Surah Maryam Ayat 1-6; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Maryam Ayat 1-6

Pecihitam.org – Kandungan Surah Maryam Ayat 1-6 ini, sebelum kita membahas kandungan ayat, seyogyanya kita pahami dulu Surah Maryam ini. Surah ini adalah surah ke-19 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 98 ayat dan termasuk golongan surah-surah Makkiyah karena hampir seluruh ayatnya diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, bahkan sebelum sahabat-sahabat dia hijrah ke negeri Habsyi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Menurut riwayat Ibnu Mas’ud, Ja’far bin Abi Thalib membacakan permulaan surah Maryam ini kepada raja Najasyi dan pengikut-pengikutnya di waktu ia ikut hijrah bersama-sama sahabat-sahabat yang lain ke negeri Habsyi.

Surah ini dinamai Maryam, karena surat ini mengandung kisah Maryam (atau Maria dalam agama Kristen), ibu dari Nabi Isa AS. Surah ini menceritakan kelahiran yang ajaib, di mana Ia melahirkan Isa AS sedang ia sebelumnya belum pernah digauli oleh seorang laki-laki.

Kelahiran Isa AS tanpa ayah, merupakan suatu bukti kekuasaan Allah SWT. Pengutaraan kisah Maryam sebagai kejadian yang luar biasa dan ajaib dalam surah ini, diawali dengan kisah kejadian ajaib lainnya, yaitu dikabulkannya doa nabi Zakaria AS oleh Allah SWT, di mana ia ingin dianugerahi seorang putra sebagai pewaris dan penerus cita-cita dan kepercayaannya, sedang usianya sudah sangat tua dan istrinya adalah wanita yang mandul.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam Ayat 1-6

Surah Maryam Ayat 1
كهيعص

Terjemahan: Kaaf Haa Yaa ‘Ain Shaad.

Tafsir Jalalain: كهيعص (Kaf Ha Ya ‘Ain Shad) hanya Allah yang mengetahui maksudnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Pembicaraan tentang huruf-huruf terputus telah dibahas pada awal surah al-Baqarah.

Tafsir Kemenag: Telah diterangkan dalam tafsir permulaan Surah al-Baqarah bahwa permulaan Surah-surah yang dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah seperti Alif Lam Mim, Kaf Ha Ya ‘Ain shad dan sebagainya termasuk ayat “Mutasyabihat” yang arti sesungguhnya hanya diketahui oleh Allah tujuannya agar jadi peringatan dan menambah perhatian tentang Al-Qur’an yang banyak mengandung hikmah dan rahasia yang mendalam.

Surah Maryam Ayat 2
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا

Terjemahan: (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria,

Tafsir Jalalain: Ini adalah ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ (penjelasan tentang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya) lafal ‘abdahu menjadi Maf’ul dari Rahmah زَكَرِيَّا (Zakaria) sebagai penjelasan dari kata ‘hamba’ tadi.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ (“Penjelasan tentang rahmat Rabb-mu.”) yaitu ini adalah penjelasan tentang rahmat Allah kepada hamba-Nya yaitu Zakariya as. Yahya bin Ya’mar membaca:

ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (“Mengingatkan tentang rahmat Rabb-mu kepada hamba-Nya Zakariya.”) dibaca panjang atau pendek adalah dua qiraat yang masyhur. Beliau adalah seorang nabi besar di antara para Nabi Bani Israil. Di dalam shahih al-Bukhari dinyatakan bahwa beliau adalah seorang tukang kayu yang mencari nafkah sendiri melalui pertukangannya itu.

Tafsir Kemenag: Yang dibaca ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhanmu yang dilimpahkan kepada seorang hamba-Nya yang sudah tua, yaitu Nabi Zakaria a.s. ketika beliau berdoa supaya diberi seorang anak yang saleh. Nabi Zakaria berasal dari keturunan Bani Israil yang menjadi nabi setelah Nabi Yunus untuk memimpin kaumnya.

Surah Maryam Ayat 3
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا

Terjemahan: yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.

Tafsir Jalalain: إِذْ (Yaitu tatkala) lafal Idz berta’alluq kepada lafal Rahmah نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً (ia berdoa kepada Rabbnya dengan seruan) yang mengandung doa خَفِيًّا (yang lembut) dengan suara yang pelan-pelan di tengah malam, karena berdoa di tengah malam itu lebih cepat untuk dikabulkan.

Baca Juga:  Tafsir Surat An-Nas: Perintah Allah Agar Manusia Berlindung dari Hasutan Setan

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (“Yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabb-nya dengan suara yang pelan.”) sebagian ahli tafsir berkata: “Beliau [Zakariya] menyembunyikan suara doanya agar permohonannya mendapatkan anak tidak dinilai mengada-ada karena ketuaannya.” Pendapat ini diceritakan oleh al-Muwardi. Sedangkan ahli tafsir yang lain berkata: “Beliau menyembunyikan doanya karena hal tersebut lebih disukai oleh Allah.”

Sebagaimana Qatadah berkata tentang ayat ini: إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (“Yaitu, tatkala ia berdoa kepada Rabb-nya dengan suara pelan.”) sesungguhnya Allah mengetahui hati yang bertakwa dan mendengar suara yang tersembunyi. Sebagian ulama salaf berkata:

“Beliau bangun di waktu malam di saat orang lain sedang tidur. Beliau berbisik dengan Rabb-nya, berkata dengan penuh kelembutan: “Ya Rabbi, Ya Rabbi.” Maka Allah berfirman kepadanya: “Labbaik, labbaik, labbaik.”

Tafsir Kemenag: Yaitu tatkala beliau berdoa dengan suara lembut lagi menyendiri dalam mihrabnya, supaya diberi keturunan yang akan melanjutkan tugas kerasulan. Doanya itu sengaja diucapkan dengan suara yang lembut dan dalam keadaan sunyi, supaya terasa lebih ikhlas dan terkabul.

Kemudian Al-Qur’an menyebutkan bagaimana bunyi doanya itu. Berdoa memang diperintahkan Allah kepada kita semua dengan tawadhu, yaitu rendah hati serta dengan suara yang lembut, tidak menjerit-jerit, seperti disebutkan dalam firman Allah:

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (al-A’raf/7: 55).

Surah Maryam Ayat 4
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُن بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا

Terjemahan: Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.

Tafsir Jalalain: قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ (Ia berkata, “Ya Rabbku! Sesungguhnya telah lemah) menjadi lemah الْعَظْمُ مِنِّي (tulang-tulangku) semuanya وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ (dan kepala ini telah dipenuhi) شَيْبًا (oleh uban) lafal Syaiban menjadi Tamyiz yang dipindahkan dari Fa’ilnya, maksudnya uban telah merata di rambut kepalanya sebagaimana meratanya nyala api pada kayu dan sesungguhnya aku bermaksud berdoa kepada-Mu

وَلَمْ أَكُن بِدُعَائِكَ (dan aku belum pernah dengan doaku kepada-Mu) رَبِّ شَقِيًّا (merasa kecewa, ya Rabbku!) artinya, merasa dikecewakan di masa-masa lalu; maka janganlah Engkau kecewakan aku di masa mendatang.

Tafsir Ibnu Katsir: قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي (“Dia berkata: ‘Ya Rabbi, sesungguhnya tulangku telah lemah.”) yaitu kekuatanku telah lemah dan hilang, dan telah muncul uban di bagian kepalaku yang hitam.

Sebagaimana perkataan Ibnu Duraid dalam sajaknya: Tidakkah engkau lihat warna kepalaku bagikan Kilatan shubuh di bawah ekor kegelapan Yang putih menyala dalam kehitamannya Bagaikan kobaran api dalam bara sekam

Yang dimaksud adalah mengabarkan tentang kelemahan, ketuaan serta tanda-tanda dhahir dan bathinnya.

Firman-Nya: وَلَمْ أَكُن بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (“Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Rabbi.”) yaitu aku tidak meminta kepadamu kecuali dalam berdoa dan Engkau tidak menolak permintaanku.

Tafsir Kemenag: Nabi Zakaria dalam doanya antara lain mengemukakan, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memohon terkabulnya doaku ini, karena beberapa sebab yang aku yakini akan membuka rahmat karunia-Mu.

Baca Juga:  Surah An-Nahl Ayat 76; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Pertama, aku telah mencapai usia yang sangat tua yaitu hampir sembilan puluh tahun, di mana aku sudah merasa tulang-tulangku sudah lemah, dan kelemahan kerangka badan itu mengakibatkan pula kelemahan yang menyeluruh dalam seluruh tubuhku, dan seorang yang sudah tua seperti aku ini, sangat pantas untuk disayangi dan dikasihani.

Kedua, di kepalaku sudah penuh dengan uban, sehingga siapapun yang memandang kepadaku pasti menaruh belas kasihan dan tergerak hatinya untuk memenuhi permohonanku. Ketiga, aku selama ini belum pernah dikecewakan dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhan, sejak aku masih muda, apalagi sekarang di mana kelemahanku telah nampak secara keseluruhan.”

Nabi Zakaria sendiri mengetahui bahwa jika doanya dikabulkan, akan membawa banyak perbaikan dalam bidang agama dan kemasyarakatan. Karena itu beliau melanjutkan doanya seperti disebutkan pada ayat berikut ini.

Surah Maryam Ayat 5
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا

Terjemahan: Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,

Tafsir Jalalain: وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ (Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku) yakni orang-orang dekat hubungan familinya denganku seperti anak-anak paman مِن وَرَائِي (sepeninggalku) yakni sesudah aku meninggal dunia, aku khawatir mereka akan menyia-nyiakan agama sebagaimana yang telah kusaksikan sendiri apa yang terjadi di kalangan orang-orang Bani Israel, yaitu mereka berani mengubah agamanya

وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرً (sedangkan istriku adalah seorang yang mandul) tidak beranak فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ (maka anugerahilah aku dari sisi Engkau) وَلِيًّا (seorang putra) anak lelaki.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي (“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalanku.”) kebanyakan ulama membacanya dengan nashab [fathah] ya’ pada kalimat الْمَوَالِيَ yang menjadi maf’ul. Sedangkan riwayat al-Kisa-i adalah mensukunkan huruf ya’.

Mujahid, Qatadah, dan as-Suddi berkata: “Yang dimaksud الْمَوَالِيَ adalah pewaris ‘ashabah.” Sedangkan Abu shalih berkata: “Yaitu pewaris Kalalah. Menurut qiraat pertama, kekhawatiran beliau adalah [jikalau] mereka melakukan tindakan buruk kepada manusia sepeninggalannya.

Maka ia meminta anak kepada Allah untuk menjadi Nabi sepeninggalannya agar ia dapat mendidik dan memimpin mereka dengan kenabiannya sesuai dengan wahyu yang diberikan. Lalu permintaannya itu dikabulkan.

Dia sama sekali tidak merasa khawatir tentang harta yang dimilikinya bagi para ahli warisnya. Karena, posisi kenabian lebih tinggi kedudukannya dan lebih mulia ukurannya dibandingkan keinginannya pada harta. Di dalam ash-Shahihain tercantum dari berbagai jalan bahwa Rasulullah saw.

bersabda: “Kami [para Nabi] harta kami tidak diwariskan. Apa yang kami tinggalkan menjadi shadaqah.” Di dalam satu riwayat at-Tirmidzi dengan isnad yang shahih: “Sesungguhnya kami para Nabi, harta kami tidak diwariskan.”

Tafsir Kemenag: Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap orang-orang yang akan mengendalikan dan memimpin umatku, karena tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya di antara mereka itu, oleh sebab itu aku mohon dianugerahi seorang anak.

Walaupun istriku mandul dan aku sendiri telah sangat tua, tetapi hal ini tidak menyebabkan aku berputus asa, karena percaya atas kebijaksanaan dan kekuasaan Allah Yang Mahaagung. Berputus asa memang dilarang oleh Allah, seperti pada beberapa firman-Nya, yaitu:

“?dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (Yusuf/12: 87)

Baca Juga:  Surah Maryam Ayat 8-9; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dan firman Allah: “Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang yang sesat.” (al-hijr/15: 56).

Surah Maryam Ayat 6
يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

Terjemahan: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai”.

Tafsir Jalalain: يَرِثُنِي (Yang akan mewarisi aku) kalau dibaca Jazm berarti lafal Yaritsni menjadi jawab dari Fi’il Amar, dan kalau dibaca Rafa’ yaitu Yaritsuni berarti menjadi kata sifat dari lafal Waliyyan وَيَرِثُ (dan mewarisi) dapat dibaca Yaritsu atau Yarits

مِنْ آلِ يَعْقُوبَ (sebagian keluarga Ya’qub) kakekku dalam hal ilmu dan kenabian وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang diridai)” di sisi Engkau.

Tafsir Ibnu Katsir: firman-Nya: فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا. يَرِثُنِي (“maka anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putera yang akan mewarisiku.”) ditujukan kepada warisan kenabian. Untuk itu Dia berfirman: وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ (“Dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub.”)

seperti firman-Nya: wa waritsa sulaimaanu daawuuda (“Dan Sulaiman mewarisi Dawud”) yaitu dalam kenabian. Karena seandainya hal tersebut adalah harta, mengapa hanya dikhususkan untuknya, bukan untuk saudara-saudaranya yang lain.

Di dalam berita itu pula mengandung faedah yang besar. Karena sebagaimana yang telah dimaklumi dan telah ditetapkan dalam seluruh syariat dan agama bahwa anak mewarisi harta ayahnya. Seandainya hal itu bukan warisan khusus, niscaya tidak akan dikabarkan.

Semua itu telah ditetapkan dan dipastikan. Apa yang sudah shahih dalam hadits: “Kami [para Nabi] harta kami tidak diwariskan. Apa yang kami tinggalkan menjadi shadaqah.”

As-Suddi berkata dari Malik, dari Zaid bin Aslam: wa yaritsu min aali ya’quubaq (“dan mewarisi sebagian keluarga Ya’quub”) yaitu kenabian mereka. wallaaHu a’lam.”)

Firman-Nya: وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (“Dan jadikanlah ia wahai Rabbku seorang yang diridlai.”) yaitu diridlai di sisi-Mu dan di sisi makhluk-Mu. Engkau mencintainya dan menanamkan rasa cinta kepadanya bagi makhluk-Nya karena agama dan akhlaknya.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menyebutkan isi doa Nabi Zakariya, Ya Tuhan, berikanlah kepadaku keturunan yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Yakub dan jadikanlah ia seorang yang patut lagi taat dan diridai oleh-Mu, karena mempunyai akhlak dan budi yang luhur lagi mulia, dapat dijadikan suri tauladan oleh sekalian pengikutnya.

Doa memohon keturunan yang saleh dan kelak menjadi pemimpin bagi orang yang bertakwa memang diperintahkan Allah, seperti pada firman-Nya:

Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqan/25 :74).

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Maryam Ayat 1-6 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Kemenag. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S