Surah Luqman Ayat 6-7; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Luqman Ayat 6-7

Pecihitam.org – Kandungan Surah Luqman Ayat 6-7 ini, menerangkan bahwa di antara manusia ada yang tidak menghiraukan perkataan yang bermanfaat, yang dapat menambah keyakinan manusia kepada agama dan memperbaiki budi pekertinya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mereka lebih suka mengatakan perkataan-perkataan yang tidak ada manfaatnya, menyampaikan khurafat-khurafat, dongengan-dongengan orang masa lalu, lelucon-lelucon yang tidak ada artinya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Luqman Ayat 6-7

Surah Luqman Ayat 6
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

Terjemahan: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.

Tafsir Jalalain: وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ (Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna) maksudnya لِيُضِلَّ (untuk menyesatkan) manusia; lafal Ayat ini dapat dibaca liyadhilla dan liyudhilla عَن سَبِيلِ اللَّهِ (dari jalan Allah) dari jalan Islam بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا (tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu) kalau dibaca nashab yaitu wa yattakhidzahaa berarti diathafkan kepada lafal yudhilla, dan jika dibaca rafa’ yaitu wa yattakhidzuhaa, berarti diathafkan kepada lafal yasytarii هُزُوًا (olok-olokan) menjadi objek ejekan dan olokan mereka. أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ (Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan) azab yang hina sekali.

Tafsir Ibnu Kastsir: Di saat Allah menyebutkan kondisi orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang mengambil petunjuk dari Kitabullah serta mengambil manfaat dari mendengarkannya, maka Dia mengirininya dengan menyebutkan kondisi orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang berpaling dari mengambil manfaat dan mendengarkan Kalamullah serta antusias mendengarkan alat-alat musik dan lagu dalam senandung dan alat-alat musik.

Sebagaimana perkataan Ibnu Mas’ud tentang firman-Nya: وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ (“Dan di antara manusia [ada] orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan [manusia dari jalan Allah.”) demi Allah, itu adalah lagu.

Demi Allah yang tidak ada Ilah [yang haq] kecuali Dia. beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Jabir, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Mak-hul, ‘Amr bin Syu’aib dan ‘Ali bin Badzimah.

Al-Hasan al-Bashri berkata, diturunkannya Ayat ini: وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ (“Dan di antara manusia [ada] orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan [manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan.”) pada lagu dan alat-alat musik.

Sedangkan Qatadah berkata tentang firman-Nya itu: “Demi Allah, mungkin maksudnya, seseorang tidak mengeluarkan hartanya, tetapi dikeluarkannya untuk membeli sesuatu yang dia senangi dari sesuatu yang menyesatkan, dimana ia lebih memilih untuk membeli suatu pembicaraan yang bathil daripada pembicaraan yang haq, dan membeli sesuatu yang membahayakan daripada sesuatu yang bermanfaat.

Baca Juga:  Pemikiran al-Alusi tentang Ta’wil

Satu pendapat mengatakan: “Yang dimaksud dengan firman-Nya: yasytarii laHwal hadiitsi (“[ada] orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna,”) yaitu membeli hamba sahaya yang pandai bernyanyi, wallaaHu a’lam. Ibnu Jarir memilih pendapat bahwa Ayat itu adalah semua perkataan yang menghalangi dari Ayat-Ayat Allah dan dari mengikuti jalan-Nya.

Firman-Nya: لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ (“Untuk menyesatkan [manusia] dari jalan Allah.”) hal tersebut dilakukan untuk membedakan Islam dan kaum Muslimin. Atas dasar bacaan fathah “ya”, maka laam-nya adalah laam ‘aaqibah atau akibat tersebut adalah alasan dari sebuah perkara takdir, yaitu mereka memperjualbelikan semua itu agar mereka [kaum muslimin] juga menjadi seperti itu.

Firman Allah: وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا Mujahid berkata: “Dan menjadikan jalan Allah bahan olok-olok.” Qatadah berkata: “Yaitu menjadikan Ayat-Ayat Allah sebagai bahan olok-olok.” Pendapat Mujahid lebih utama.

Firman-Nya: أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ (“Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”) sebagaimana mereka meremehkan Ayat-Ayat Allah dan jalan-Nya [agama-Nya], mereka pun akan dihinakan pada hari kiamat dalam siksaan yang pedih dan terus menerus.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa di antara manusia ada yang tidak menghiraukan perkataan yang bermanfaat, yang dapat menambah keyakinan manusia kepada agama dan memperbaiki budi pekertinya. Mereka lebih suka mengatakan perkataan-perkataan yang tidak ada manfaatnya, menyampaikan khurafat-khurafat, dongengan-dongengan orang masa lalu, lelucon-lelucon yang tidak ada artinya.

Di antara contohnya adalah seperti yang dilakukan Nadhar bin haris, dengan cara membeli buku-buku berbahasa Persia yang berisi cerita-cerita, kemudian dia mencemoohkannya kepada orang-orang Quraisy. Kalau perlu, mereka menggaji penyanyi-penyanyi untuk diperdengarkan suaranya kepada orang banyak.

Isi nyanyian dan suaranya itu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merangsang orang yang mendengarkannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang, dan makin menjauhkannya dari agama.

DiriwAyatkan dari Nafi’, ia berkata, “Aku berjalan bersama ‘Abdullah bin ‘Umar dalam suatu perjalanan, maka terdengar bunyi seruling. ‘Abdullah lalu meletakkan jarinya ke lubang telinga, agar tidak mendengar bunyi seruling itu dan ia berbelok melalui jalan yang lain.

Kemudian ia berkata, Nafi apakah engkau masih mendengar suara itu? Aku menjawab, ‘Tidak. Maka ia mengeluarkan anak jarinya dari telinganya dan berkata, ‘Beginilah aku melihat yang diperbuat Rasulullah saw jika mendengar bunyi semacam itu.”

Pada riwAyat yang lain dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa Rasulullah saw bersabda: Aku dilarang (mendengarkan) dua macam suara (bunyi) yang tidak ada artinya dan menimbulkan perbuatan jahat, yaitu suara lagu yang melalaikan dan seruling-seruling setan dan (kedua) suara ketika ditimpa musibah, yaitu yang menampar muka, mengoyak-ngoyak baju, dan nyanyian setan. (RiwAyat at-Tirmidzi)

Menurut Ibnu Mas’ud, yang dimaksud dengan perkataan lahw al-hadis dalam Ayat ini ialah nyanyian karena ia dapat menimbulkan kemunafikan di dalam hati. Sebagian ulama mengatakan bahwa semua suara, perkataan, nyanyian, bunyi-bunyian yang dapat merusak ketaatan kepada Allah dan mendorong orang-orang yang mendengarnya melakukan perbuatan yang terlarang, disebut lahw al-hadis.

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab ayat 7-8; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dari Ayat dan hadis-hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dilarang itu ialah mendengarkan nyanyian yang dapat membangkitkan nafsu birahi dan menjurus ke perbuatan zina, seperti nyanyian yang berisi kata-kata kotor. Termasuk juga nyanyian atau musik yang menyebabkan pendengarnya mengerjakan perbuatan-perbuatan terlarang, seperti minum khamar dan sebagainya.

Mendengar nyanyian atau musik yang tujuannya untuk melapangkan pikiran pada waktu istirahat atau hari raya tidak dilarang. Bahkan disuruh mendengarkannya jika nyanyian atau musik itu mempunyai arti yang baik, menambah iman, memperbaiki budi pekerti, dan menambah semangat bekerja dan berjuang.

Qusyairi berkata, “Ditabuh rebana di hadapan Nabi saw ketika beliau memasuki kota Medinah, lalu Abu Bakar ingin menghentikannya, maka Rasulullah saw berkata, ‘Biarkanlah mereka menabuh rebana, hai Abu Bakar, hingga orang-orang Yahudi mengetahui bahwa agama kita tidak sempit.

Mereka menabuh rebana disertai dengan nyanyian-nyanyian dan syair-syair, di antara bait-baitnya berbunyi: “Nahnu banatun Najjar, habbadha Muhammadun min jar” (kami adalah perempuan-perempuan Bani Najjar, alangkah baiknya nasib kami jika Muhammad menjadi tetangga kami).”

Pada Ayat ini, Allah menerangkan akibat mendengar dan memperdengarkan nyanyian, musik, dan perkataan yang terlarang. Mereka akan memperoleh azab yang sangat menghinakan di hari Kiamat akibat perbuatan mereka yang tidak mengindahkan yang hak dan memilih kebatilan, serta menukar petunjuk dengan dosa.

Tafsir Quraish Shihab: Di antara manusia ada yang membeli perkataan-perkataan yang batil dan menceritakannya kepada manusia dengan tujuan untuk menahan mereka dari Islam dan al-Qur’ân tanpa mengetahui dosa dari apa yang mereka lakukan itu. Mereka juga menjadikan agama Allah dan wahyu-Nya sebagai bahan olok-olokan. Orang-orang yang melakukan hal itu akan mendapatkan azab yang menghinakan.

Surah Luqman Ayat 7
وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Terjemahan: Dan apabila dibacakan kepadanya Ayat-Ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.

Tafsir Jalalain: وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا (Dan apabila dibacakan kepadanya Ayat-Ayat Kami) Ayat-Ayat Alquran وَلَّى مُسْتَكْبِرًا (dia berpaling dengan menyombongkan diri) dengan rasa sombong كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا (seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya) artinya kedua telinganya tersumbat; dan kedua jumlah tasybih menjadi hal atau kata keterangan keadaan dari dhamir yang terkandung di dalam lafal walla, atau tasybih yang kedua menjadi bayan atau penjelasan bagi tasybih yang pertama,

Baca Juga:  Surah Luqman Ayat 22-24; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

فَبَشِّرْهُ (maka beri kabar gembiralah dia) beritahukanlah kepadanya بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (dengan azab yang pedih) azab yang menyakitkan. Disebutkannya lafal al-bisyaarah dimaksudkan sebagai tahakkum atau ejekan, dan orang yang dimaksud adalah Nadhr bin Harits.

Dia datang ke negeri Al-Hairah dengan tujuan berniaga, lalu ia membeli kitab-kitab cerita orang-orang Ajam. Setelah itu ia menceritakan isinya kepada penduduk Mekah seraya mengatakan,

“Sesungguhnya Muhammad telah menceritakan kepada kalian kisah-kisah kaum Ad dan kaum Tsamud, dan sekarang saya akan menceritakan kepada kalian kisah-kisah tentang kerajaan Romawi dan kerajaan Persia.” Ternyata mereka menyenangi kisah Nadhr itu, karenanya mereka meninggalkan Alquran serta tidak mau mendengarkannya lagi.

Tafsir Ibnu Katsir: kemudian Allah berfirman: وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا (“Dan apabila dibacakan kepadanya Ayat-Ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarkannya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya.”) yaitu orang yang antusias dengan kelalaian, permainan dan alat musik jika dibacakan Ayat-Ayat al-Qur’an, dia berpaling, membangkang, mundur, pura-pura tuli seakan-akan tidak mendengarkannya, karena dia merasa sakit dengan pendengarannya. Karena sama sekali tidak ada manfaat baginya dan tidak ada keinginan terhadapnya.

Tafsir Kemenag: Pada Ayat ini, Allah menerangkan sifat-sifat orang-orang yang menukar kitab-kitab Allah dengan dongengan-dongengan yang tidak berguna. Apabila dibacakan kepada mereka Ayat-Ayat Allah, mereka membelakanginya dengan sikap angkuh dan sombong, seakan-akan mereka tidak mendengarnya karena telinga mereka telah tersumbat dan tuli.

Pada Ayat yang lain Allah berfirman: Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur’an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. (Fushshilat/41: 44)

Karena perbuatan itu, mereka akan mendapat azab yang pedih di akhirat. Itu sebagai balasan dari perbuatan dan tindakan mereka.

Tafsir Quraish Shihab: Dan apabila Ayat-Ayat Allah yang jelas dibacakan kepada orang yang sesat itu, maka mereka selalu berpaling dengan sikap sombong. Keadaan mereka ketika itu bagaikan orang yang belum pernah mendengarnya. Seakan-akan di dalam telinganya terdapat sumbatan. Maka berilah peringatan kepadanya bahwa Allah telah menyiapkan azab yang sangat menyakitkan baginya.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Luqman Ayat 1-7 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S