Surah Fussilat Ayat 49-51; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Fussilat Ayat 49-51

Pecihitam.org – Kandungan Surah Fussilat Ayat 49-51 ini, menerangkan keinginan-keinginan manusia untuk mencapai hal-hal yang menyangkut kepentingan dirinya. Sebagian besar manusia adalah orang-orang yang tamak, suka mencari harta dan mencari kesenangan untuk dirinya sendiri.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah menerangkan sifat-sifat kebanyakan manusia, yaitu jika mereka mendapat nikmat dan kesenangan mereka menjadi lupa dan sombong sehingga menyatakan, “Ini adalah hasil kerjaku sendiri, sehingga aku tidak perlu memberikan sebagian hartaku ini kepada orang lain, dan tidak perlu bersyukur kepada siapapun. Aku juga tidak yakin apakah hari Kiamat itu akan datang?”

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Fussilat Ayat 49-51

Surah Fussilat Ayat 49
لَّا يَسۡـَٔمُ ٱلۡإِنسَٰنُ مِن دُعَآءِ ٱلۡخَيۡرِ وَإِن مَّسَّهُ ٱلشَّرُّ فَيَـُٔوسٌ قَنُوطٌ

Terjemahan: Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.

Tafsir Jalalain: لَّا يَسۡـَٔمُ ٱلۡإِنسَٰنُ مِن دُعَآءِ ٱلۡخَيۡرِ (Manusia tidak jemu memohon kebaikan) artinya, masih tetap terus meminta kepada Rabbnya akan harta, kesehatan dan lain-lainnya وَإِن مَّسَّهُ ٱلشَّرُّ (dan jika ia ditimpa malapetaka) berupa kemiskinan dan kesengsaraan فَيَـُٔوسٌ قَنُوطٌ (dia menjadi putus asa lagi putus harapan) dari rahmat Allah. Ayat ini merupakan gambaran bagi keadaan orang-orang kafir, demikian pula gambaran dalam Ayat selanjutnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: “Manusia tidak jemu memohon kebaikan dari Rabbnya berupa harta, kesehatan badan dan lain-lain. Dan jika ditimpa malapetaka berupa bencana atau kemiskinan, فَيَـُٔوسٌ قَنُوطٌ (“Dia menjadi putus asa lagi putus harapan.”) maksudnya, muncul perasaan dalam benaknya bahwa tidak ada lagi kebaikan yang akan diperolehnya setelah itu.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan keinginan-keinginan manusia untuk mencapai hal-hal yang menyangkut kepentingan dirinya. Sebagian besar manusia adalah orang-orang yang tamak, suka mencari harta dan mencari kesenangan untuk dirinya sendiri.

Mereka menginginkan harta dan kekuasaan, karena menurut mereka dengan harta dan kekuasaan itu semua cita-cita dan keinginannya akan tercapai. Mereka ingin keturunan, karena dengan keturunan itu mereka dapat mewariskan semua harta yang mereka peroleh dan akan selalu ada orang yang mengenang jasa dan keberhasilan mereka selama hidup di dunia.

Mereka ingin memperoleh harta benda dunia sebanyak-banyaknya, karena itu mereka berlomba-lomba mencapainya, seakan-akan hidup dan kehidupan mereka dihabiskan untuk itu.

Dalam Ayat ini, yang selalu diinginkan dan dicari manusia itu disebut “khair” (kebaikan). Disebut “khair” karena yang diinginkan manusia itu adalah kebaikan yang merupakan rahmat dan karunia Allah.

Rahmat dan karunia Allah itu mereka jadikan tujuan yang harus dicapai dalam hidup dan kehidupan mereka di dunia ini, bukan sebagai alat atau jalan yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai sesuatu yang lebih mulia dan lebih tinggi nilainya, sehingga rahmat dan karunia Allah yang semula adalah baik, mereka jadikan sumber bencana dan malapetaka karena hawa nafsu mereka yang dapat menimpa diri mereka sendiri atau orang lain.

Yang dimaksud dengan “mencari kebaikan” dalam Ayat ini ialah menginginkan, berusaha, mencari, menuntut dan menjadikan kebaikan itu sebagai alat dan jalan mencapai tujuan hidup di dunia dan akhirat, bukan untuk mencari kebaikan agar kebaikan itu dapat dijadikan alat dan jalan mencapai tujuan yang diinginkan hawa nafsu.

Mencari kebaikan untuk memenuhi keinginan hawa nafsu dapat menimbulkan malapetaka bagi yang mencarinya. Tetapi, jika mencari kebaikan itu tujuannya agar kebaikan itu dapat dijadikan alat dan jalan untuk mencari keridaan Allah, maka mencari kebaikan yang demikian dianjurkan oleh agama Islam.

Misalnya, seseorang berusaha mencari harta yang halal agar dengan harta itu ia dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah, seperti memberi nafkah keluarganya, berinfak di jalan Allah, menolong fakir miskin, dan sebagainya.

Demikian pula, orang yang ingin mencari pangkat dan kekuasaan, ia boleh mencarinya dengan maksud menegakkan keadilan, menegakkan hukum-hukum Allah, dan menolong orang-orang yang sengsara. Usaha yang demikian adalah usaha yang terpuji dan diridai Allah.

Jadi, mencari kebaikan itu pada hakikatnya baik jika kebaikan yang diperoleh itu dijadikan alat dan jalan untuk mencari keridaan Allah. Tetapi, mencari kebaikan itu akan merusak dirinya jika kebaikan itu digunakan untuk memenuhi hawa nafsusnya.

Baca Juga:  Surah Fussilat Ayat 52-54; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Sifat manusia yang lain ialah jika kebaikan yang dicarinya itu tidak diperolehnya atau mereka ditimpa suatu musibah, maka mereka menjadi putus asa, seakan-akan tidak ada harapan lagi bagi mereka, tidak ada lagi bumi tempat berpijak dan tidak ada lagi langit tempat berteduh, semua yang mereka inginkan itu seakan-akan sirna.

Dalam keadaan yang demikian, mereka menjadi berputus asa dari rahmat Allah dan berprasangka buruk terhadap Allah seakan-akan Allah tidak mempunyai sifat kasih sayang dan bukan Maha Pemberi rahmat kepada hamba-hamba-Nya.

Sifat-sifat yang diterangkan oleh Ayat ini adalah sifat-sifat orang yang tidak beriman dan tidak memurnikan ketaatan dan kepatuhannya kepada Allah. Mereka masih percaya kepada adanya kekuatan-kekuatan lain yang dapat menolong mereka selain dari kekuatan Allah. Seakan-akan mereka tidak percaya akan adanya rahmat dan karunia-Nya dan tidak percaya adanya kehidupan yang sebenarnya yaitu kehidupan akhirat nanti.

Ada pun orang-orang yang beriman kepada Allah, adalah orang-orang yang tunduk dan patuh kepada-Nya, merasakan keagungan dan kebesaran-Nya dan merasa dirinya bergantung kepada rahmat dan karunia-Nya. Mereka percaya akan adanya kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan di akhirat, dan mereka percaya bahwa kehidupan dunia hanya bersifat sementara. Karenanya mereka berusaha dan bekerja semata-mata untuk mencari keridaan-Nya.

Mereka juga percaya bahwa Allah selain menguji hamba-hamba-Nya yang beriman dan ujian itu selalu diberikan dalam bermacam-macam bentuk, ada yang berupa kesengsaraan dan penderitaan, dan ada pula yang berbentuk kesenangan dan kekayaan. Apa pun wujud ujian dan cobaan itu, dihadapinya dengan sabar dan tawakal.

Jika mereka memperoleh kebaikan dan harta, ia bergembira dan bersyukur kepada-Nya dan jika ditimpa musibah, mereka tetap sabar dan tabah, bahkan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Mereka tetap mengharapkan rahmat dan karunia Allah karena benar-benar yakin akan sifat kasih sayang Allah yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada setiap hamba yang beriman kepada-Nya. Allah swt berfirman:

Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (Yusuf/12: 87).

Tafsir Quraish Shihab: Manusia tidak bosan-bosan memohon doa kepada Allah demi kebaikan dunia. Apabila ditimpa kejelekan, ia merasa tidak ada lagi harapan untuk diterima doanya.

Surah Fussilat Ayat 50
وَلَئِنۡ أَذَقۡنَٰهُ رَحۡمَةً مِّنَّا مِنۢ بَعۡدِ ضَرَّآءَ مَسَّتۡهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِى وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةً وَلَئِن رُّجِعۡتُ إِلَىٰ رَبِّىٓ إِنَّ لِى عِندَهُۥ لَلۡحُسۡنَىٰ فَلَنُنَبِّئَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِمَا عَمِلُواْ وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنۡ عَذَابٍ غَلِيظٍ

Terjemahan: Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya”. Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.

Tafsir Jalalain: وَلَئِنۡ (Dan sungguh jika) huruf Lamnya menunjukkan makna Qasam أَذَقۡنَٰهُ (Kami rasakan kepadanya) Kami berikan kepadanya رَحۡمَةً (rahmat) kecukupan dan kesehatan مِّنَّا مِنۢ بَعۡدِ ضَرَّآءَ (dari Kami sesudah kesusahan) yakni kesengsaraan dan malapetaka مَسَّتۡهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِى (yang telah menimpanya, pastilah dia berkata, “Ini adalah hakku) artinya, berkat karyaku sendiri وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةً وَلَئِن (dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan sungguh jika) huruf Lamnya menunjukkan makna Qasam,

رُّجِعۡتُ إِلَىٰ رَبِّىٓ إِنَّ لِى عِندَهُۥ لَلۡحُسۡنَىٰ (aku dikembalikan kepada Rabbku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan di sisi-Nya”) yakni surga. فَلَنُنَبِّئَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِمَا عَمِلُواْ وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنۡ عَذَابٍ غَلِيظٍ (Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras) siksaan yang keras. Huruf Lam yang terdapat pada dua Fi’il bermakna Qasam.

Baca Juga:  Surah Al-Qashash Ayat 76-77; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: وَلَئِنۡ أَذَقۡنَٰهُ رَحۡمَةً مِّنَّا مِنۢ بَعۡدِ ضَرَّآءَ مَسَّتۡهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِى (“Dan jika Kami merasakan kepadanya suatu nikmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: ‘Ini adalah hakku.’”) yaitu jika dia mendapatkan kebaikan dan rizky setelah sebelumnya berada dalam kesulitan, niscaya dia berkata: ‘Ini adalah hakku, aku memang dari dahulu berhak menerimanya di sisi Rabb-ku. وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةً (“Dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang.”) yaitu, dia mengingkari terjadinya hari kiamat.

Hal itu berarti bahwa saat dia mendapatkan kenikmatan, dia berbangga diri, sombong dan kufur. Sebagaimana firman Allah: “Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (al-‘Alaq: 6-7)

وَلَئِن رُّجِعۡتُ إِلَىٰ رَبِّىٓ إِنَّ لِى عِندَهُۥ لَلۡحُسۡنَىٰ (“Dan jika aku dikembalikan kepada Rabb-ku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya.”) yakni jika disana ada tempat kembali, maka Rabb-ku niscaya akan berbuat baik kepadaku sebagaimana Dia berbuat baik kepadaku di dunia. Dia berangan-angan kepada Allah, padahal amalnya buruk, dan berada dalam ketidakyakinan.

Allah berfirman: فَلَنُنَبِّئَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِمَا عَمِلُواْ وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنۡ عَذَابٍ غَلِيظٍ (“Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka adzab yang keras.”) Allah mengancam orang yang amal dan keyakinannya seperti ini dengan siksaan dan hukuman.

Tafsir Kemenag: Pada Ayat ini Allah menerangkan sifat-sifat kebanyakan manusia, yaitu jika mereka mendapat nikmat dan kesenangan mereka menjadi lupa dan sombong sehingga menyatakan, “Ini adalah hasil kerjaku sendiri, sehingga aku tidak perlu memberikan sebagian hartaku ini kepada orang lain, dan tidak perlu bersyukur kepada siapapun. Aku juga tidak yakin apakah hari Kiamat itu akan datang?”

Selanjutnya orang-orang kafir itu juga menyatakan jika aku akan dikembalikan kepada Allah maka aku pasti akan memperoleh kebaikan pula pada sisinya. Demikian cara berfikir mereka yang tidak jelas dan hanya berdasarkan perkiraan-perkiraan saja.

Maka Ayat ini diakhiri dengan ketegasan bahwa Allah benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang mereka lakukan di dunia dan akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka di akhirat.

Adapun sifat-sifat orang yang putus asa dari rahmat Allah yaitu sebagai berikut:

  1. Jika kesengsaraan dan kesulitan yang sedang mereka derita tiba-tiba dihilangkan dari mereka, kemudian mereka dianugerahi rahmat dan karunia, mereka lupa kepada kesengsaraan dan penderitaan yang pernah mereka alami, mereka lupa kepada sumber rahmat dan karunia yang mereka terima itu, bahkan mereka mengatakan bahwa semua yang mereka peroleh itu semata-mata karena hasil usaha dan kepandaian mereka sendiri, bukan karena anugerah Allah. Yang dimaksud dengan perkataan hadha li dalam Ayat ini ialah: Ini aku peroleh karena hasil usaha dan kepandaianku sendiri, karena itu semua yang aku peroleh benar-benar milikku dan tidak seorang pun yang bersamaku dalam kepemilikan ini. Karena itu, aku tidak perlu membagikannya kepada orang lain dan tidak perlu memanjatkan puja dan puji kepada Allah dan mengingat akan karunia dan kebaikan-Nya.
  2. Mereka tidak percaya adanya hari Kiamat. Ketidakpercayaan ini timbul karena sifat angkuh dan takabur yang ada pada diri mereka dan karena kesenangan hidup di dunia yang sedang mereka nikmati.
  3. Mereka mengatakan tidak ada hisab, tidak ada hari pembalasan. Menurut mereka jika mereka dikembalikan kepada Allah nanti, tentu mereka akan memperoleh kebaikan dan kesenangan yang banyak pula.

Pada akhir Ayat ini Allah mengancam orang-orang kafir yang tidak percaya akan hari Kiamat, hari pembalasan, dan adanya surga dan neraka. Allah menegaskan bahwa orang-orang kafir itu benar-benar akan mengalami hari Kiamat. Mereka akan menyaksikan sendiri perbuatan-perbuatan jahat yang pernah mereka kerjakan.

Kemudian Allah menimbang semua yang pernah mereka perbuat dan memberikan balasan yang setimpal bagi perbuatan jahat yang telah mereka kerjakan itu dengan azab yang berat di dalam neraka.

Tafsir Quraish Shihab: Kami bersumpah, jika orang seperti itu Kami beri kesenangan setelah ditimpa kesusahan yang berat, sebagai wujud kebaikan Kami, ia pasti akan mengatakan, “Kesenangan yang aku dapatkan ini memang hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat akan datang. Seandainyapun aku dikembalikan kepada Tuhan, aku pasti mendapatkan kesudahan yang sangat baik.”

Baca Juga:  Surah Qaf Ayat 41-45; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Pada hari kiamat, Kami benar-benar akan mengganjar orang-orang kafir sesuai dengan amal perbuatannya, dan benar-benar akan membuat mereka merasakan azab kejam yang bertumpuk-tumpuk.

Surah Fussilat Ayat 51
وَإِذَآ أَنۡعَمۡنَا عَلَى ٱلۡإِنسَٰنِ أَعۡرَضَ وَنَـَٔا بِجَانِبِهِۦ وَإِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ فَذُو دُعَآءٍ عَرِيضٍ

Terjemahan: Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.

Tafsir Jalalain: وَإِذَآ أَنۡعَمۡنَا عَلَى ٱلۡإِنسَٰنِ (Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia) yang dimaksud adalah jenis manusia أَعۡرَضَ (ia berpaling) tidak mau bersyukur وَنَـَٔا بِجَانِبِهِۦ (dan menjauhkan diri) yakni memutarkan badannya seraya menyombongkan diri; menurut suatu qiraat lafal Na-aa dibaca dengan didahulukan huruf Hamzahnya وَإِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ فَذُو دُعَآءٍ عَرِيضٍ (tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdoa) banyak permintaannya.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah berfirman: وَإِذَآ أَنۡعَمۡنَا عَلَى ٱلۡإِنسَٰنِ أَعۡرَضَ وَنَـَٔا بِجَانِبِهِۦ (“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri.”) yakni, berpaling dari ketaatan dan sombong dari ketundukan terhadap perintah-perintah Allah, seperti firman-Nya: فَتَوَلَّىٰ بِرُكۡنِهِۦ (“Maka dia [Fir’aun] berpaling [dari iman] bersama tentaranya.”)(adz-Dzaariyaat: 39)

وَإِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ (“Tetapi apabila ia ditimpa malapetaka.”) yaitu kesulitan. ٱلشَّرُّ فَذُو دُعَآءٍ عَرِيضٍ (“Maka banyak berdoa.”) maksudnya memanjangkan permintaan tentang satu hal. Al-kalaam al-‘aaridl artinya kata-kata yang panjang lafadznya dan sedikit maknanya, sedangkan al-wajiiz adalah sebaliknya, yaitu sesuatu yang sedikit lafadznya tetapi amat jelas maknanya.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa sifat tidak baik manusia yang lain ialah, jika mereka diberi rahmat dan karunia, mereka asyik dengan rahmat dan karunia itu, mereka terlalu senang dan bahagia sehingga mereka lupa akan sumber rahmat dan karunia itu. Bahkan kadang-kadang mereka bertindak lebih jauh dari itu.

Mereka menggunakan rahmat dan karunia itu untuk menantang dan menghancurkan agama Allah: mereka membuat kerusakan di bumi, memutuskan silaturrahim dengan manusia yang lain yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya.

Mereka merasa telah menjadi orang yang berkuasa sehingga orang lain yang berada di bawah kekuasaannya wajib hormat dan mengabdi kepadanya. Mereka telah lupa bahwa mereka adalah manusia yang harus bertindak sesuai dengan kodratnya, yaitu hanya dapat hidup dengan pertolongan manusia yang lain serta pertolongan Yang Maha Menolong yaitu Allah.

Sebaliknya, jika mereka ditimpa musibah atau malapetaka, mereka kembali mengingat Allah. Mereka berdoa kepada Allah dalam keadaan berbaring, duduk, berdiri, berjalan, dan dalam keadaan bagaimana pun. Bahkan mereka berjanji dan bersumpah dengan menyebut nama-Nya jika mereka dihindarkan dari musibah dan malapetaka itu, mereka menjadi orang-orang yang beriman. Sejalan dengan Ayat ini, firman Allah:

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan. (Yunus/10: 12).

Tafsir Quraish Shihab: Orang seperti itu tidak mau bersyukur saat diberi kesenangan, bahkan malah menjauhi agama Kami. Sebaliknya, apabila ditimpa musibah, ia akan banyak berdoa.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Fussilat Ayat 49-51 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S