Surah Az-Zukhruf Ayat 36-45; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Az-Zukhruf Ayat 36-45; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Pecihitam.org – Kandungan Surah Az-Zukhruf Ayat 36-45 ini, diterangkan konsekuensi menjadikan setan sebagai teman, yaitu bahwa setan itu akan selalu berupaya menghalangi mereka untuk menemukan jalan yang benar, yaitu mengimani ajaran-ajaran Allah yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nabi saw diminta Allah untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an, yaitu lebih meningkatkan iman kepadanya dan lebih giat menyampaikan ajaran-ajaran Allah di dalamnya. Hal itu karena ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Kitab itu mutlak benar dan menjamin kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Az-Zukhruf Ayat 36-45

Surah Az-Zukhruf Ayat 36
وَمَن يَعۡشُ عَن ذِكۡرِ ٱلرَّحۡمَٰنِ نُقَيِّضۡ لَهُۥ شَيۡطَٰنًا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٌ

Terjemahan: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

Tafsir Jalalain: وَمَن يَعۡشُ (Barang siapa yang berpaling) yaitu memalingkan diri عَن ذِكۡرِ ٱلرَّحۡمَٰنِ (dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah) dari Alquran نُقَيِّضۡ (Kami adakan) Kami jadikan لَهُۥ شَيۡطَٰنًا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٌ (baginya setan, maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya) yakni tidak pernah berpisah darinya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَمَن يَعۡشُ (“Barangsiapa yang berpaling”) yaitu pura-pura buta dan lalai, serta berpaling. عَن ذِكۡرِ (“Dari pengajaran [Rabb] Yang Mahapemurah.”) yaitu jika kata “al-‘asyaa” ditujukan kepada mata, maka artinya adalah lemah penglihatan. Sedangkan yang dimaksud dalam ayat ini adalah lemahnya mata hati. نُقَيِّضۡ لَهُۥ شَيۡطَٰنًا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٌ (“Kami adakan baginya syaitan [yang menyesatkan], maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.”)

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini ditegaskan bahwa siapa yang berpaling dari peringatan dan pengajaran Allah, yaitu membutakan hatinya untuk beriman dan mempercayai ajaran-ajaran-Nya yang terdapat dalam Al-Qur’an, maka setan akan selalu menemaninya dan akan selalu berupaya membawanya kepada kesesatan, sehingga Allah akhirnya akan menjadikan setan itu menjadi teman setianya.

Menurut az-Zajjaj, maksud ayat ini adalah bahwa siapa yang berpaling dari Al-Qur’an dan tidak mau mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalamnya, setan akan terus-menerus menggodanya sampai ia terjerumus ke jalan yang sesat, karena itu ia pasti akan mendapat siksaan Allah. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:

Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah ada salah seorang dari kalian melainkan didampingi oleh pendamping dari golongan jin.” (Riwayat Muslim) Di dalam ayat lain Allah berfirman bahwa orang yang selalu mengingkari ayat-ayat Allah, maka hati dan pandangan mereka akan dibolak-balik oleh Allah sehingga mereka tidak jadi beriman dan tetap dalam kesesatan mereka: Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan. (al-An’am/6: 110)

Manusia yang sesat akan berbuat dosa, lalu semakin ia bergelimang dosa, semakin tertutup hatinya sehingga tidak mungkin lagi beriman dan berbuat baik, sebagaimana sabda Rasulullah saw: Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin jika berbuat dosa niscaya ada titik hitam di dalam hatinya, jika ia bertobat dan meninggalkan dan memohon ampun niscaya hatinya kembali bersih. Namun jika dosanya bertambah, niscaya bertambah titik hitam tersebut sehingga meliputi hatinya.” (Riwayat Ahmad).

Tafsir Quraish Shihab: Orang yang berpura-pura buta untuk melihat al-Qur’ân yang diturunkan oleh Sang Maha Pemurah sebagai peringatan bagi seluruh alam semesta, akan Kami berikan jalan bagi setan untuk menguasai dirinya. Dengan demikian, setan akan selalu bersamanya: menggoda dan menyesatkan.

Surah Az-Zukhruf Ayat 37
بوَإِنَّهُمۡ لَيَصُدُّونَهُمۡ عَنِ ٱلسَّبِيلِ وَيَحۡسَبُونَ أَنَّهُم مُّهۡتَدُونَ

Terjemahan: “Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.

Tafsir Jalalain: وَإِنَّهُمۡ (Dan sesungguhnya mereka) setan-setan itu لَيَصُدُّونَهُمۡ (benar-benar menghalangi mereka) menghalangi orang-orang yang berpaling itu عَنِ ٱلسَّبِيلِ (dari jalan yang benar) atau jalan petunjuk وَيَحۡسَبُونَ أَنَّهُم مُّهۡتَدُونَ (dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk) disebutkannya Dhamir dengan memakai kata jamak karena memandang segi makna yang dikandung lafal Man.

Tafsir Ibnu Katsir: وَإِنَّهُمۡ لَيَصُدُّونَهُمۡ عَنِ ٱلسَّبِيلِ وَيَحۡسَبُونَ أَنَّهُم مُّهۡتَدُونَ (“Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.”) orang yang berpura-pura lalai dari hidayah ini Kami adakan baginya syaitan-syaitan yang menyesatkannya dan memberinya jalan ke neraka jahim. Jika Allah hadapkan pada hari kiamat, diapun menyesal dengan syaitan yang menyertainya.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini diterangkan konsekuensi menjadikan setan sebagai teman, yaitu bahwa setan itu akan selalu berupaya menghalangi mereka untuk menemukan jalan yang benar, yaitu mengimani ajaran-ajaran Allah yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

Mereka akhirnya memang tidak menemukan jalan yang benar itu, tetapi merasa bahwa jalan sesat yang mereka tempuh adalah benar, dan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an yang disampaikan kepada mereka adalah salah. Begitulah hebatnya kekuasaan setan atas diri orang itu.

Tafsir Quraish Shihab: Setan orang yang berpura-pura buta untuk melihat al-Qur’ân itu benar-benar akan menghalanginya dari jalan yang diserukan Allah, sementara ia merasa bahwa dirinya, dengan mengikuti setan-setan itu, berada pada jalan yang benar.

Surah Az-Zukhruf Ayat 38
حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَنَا قَالَ يَٰلَيۡتَ بَيۡنِى وَبَيۡنَكَ بُعۡدَ ٱلۡمَشۡرِقَيۡنِ فَبِئۡسَ ٱلۡقَرِينُ

Terjemahan: “Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada kami (di hari kiamat) dia berkata: “Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyrik dan maghrib, maka syaitan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia)”.

Tafsir Jalalain: (Sehingga apabila orang yang berpaling itu datang kepada Kami) bersama dengan temannya atau setannya di hari kiamat kelak (dia berkata,) orang yang berpaling itu kepada temannya atau setannya (“Aduhai) huruf Ya di sini menunjukkan makna Tanbih (seandainya jarak antara aku dan kamu seperti jarak antara masyriq dan Magrib) yakni sejauh jarak antara timur dan barat (maka sejelek-jelek teman) bagiku adalah kamu.” Lalu Allah berfirman:.

Tafsir Ibnu Katsir: قَالَ يَٰلَيۡتَ بَيۡنِى وَبَيۡنَكَ بُعۡدَ ٱلۡمَشۡرِقَيۡنِ فَبِئۡسَ ٱلۡقَرِينُ (“Dia berkata: ‘Aduhai, semoga [jarak] antara aku dan kamu seperti jarak antara masyriq dan maghrib, maka syaitan itu adalah sejahat-jahat teman [yang menyertai manusia]”)

Sebagian mereka membaca: حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَنَا (“Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami.”) yaitu teman dan yang ditemani. Yang dimaksud dengan al-masyriqaini di sini adalah apa yang ada antara timur dan barat. Hal itu digunakan disini karena ia lebih dominan. Sebagaimana dikatakan: alqamaraani (dua bulan) al-‘umuraani (dua Umar) al-abawaani (dua orang tua).” Hal itu dikatakan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini diterangkan nasib manusia yang bersahabat dengan setan itu di hari akhirat ketika menghadap Allah. Di saat itulah orang itu baru menyadari bahwa ia telah disesatkan oleh setan-setan itu.

Baca Juga:  Surah Al-Kahfi Ayat 71-73; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Di hadapan Allah ia menyesali mengapa ia terlalu dekat dengan setan-setan itu sewaktu di dunia. Ia menyesal mengapa waktu di dunia dulu mereka dengan setan itu tidak berjauhan sebagaimana jauhnya timur dan barat, yaitu seperti antara satu ujung dengan ujung yang lainnya.

Tetapi penyesalan itu tidak berguna, karena dunia sudah digulung dan tidak akan mungkin dikembalikan lagi. Di akhirat setan-setan yang menjadi teman-teman setia mereka waktu di dunia akan meninggalkan mereka. Di depan Allah setan-setan itu mengingkari persahabatan dan berlepas tangan, sebagaimana diinformasikan dalam Surah Ibrahim/14: 22. Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan,

“Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku.

Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih. (Ibrahim/14: 22) Demikianlah, setan-setan jelas merupakan teman yang paling jahat: di dunia mereka merayu, tetapi di akhirat mereka berlepas tangan bahkan menjerumuskan manusia.

Tafsir Quraish Shihab: Sehingga, ketika orang yang berpura-pura buta untuk melihat al-Qur’ân itu datang menemui Allah pada hari kiamat, dan melihat sendiri akibat perbuatannya, ia berkata kepada temannya dengan nada menyesal, “Andai saja aku dulu, di dunia, jauh darimu sejauh jarak antara timur dari barat. Kamu benar-benar teman- teman yang paling jahat sampai menjerumuskan aku ke jurang kenistaan.

Surah Az-Zukhruf Ayat 39
وَلَن يَنفَعَكُمُ ٱلۡيَوۡمَ إِذ ظَّلَمۡتُمۡ أَنَّكُمۡ فِى ٱلۡعَذَابِ مُشۡتَرِكُونَ

Terjemahan: “(Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu.

Tafsir Jalalain: وَلَن يَنفَعَكُمُ (Sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepada kalian) angan-angan dan penyesalan kalian itu, hai orang-orang yang berpaling ٱلۡيَوۡمَ إِذ ظَّلَمۡتُمۡ (di hari ini karena kalian telah berbuat aniaya) maksudnya telah jelaslah kelaliman kalian dengan sebab menyekutukan Allah sewaktu di dunia. Lafal Idz merupakan Badal dari lafal Al Yaumu.

أَنَّكُمۡ (Bahwasanya kalian) bersama dengan teman-teman kalian فِى ٱلۡعَذَابِ مُشۡتَرِكُونَ (bersekutu dalam azab ini) adanya illat dalam ayat ini diperkirakan keberadaannya, tidak disebutkan karena kurang penting.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَلَن يَنفَعَكُمُ ٱلۡيَوۡمَ إِذ ظَّلَمۡتُمۡ أَنَّكُمۡ فِى ٱلۡعَذَابِ مُشۡتَرِكُونَ
(“[Harapanmu itu] sekali-sekali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari ini, karena kamu telah menganiaya [dirimu sendiri]. Sesungguhnya kamu bersekutu dalam adzab itu.”) yaitu semua itu tidak dapa membela kalian dari bersatunya kalian di dalam api neraka dan bersekutunya kalian dalam adzab yang sangat pedih.

Tafsir Kemenag: Selanjutnya Allah menegaskan kepada mereka bahwa bagaimana pun penyesalan mereka dan apa pun alasan mereka tidak akan diterima. Hal itu karena mereka telah berbuat aniaya, yaitu tidak mengimani-Nya dan tidak menjalankan perintah-perintah-Nya. Mereka akhirnya akan dijebloskan ke dalam neraka bersama setan-setan teman-teman mereka itu.

Tafsir Quraish Shihab: Pada hari itu, sebagai penghinaan, kepada mereka dikatakan, “Hari ini, kebersamaan kalian dengan setan di dalam siksaan, tidak akan meringankan siksaan itu, karena kalian telah menzalimi diri sendiri dengan mengambil sikap kafir. Masing-masing merasakan penderitaan akibat siksa yang amat berat.

Surah Az-Zukhruf Ayat 40
أَفَأَنتَ تُسۡمِعُ ٱلصُّمَّ أَوۡ تَهۡدِى ٱلۡعُمۡىَ وَمَن كَانَ فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ

Terjemahan: “Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata?

Tafsir Jalalain: أَفَأَنتَ تُسۡمِعُ ٱلصُّمَّ أَوۡ تَهۡدِى ٱلۡعُمۡىَ وَمَن كَانَ فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ (Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak dapat mendengar, atau dapatkah kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta hatinya dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata?) jelas sesatnya, maksudnya mereka tidak beriman.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: أَفَأَنتَ تُسۡمِعُ ٱلصُّمَّ أَوۡ تَهۡدِى ٱلۡعُمۡىَ وَمَن كَانَ فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ (“Maka, apakah kamu dapat menjadikan orang yang tuli bisa mendengar atau [dapatkah] kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta [hatinya] dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata?”) hal itu bukan menjadi tugasmu, akan tetapi tugasmu hanyalah menyampaikan, bukan memberi petunjuk kepada mereka. Akan tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dia Mahabijaksana lagi Mahaadil dalam semua itu.

Tasir Kemenag: Pada ayat ini Allah bertanya kepada Nabi Muhammad saw yang selalu ingin agar orang-orang kafir itu beriman, apakah ia mampu membuat orang yang tuli mendengar ajakan untuk beriman dan berbuat baik, dan apakah ia mampu membuka hati orang yang telah tertutup mata hatinya. Tentu saja Nabi saw. tidak akan mampu, karena yang mampu melakukannya hanyalah Allah, sedangkan Allah tidak akan mengembalikan mereka yang sesat itu bila mereka sendiri tidak bersedia kembali kepada jalan yang benar.

Pertanyaan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw itu bukanlah untuk maksud bertanya, tetapi justru untuk menegaskan bahwa telinga dan mata batin mereka sebenarnya sudah tuli dan buta, karena itu kebenaran apa pun yang disampaikan kepada mereka tidak akan mereka terima.

Oleh karena itu tugas beliau sebagai seorang rasul hanya menyampaikan. Dalam menyampaikan firman-firman Allah kepada kaum kafir Mekah itu, Nabi saw telah melaksanakannya dengan segenap tenaga dan upaya, namun sebagian mereka menentangnya. Nabi saw dan umatnya diboikot, bahkan diancam akan dibunuh.

Untuk menyelamatkan diri Nabi saw memerintahkan pengikut-pengikutnya untuk berhijrah, pertama ke Abessinia, dan kedua ke Medinah. Penentangan dan ancaman itu kadang-kadang membuat hati Nabi saw. kecewa dan hampir-hampir putus asa. Namun dengan turunnya ayat-ayat seperti ayat ini, hati beliau terhibur kembali.

Beliau sadar bahwa ia tidak bersalah, tetapi merekalah yang tertutup hatinya. Yang mampu membukanya hanyalah Allah, karena itu beliau tidak lagi berputus asa, tetapi terus berdakwah, dengan harapan pada suatu saat Allah akan menurunkan hidayah-Nya kepada mereka.

Di dalam ayat lain Allah berfirman mengenai pemberian hidayah yang merupakan wewenang Allah itu: Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)

Tafsir Quraish Shihab: Mampukan kamu memberi petunjuk kepada mereka yang amat jauh tersesat? Dapatkah kamu membuat orang tuli–untuk mendengarkan kebenaran–menjadi dapat mendengar? Atau, orang buta–untuk mengambil pelajaran–menjadi dapat melihat? Atau orang yang, menurut ilmu Allah, mati dalam keadaan sesat? Tidak, kamu tidak mampu. Karena kekafiran mereka telah begitu merasuk kuat, hingga tidak lagi dapat mengambil manfaat dari apa yang mereka lihat dan dengar.

Baca Juga:  Surah Az-Zukhruf Ayat 21-25; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Surah Az-Zukhruf Ayat 41
فَإِمَّا نَذۡهَبَنَّ بِكَ فَإِنَّا مِنۡهُم مُّنتَقِمُونَ

Terjemahan: “Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan) maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat).

Tafsir Jalalain: فَإِمَّا (Sungguh, jika) lafal Imma asalnya adalah gabungan antara Syarthiyyah dan Ma Zaidah نَذۡهَبَنَّ بِكَ (Kami mewafatkan kamu) sebelum Kami mengazab mereka فَإِنَّا مِنۡهُم مُّنتَقِمُونَ (maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka) di akhirat.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: فَإِمَّا نَذۡهَبَنَّ بِكَ فَإِنَّا مِنۡهُم مُّنتَقِمُونَ (“Sungguh, jika Kami mewafatkanmu [sebelum kamu mencapai kemenangan], maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka [di akhirat].”) yaitu Kami pasti akan menghukum dan menyiksa mereka, sekalipun engkau telah wafat.

Tafsir Kemenag: Di dalam dua ayat ini dijelaskan bahwa Nabi saw tidak perlu terlalu merisaukan penentangan orang-orang musyrikin Mekah. Mereka pasti akan dihukum oleh Allah pada saat yang dikehendaki-Nya. Kemungkinan hukuman itu dalam dua cara.

Pertama, Allah akan menghukum mereka setelah Nabi saw meninggal; dengan demikian hukuman itu tidak sempat beliau saksikan sendiri di dunia. Kedua, hukuman terhadap orang-orang yang kafir itu dilaksanakan Allah sekarang juga yaitu pada saat Nabi saw masih hidup.

Bukti hukuman seperti itu adalah, menurut sebagian ulama, terbunuhnya banyak pemimpin kaum kafir Mekah pada Perang Badar. Demikianlah ancaman Allah terhadap kaum kafir itu. Pernyataan itu kembali menguatkan hati Nabi saw bahwa mereka yang menentang itu memang betul-betul membutakan mata hatinya karena itu perlu didakwahi lebih intensif lagi.

Tafsir Quraish Shihab: Jika Kami mematikan kamu sebelum Kami perlihatkan kepadamu penyiksaan mereka–sehingga, dengan demikian, Kami melegakan dadamu dan orang-orang Mukmin–Kami pasti akan tetap membalas mereka di dunia dan di akhirat.

Surah Az-Zukhruf Ayat 42
أَوۡ نُرِيَنَّكَ ٱلَّذِى وَعَدۡنَٰهُمۡ فَإِنَّا عَلَيۡهِم مُّقۡتَدِرُونَ

Terjemahan: “Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami ancamkan kepada mereka. Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka.

Tafsir Jalalain: أَوۡ نُرِيَنَّكَ (Atau kami memperlihatkan kepadamu) sewaktu kamu masih hidup ٱلَّذِى وَعَدۡنَٰهُمۡ (apa yang telah Kami ancamkan kepada mereka) yakni azab yang Kami ancamkan itu فَإِنَّا عَلَيۡهِم مُّقۡتَدِرُونَ (maka sesungguhnya Kami atas mereka) maksudnya, untuk mengazab mereka (berkuasa) sangat berkuasa atau sangat mampu.

Tafsir Ibnu Katsir: أَوۡ نُرِيَنَّكَ ٱلَّذِى وَعَدۡنَٰهُمۡ فَإِنَّا عَلَيۡهِم مُّقۡتَدِرُونَ (“Atau Kami memperlihatkan kepadamu [adzab] yang telah Kami [Allah] ancamkan kepada mereka. Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka.”) yaitu Kami berkuasa atas engkau dan mereka. Dan Allah tidak akan mewafatkan Rasulullah saw. hingga Dia menyejukkan matanya [dengan] melihat musuh-musuh-Nya kalah dan hukum-Nya berada di atas mereka dan kekuasaan-Nya meliputi kekuasaan mereka. Demikian pendapat as-Suddi dan dipilih oleh Ibnu Jarir.

Tafsir Kemenag: Di dalam dua ayat ini dijelaskan bahwa Nabi saw tidak perlu terlalu merisaukan penentangan orang-orang musyrikin Mekah. Mereka pasti akan dihukum oleh Allah pada saat yang dikehendaki-Nya. Kemungkinan hukuman itu dalam dua cara.

Pertama, Allah akan menghukum mereka setelah Nabi saw meninggal; dengan demikian hukuman itu tidak sempat beliau saksikan sendiri di dunia. Kedua, hukuman terhadap orang-orang yang kafir itu dilaksanakan Allah sekarang juga yaitu pada saat Nabi saw masih hidup.

Bukti hukuman seperti itu adalah, menurut sebagian ulama, terbunuhnya banyak pemimpin kaum kafir Mekah pada Perang Badar. Demikianlah ancaman Allah terhadap kaum kafir itu. Pernyataan itu kembali menguatkan hati Nabi saw bahwa mereka yang menentang itu memang betul-betul membutakan mata hatinya karena itu perlu didakwahi lebih intensif lagi.

Tafsir Quraish Shihab: Atau, jika kamu ingin agar Kami memperlihatkan siksaan yang telah Kami janjikan untuk mereka sebelum matimu, Kami pasti akan memperlihatkannya kepadamu, karena Kami memang berkuasa atas mereka dengan kekuasaan dan keperkasaan Kami.

Surah Az-Zukhruf Ayat 43
فَٱسۡتَمۡسِكۡ بِٱلَّذِىٓ أُوحِىَ إِلَيۡكَ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسۡتَقِيمٍ

Terjemahan: “Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.

Tafsir Jalalain: فَٱسۡتَمۡسِكۡ بِٱلَّذِىٓ أُوحِىَ إِلَيۡكَ (Maka berpegang teguhlah kamu kepada apa yang telah diwahyukan kepadamu) yakni Alquran. إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَٰطٍ (Sesungguhnya kamu berada di atas jalan) atau tuntunan مُّسۡتَقِيمٍ (yang lurus.).

Tafsir Ibnu Katsir: فَٱسۡتَمۡسِكۡ بِٱلَّذِىٓ أُوحِىَ إِلَيۡكَ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسۡتَقِيمٍ (“Maka, berpegang tehuhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.”) yaitu peganglah al-Qur’an yang diturunkan kepada hatimu, karena itulah kebenaran, dan apa yang ditunjukkannya adalah kebenaran yang dapat mengarahkan kepada jalan Allah yang lurus serta dapat mengantarkanmu menuju surga yang penuh kenikmatan dan kebaikan yang kekal abadi.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini Nabi saw diminta Allah untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an, yaitu lebih meningkatkan iman kepadanya dan lebih giat menyampaikan ajaran-ajaran Allah di dalamnya. Hal itu karena ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Kitab itu mutlak benar dan menjamin kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Sedangkan bagi mereka yang tetap membangkang tentu Allah akan menentukan hukuman buat mereka.

Tafsir Quraish Shihab: Kalau memang salah satu dari dua hal itu terjadi–dan memang pasti terjadi–maka berpegang teguhlah kepada al-Qur’ân yang telah Kami wahyukan kepadamu. Tetaplah melaksanakan ajaran-ajarannya, karena kamu berada pada jalan yang benar dan lurus.

Surah Az-Zukhruf Ayat 44
وَإِنَّهُۥ لَذِكۡرٌ لَّكَ وَلِقَوۡمِكَ وَسَوۡفَ تُسۡـَٔلُونَ

Terjemahan: “Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.

Tafsir Jalalain: وَإِنَّهُۥ لَذِكۡرٌ (Dan sesungguhnya Alquran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar) benar-benar merupakan kemuliaan yang besar لَّكَ وَلِقَوۡمِكَ (bagimu dan bagi kaummu) karena diturunkan dengan memakai bahasa mereka وَسَوۡفَ تُسۡـَٔلُونَ (dan kelak kalian akan diminta pertanggungan jawab) tentang pengamalannya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَإِنَّهُۥ لَذِكۡرٌ لَّكَ وَلِقَوۡمِكَ (“Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu.”) satu pendapat mengatakan: “Maknanya adalah, kemuliaan bagimu dan bagi kaummu.”

Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Qatadah, as-Suddi dan Ibnu Zaid berkata, serta dipilih oleh Ibnu Jarir: “Yaitu tidak dihikayatkan yang sama dengannya.” At-Tirmidzi membawakan riwayat az-Zuhri dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari Mu’awiyah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya urusan [khilafah] ini pada Quraisy, tidak ada seorangpun yang merebutnya dari mereka kecuali Allah akan menjungkirkan wajahnya, selam mereka menegakkan agama.” (HR al-Bukhari)

Maknanya, bahwa Dia memuliakan mereka dimana Dia menurunkan wahyu dengan bahasa mereka, sehingga mereka adalah manusia paling faham tentangnya. Untuk itu mereka layak menjadi manusia yang paling lurus dan paling mengerti tentang kandungannya.

Demikian pula kelompok yang paling terpilih dan paling bersih di kalangan mereka, di kalangan Muhajirin yang paling terdahulu dan paling pertama masuk Islam, serta orang-orang yang sama dengan mereka dan para pengikut mereka.

Baca Juga:  Surah Maryam Ayat 51-53; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Pendapat lain mengatakan: “Makna: وَإِنَّهُۥ لَذِكۡرٌ لَّكَ وَلِقَوۡمِكَ; adalah sebagai peringatan bagimu dan kaummu.” Pengkhususan sebutan mereka tidak berarti meniadakan selain mereka, seperti firman Allah: (“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”)(asy-Syu’araa’: 214)

َسَوۡفَ تُسۡـَٔلُونَ (“Dan kelak kamu akan dimintai pertanggungjawaban.”) yaitu tentang al-Qur’an ini, bagaimana kalian mengamalkan dan memperkenankannya.

Tafsir Kemenag: Allah menegaskan bahwa turunnya Al-Qur’an itu sesungguhnya adalah kemuliaan bagi Nabi saw dan kaumnya, yaitu suku Quraisy pada khususnya dan bangsa Arab pada umumnya. Hal itu karena Al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa mereka.

Dengan begitu bangsa Arab, khususnya suku Quraisy, tentu yang paling paham maknanya, karena itu seharusnya mereka menjadi yang pertama dalam mengimaninya dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya.

Dalam ayat lain Allah menyatakan Al-Qur’an sebagai kehormatan yang telah diberikan kepada mereka: Sungguh, telah Kami turunkan kepadamu sebuah Kitab (Al-Qur’an) yang di dalamnya terdapat peringatan bagimu. Maka apakah kamu tidak mengerti? (al-Anbiya’/21: 10)

Selanjutnya, orang-orang musyrikin Mekah seharusnya menjadi pelopor dalam menyebarkan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Untuk itu semua mereka akan diminta pertanggungjawabannya. Bila mereka tidak mengimaninya, tidak menjalankannya, dan tidak menyebarluaskannya, maka kedudukan mereka akan digantikan oleh kaum-kaum lain, sebagaimana difirmankan Allah:

Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu di antara kamu ada orang yang kikir, dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Mahakaya dan kamulah yang membutuhkan (karunia-Nya).

Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar) Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu (ini). (Muhammad/47: 38) Karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, kaum muslimin yang bukan bangsa Arab dan tidak berbahasa Arab berarti perlu belajar bahasa Arab supaya dapat memahami ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an itu dengan baik.

Di antara mereka perlu ada yang mendalami ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya, melaksanakannya, dan mendakwahkannya. Bila mereka melakukan yang demikian itu, maka kedudukan mereka setingkat dengan suku Quraisy yang dianugerahi kemulian sebagai umat pertama yang menerima Islam dan menyebarluaskannya kepada bangsa-bangsa lain. Mereka adalah para ulama. Dengan demikian di pundak para ulama terletak tanggung jawab besar dan mereka juga akan diminta pertanggungjawaban nanti di akhirat oleh Allah swt.

Tafsir Quraish Shihab: Al-Qur’ân ini, sungguh merupakan kehormatan yang amat besar bagimu, Muhammad, dan bagi umatmu. Sebab, kitab suci ini diturunkan kepadamu dengan bahasa yang digunakan oleh bangsa Arab. Kelak, pada hari kiamat, kalian akan dimintai pertanggungjawaban: adakah kalian memenuhi haknya dan mensyukuri nikmatnya atau tidak.

Surah Az-Zukhruf Ayat 45
وَسۡـَٔلۡ مَنۡ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رُّسُلِنَآ أَجَعَلۡنَا مِن دُونِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ءَالِهَةً يُعۡبَدُونَ

Terjemahan: “Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: “Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?”

Tafsir Jalalain: وَسۡـَٔلۡ مَنۡ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رُّسُلِنَآ أَجَعَلۡنَا مِن دُونِ ٱلرَّحۡمَٰنِ (Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, “Adakah Kami menentukan selain Allah Yang Maha Pemurah) ءَالِهَةً يُعۡبَدُونَ (sebagai tuhan-tuhan untuk disembah), menurut suatu pendapat bahwa hal ini memang berdasarkan kenyataan, yaitu seumpamanya Allah mengumpulkan rasul-rasul itu pada malam sewaktu nabi diisra-kan.

Menurut pendapat yang lain bahwa yang dimaksud adalah umat-umat dari kalangan ahli kitab. Kedua pendapat tadi tidak usah diselidiki kebenarannya, karena makna yang dimaksud dari perintah menanyakan ini ialah untuk menetapkan terhadap orang-orang musyrik Quraisy, bahwasanya tiada seorang utusan pun dari Allah dan tiada pula suatu kitab pun yang diturunkan-Nya yang memerintahkan untuk menyembah kepada selain Allah.

Tafsir Ibnu Katsir: وَسۡـَٔلۡ مَنۡ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رُّسُلِنَآ أَجَعَلۡنَا مِن دُونِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ءَالِهَةً يُعۡبَدُونَ (“Dan tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelummu: ‘Adakah Kami menentukan ilah-ilah untuk disembah?’”) yaitu seluruh Rasul menyeru kepada apa yang engkau seru manusia kepadanya, yaitu beribadah kepada Allah Mahaesa yang tidak ada sekutu bagi-Nya, serta melarang menyembah berhala-berhala dan patung-patung, seperti firman Allah Yang Mahaagung kebesaran-Nya:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat [untuk menyerukan]: ‘Ibadahilah Allah [saja], dan jauhilah thaghut itu.” (an-Nahl: 36)

Mujahid berkata dalam qiraat ‘Abdullah bin Mas’ud: “Tanyakanlah kepada para Rasul Kami yang telah Kami utus kepada mereka sebelummu.” Demikian yang diceritakan oleh Qatadah, adl-Dlahhak, dan as-Suddi dari Ibnu Mas’ud. Seakan-akan ini merupakan tafsir, bukan bacaan. wallaaHu a’lam.

‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata: “Tanyakanlah kepada mereka pada malam Isra’, karena para Nabi berkumpul kepadanya. Ibnu Jarir memilih pendapat yang pertama, wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Ayat ini mengandung celaan terhadap kaum kafir Mekah yang masih belum mau beriman dan masih tetap menyembah berhala-berhala. Celaan itu ditujukan kepada mereka karena Al-Qur’an turun dalam bahasa mereka, dimana merekalah seharusnya yang lebih memahaminya dan mengimaninya terlebih dahulu.

Untuk itulah Allah meminta Nabi Muhammad bertanya kepada rasul-rasul terdahulu, pernahkah Allah menjadikan sembahan selain-Nya. Perintah agar Nabi saw bertanya kepada nabi-nabi terdahulu itu, menurut pendapat sebagian ulama, terjadi pada waktu Nabi saw melakukan Isra’ Mi’raj.

Ada pula yang berpendapat bahwa pertanyaan kepada rasul-rasul itu dilakukan dengan memeriksa isi kitab-kitab suci terdahulu, yaitu Taurat dan Injil. Para nabi itu pasti akan menjawab bahwa mereka tidak pernah menyaksikan adanya Tuhan selain Allah.

Dengan demikian perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk bertanya kepada nabi-nabi terdahulu itu bukanlah bertanya karena tidak tahu, tetapi bertanya untuk menunjukkan bahwa kaum Quraisy yang menyembah berhala-berhala itu keliru karena hal itu tidak pernah diajarkan dalam agama-agama terdahulu. Oleh sebab itu mereka seharusnya beriman. .

Tafsir Quraish Shihab: Amatilah syariat agama yang dibawa oleh rasul-rasul yang Kami utus sebelummu, adakah kamu dapatkan di dalamnya seruan untuk menyembah tuhan selain Allah? Tidak ada. Kalau begitu, orang-orang yang menyembah tuhan selain Allah, itu benar-benar tersesat.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Az-Zukhruf Ayat 36-45 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S