasih sayang-Nya kepada kami dan menjaga kami dari api neraka
Surah Ath-Thur Ayat 28
إِنَّا كُنَّا مِن قَبۡلُ نَدۡعُوهُ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡبَرُّ ٱلرَّحِيمُ
Terjemahan: “Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.
Tafsir Jalalain: إِنَّا كُنَّا مِن قَبۡلُ (“Sesungguhnya kami dahulu) sewaktu di dunia نَدۡعُوهُ (menyeru-Nya) menyembah dan mengesakan-Nya. إِنَّهُۥ هُوَ (Sesungguhnya Dia) kalau dibaca Innahuu dengan dikasrahkan huruf Hamzahnya, berarti merupakan jumlah Isti’naf atau kalimat permulaan, sekalipun maknanya mengandung ‘Illat. Dan bila dibaca Annahuu dengan difatahkan huruf Hamzahnya, berarti lafalnya menunjukkan makna ‘Illat ٱلۡبَرُّ (adalah yang melimpahkan kebaikan) Yang berbuat kebaikan dan menepati janji-Nya ٱلرَّحِيم (lagi Maha.
Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّا كُنَّا مِن قَبۡلُ نَدۡعُوهُ (“Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya”) yakni berdoa kepada-Nya, maka Dia pun mengabulkan doa kami serta memberikan apa yang menjadi permintaan kami. إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡبَرُّ ٱلرَّحِيمُ (“Sesungguhnya Dial ah yang melimpahkan kebaikan lagi Mahapenyayang.”)
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa penghunipenghuni surga itu telah memenuhi persyaratan seruan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka mendapat kemuliaan itu. Mereka berkata bahwa mereka dahulu menyembah Allah dan memohon kepada-Nya.
Maka Allah memperkenankan dan mengabulkan permintaan mereka dan menerima ibadah mereka, karena Allah yang melimpahkan kebaikan, dan pemberi karunia, lagi Maha Penyayang. Setiap orang yang beriman dan setiap orang kafir tidak akan pernah lupa, akan apa yang telah mereka perbuat di dunia, kenikmatan orang-orang yang beriman akan bertambah bila mereka melihat bahwa mereka telah berpindah dari penjara dunia ke alam kesenangan akhirat, dan dari kesempitan kepada kelapangan. Sebaliknya bertambahlah siksa orang kafir bilamana ia melihat bahwa dirinya telah berpindah dari kemewahan dunia ke alam penderitaan, dan kesengsaraan neraka Jahanam di akhirat.
Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya kami sebelumnya menyembah-Nya di dunia. Dialah satu-satunya Tuhan yang melimpahkan kebaikan dan yang kasih sayang-Nya amat besar.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Ath-Thur Ayat 21-28 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020