Pecihitam.org – Kandungan Surah Qaf Ayat 16-22 ini, Allah menjelaskan bahwa Dia telah menciptakan manusia dan berkuasa penuh untuk menghidupkannya kembali pada hari Kiamat dan Ia tahu pula apa yang dibisikkan oleh hatinya, baik kebaikan maupun kejahatan.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Qaf Ayat 16-22
Surah Qaf Ayat 16
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ
Terjemahan: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
Tafsir Jalalain: وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ (Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia sedangkan Kami mengetahui) lafal Na’lamu ini berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan dan sebelumnya diperkirakan adanya lafal Nahnu مَا (apa) huruf Maa di sini adalah Mashdariyah تُوَسۡوِسُ (yang dibisikkan) dibicarakan بِهِۦ (oleh dia) yakni oleh manusia, huruf Ba di sini adalah Zaidah, atau untuk Ta’diyah نَفۡسُهُۥ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ (dalam hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya) maksudnya ilmu Kami مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ (daripada urat lehernya) Idhafah di sini mengandung makna Bayan atau untuk menjelaskan, dan pengertian yang dimaksud dari lafal Al-Wariid adalah dua urat vital yang terdapat pada bagian belakang leher.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah menceritakan tentang kekuasaan-Nya atas umat manusia, bahwa Dia adalah pencipta mereka, ilmu pengetahuan-Nya meliputi seluruh persoalan hidupnya, bahkan Dia mengetahui apa yang dibisikkan oleh hati anak cucu Adam, baik berupa kebaikan maupun keburukan. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala memaafkan apa yang dibisikkan oleh hati umatku selama ia tidak mengatakan atau mengerjakannya.”
Dan firman Allah: وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ (“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”) maksudnya, para Malaikat-Nya lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya sendiri.
Orang yang menafsirkan dengan menta’wil bahwa yang lebih dekat itu adalah ilmu Allah, maka ia berusaha agar tidak mesti adanya hulul atau ittihad (keyakinan bahwa Allah menempati jasad seseorang). Dan hulul atau ittihad ini ditolak oleh ijma’ ulama. Mahasuci dan Mahatinggi Allah. Tetapi kalimat itu tidak memutuskannya demikian, karena Dia tidak mengatakan:
“Aku lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” Namun Dia berfirman: وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ (“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”) hal itu sebagaimana firman-Nya berkenaan dengan orang yang sedang mengalami sakaratul maut: وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنكُمۡ وَلَٰكِن لَّا تُبۡصِرُونَ (“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripadamu, namun kamu tidak melihat.”)(al-Waqi’ah: 85)
Yang dimaksud dengan kata “Kami” dalam ayat tersebut adalah para Malaikat-Nya. Dan juga sebagaimana firman-Nya dalam surat yang lain: إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ (“Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”)(al-Hijr: 9)
Dengan demikian, para Malaikat itulah yang telah turun dengan membawa al-Qur’an dengan izin Allah. Demikian pula para Malaikat lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya dengan ketetapan Allah Tabaaraka wa Ta’ala.
Dengan demikian para Malaikat mempunyai kedekatan dengan umat manusia seperti halnya syaitan juga mempunyai hal yang sama. Dan syaitan mengalir dalam diri anak Adam dalam aliran darah, sebagaimana telah dikabarkan oleh Rasulullah saw.
Tafsir Kemenag: Allah menjelaskan bahwa Dia telah menciptakan manusia dan berkuasa penuh untuk menghidupkannya kembali pada hari Kiamat dan Ia tahu pula apa yang dibisikkan oleh hatinya, baik kebaikan maupun kejahatan. Bisikan hati ini (dalam bahasa Arab) dinamakan hadisun nafsi. Bisikan hati tidak dimintai pertanggungjawaban kecuali jika dikatakan atau dilakukan.
Allah swt lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya sendiri. Ibnu Mardawaih telah meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Sa’id bahwa Nabi saw bersabda: Allah dekat kepada manusia (putra Adam) dalam empat keadaan; Ia lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya. Ia seolah-olah dinding antara manusia dengan hatinya. Ia memegang setiap binatang pada ubun-ubunnya, dan Ia bersama dengan manusia dimana saja ia berada. (Riwayat Ibnu Mardawaih)
Tafsir Quraish Shihab: Aku bersumpah, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dan Kami selalu mengetahui apa yang dibisikkan oleh hati mereka. Kami–dengan pengetahuan Kami terhadap semua keadaan manusia–lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri yang paling dekat dengannya.
Surah Qaf Ayat 17
إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌ
Terjemahan: (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Tafsir Jalalain: إِذۡ (Ingatlah ketika) lafal Idz di sini dinashabkan oleh lafal Udzkur yang keberadaannya diperkirakan يَتَلَقَّى (mencatat) yakni menulis ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ (dua malaikat pencatat amal) artinya, yang diserahi tugas oleh Allah untuk mencatat amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ (yang satu berada di sebelah kanan dan yang lain berada di sebelah kiri) manusia قَعِيدٌ (dalam keadaan duduk) yakni keduanya duduk, lafal Qa’iid ini adalah Mubtada dan Khabarnya adalah lafal sebelumnya.
Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu, di sini Allah Ta’ala berfirman: إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ (“Ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya.”) yaitu dua malaikat yang senantiasa mencatat amal perbuatan manusia. عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌ (“Seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.”)
Tafsir Kemenag: Allah menerangkan bahwa walaupun Ia mengetahui setiap perbuatan hamba-hamba-Nya, namun Ia memerintahkan dua malaikat untuk mencatat segala ucapan dan perbuatan hambahamba-Nya, padahal Ia sendiri lebih dekat dari pada urat leher manusia itu sendiri. Malaikat itu ada di sebelah kanan mencatat kebaikan dan yang satu lagi di sebelah kirinya mencatat kejahatan.
Tafsir Quraish Shihab: Yaitu ketika dua orang malaikat penjaga mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Surah Qaf Ayat 18
مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Terjemahan: Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
Tafsir Jalalain: مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ (Tiada suatu ucapan pun yang dikatakan melainkan ada malaikat pengawas) yakni malaikat pencatat amal عَتِيدٌ (yang selalu hadir) selalu berada di sisinya; lafal Raqiib dan ‘Atiid ini keduanya mengandung makna Mutsanna.
Tafsir Ibnu Katsir: مَّا يَلۡفِظُ (“Tidak ada yang diucapkannya.”) oleh anak cucu Adam, مِن قَوۡلٍ (“Suatu ucapan pun.”) maksudnya, ia tidak berkata sepatah katapun, إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (“Melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir.”) maksudnya, tidak ada sesuatupun melainkan senantiasa di bawah pengawasan Malaikat yang mencatatnya, tidak ada sepatah kata dan satu gerakanpun yang ditinggalkan. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala berikut ini:
وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ كِرَامًا كَٰتِبِينَ يَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ (“Padahal sesungguhnya bagimu ada [Malaikat-malaikat] yang mengawasi [perbuatanmu], yang mulia di sisi Allah dan yang mencatat [perbuatan-perbuatanmu itu], mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”)(al-Infithaar: 10-12).
Para ulama telah berbeda pendapat, apakah para malaikat itu menulis setiap ucapan, seperti yang menjadi pendapat Hasan dan Qatadah, ataukah para Malaikat itu mencatat pahala maupun siksaan yang dihasilkan dari perbuatan tersebut, seperti yang menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas? Mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat.
Menurut lahiriyahnya ayat, yang tepat adalah pendapat pertama, hal itu didasarkan pada keumuman firman Allah Tabaraka wa Ta’ala: مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (“Tidak ada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir.”)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Bilal bin al-Harits al-Muzani, ia bercerita: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seseorang akan berbicara dengan kata-kata yang diridlai Allah Ta’ala, ia tidak mengira bahwa kata itu akan sampai pada tingkat dimana Allah menulis kan bagi orang tersebut keridlaan-Nya sampai pada hari dimana ia bertemu dengan-Nya.
Dan sesungguhnya seseorang akan mengucapkan kata-kata yang dimurkai Allah, yang ia tidak mengira bahwa kata-kata itu akan sampai pada tingkat dimana Allah mencatat dengannya kemurkaan-Nya sampai pada hari ia bertemu dengan-Nya.” Dan ‘Alqamah pernah mengatakan:
“Berapa banyak ucapan yang tidak jadi aku ucapkan karena hadits Bilal bin al-Harits tersebut.” Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa-i dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits tersebut hasan shahih. Dan ia mempunyai syahid dalam kitab ash-Shahih.”
Al-Ahnaf bin Qais mengatakan: “Malaikat yang ada di sebelah kanan mencatat kebaikan, yang ia sekaligus menjaga Malaikat yang menempati sebelah kiri. Jika seorang hamba melakukan kesalahan, maka Malaikat sebelah kanan akan berkata kepadanya: ‘Tahan dulu’.
Jika ia memohon ampun kepada Allah Ta’ala, maka ia akan mencegahnya agar agar tidak mencatatnya dan jika ia tidak mau memohon ampunan kepada-Nya, maka ia akan mencatatnya.” Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
Al-Hasan al-Bashri mengatakan seraya membaca ayat ini: عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌ (“Seseorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.”) “Wahai anak cucu Adam, Aku [Allah] hamparkan kepada kalian lembaran dan dua malaikat mulia ditugaskan kepada kalian, salah satunya berada di sebelah kanan kalian dan yang lainnya berada di sebelah kiri kalian.
Malaikat di sebelah kanan akan mencatat kebaikan kalian, sedangkan yang di sebelah kiri akan mencatat keburukan kalian. Oleh karena itu berbuatlah sesuka hati kalian, sedikit maupun banyak. Sehingga jika kalian mati, maka akan digulung kembali lembaran kalian itu dan dikalungkan di leher kalian menuju ke kubur kalian, sehingga kalian keluar lagi pada hari kiamat kelak. Pada saat itu Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu”. (al-Israa’: 13-14)
Mengenai firman Allah Ta’ala: مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (“Tidak ada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir.”) ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:
“Ia akan menulis setiap kebaikan atau keburukan yang diucapkannya. Bahkan ia akan mencatat ucapannya.” ‘Aku makan, minum, pergi, datang dan melihat.’ Sehingga jika hari Kamis tiba, maka ia akan memperlihatkan ucapan dan amalnya, lalu ia akan menetapkan kebaikan atau keburukan yang ada di dalamnya. Itulah makna firman Allah Ta’ala:
يَمۡحُواْ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثۡبِتُ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ (“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan [apa yang Dia kehendaki], dan di sisi-Nya terdapat Ummul Kitab [Lauhul Mahfuzh].”) (ar-Ra’du: 39).
Dan disebutkan dari Imam Ahmad, bahwasannya beliau pernah merintih ketika sedang sakit, kemudian sampai berita kepada Thawus, dimana ia berkata: “Malaikat akan mencatat segala sesuatu, termasuk rintihan.” Sejak saat itu, Imam Ahmad tidak lagi merintih sampai meninggal dunia, semoga Allah merahmatinya.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini diterangkan bahwa tugas yang dibebankan kepada kedua malaikat itu ialah bahwa tiada satu kata pun yang diucapkan seseorang kecuali di sampingnya malaikat yang mengawasi dan mencatat amal perbuatannya.
Al-hasan al-Basri dalam menafsirkan ayat ini berkata, “Wahai anak-anak Adam, telah disiapkan untuk kamu sebuah daftar dan telah ditugasi malaikat untuk mencatat segala amalanmu, yang satu di sebelah kanan dan yang satu lagi di sebelah kiri.
Adapun yang berada di sebelah kananmu ialah yang mencatat kebaikan dan yang satu lagi di kirimu mencatat kejahatan. Oleh karena itu, terserah kepadamu, apakah kamu mau memperkecil atau memperbesar amal dan perbuatan amal jahatmu, kamu diberi kebebasan dan bertanggung jawab terhadapnya dan nanti setelah mati, daftar itu ditutup dan digantungkan pada lehermu, masuk bersama-sama engkau ke dalam kubur sampai kamu dibangkitkan pada hari Kiamat, dan ketika itulah Allah akan berfirman:
Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (al-Isra’/17: 13-14)
Kemudian al-hasan al-Basri berkata, “Demi Allah, adil benar Tuhan yang menjadikan dirimu sebagai penghisab atas dirimu sendiri.” Abu Usamah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda, “Malaikat yang mencatat kebajikan memimpin malaikat yang mencatat kejahatan.
Jika manusia berbuat kebajikan, malaikat di sebelah kanan itu mencatat sepuluh kebajikan, tetapi jika manusia berbuat suatu kejahatan, ia berkata kepada yang di sebelah kiri, ‘Tunggu dulu tujuh jam, barangkali ia membaca tasbih memohon ampunan.”
Hadis itu mengandung hikmah karena adanya malaikat di kanan dan kiri manusia mencatat perbuatannya. Allah tidak menciptakan manusia untuk diazab, akan tetapi untuk dididik dan dibersihkan. Setiap penderitaan itu bertujuan untuk meningkatkan daya tahan dan melatih kesabaran.
Setiap benda biasanya lebih banyak mengandung kemanfaatan daripada kemudaratan, dan Allah menciptakan manusia dengan tujuan-tujuan yang mulia bagi manusia sendiri. Kebaikan itu yang pokok, sedangkan kejahatan itu datang kemudian. Benda (materi) pokoknya mengandung kemanfaatan sedangkan mudaratnya datang kemudian.
Unsur yang empat pun demikian: api, angin, air dan tanah pokoknya untuk kemanfaatan manusia. Kebakaran, angin topan, banjir, dan gempa bumi datangnya kemudian. Perbuatan yang baik adalah yang pokok bagi manusia, dan kejahatan datang kemudian.
Manusia diberi kebebasan dan pertanggungjawaban sepenuhnya dan oleh karena itu, siapa yang berbuat kejahatan janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri.
Tafsir Quraish Shihab: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat penjaga yang siap mencatatnya.
Surah Qaf Ayat 19
وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ بِٱلۡحَقِّ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ
Terjemahan: Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.
Tafsir Jalalain: وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ (Dan datanglah sakaratul maut) yakni kesusahan dan rasa sakit yang memuncak menjelang maut بِٱلۡحَقِّ (dengan membawa kebenaran) yakni perkara akhirat, hingga orang yang ingkar kepada hari akhirat dapat melihatnya secara nyata, hal ini termasuk pula hal yang menyakitkan. ذَٰلِكَ (Itulah) kematian itu مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ (hal yang kamu tidak dapat menghindar darinya) yakni tidak dapat melarikan diri darinya.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ بِٱلۡحَقِّ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ (“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”) Allah berfirman: “Dan datanglah –wahai manusia- sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Artinya, telah Aku [Allah] perlihatkan kepadamu hal [yang] meyakinkan yang dulu kalian ragukan.” ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ (“Itulah yang kamu selalu lari darinya.”) maksudnya, inilah sesuatu yang dulu kalian lari darinya. Sekarang telah datang kepadamu, sehingga tidak ada jalan untuk melarikan diri dan tidak ada pula tempat berlindung dan menyelamatkan diri darinya.
Para ahli tafsir telah berbeda pendapat berkenaan dengan mukhathah [lawan bicara] dalam firman-Nya ini: وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ بِٱلۡحَقِّ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ (“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”) dan yang benar, bahwa mukhathah itu adalah umat manusia.
Dan telah ditegaskan dalam hadits shahih dari Nabi saw. dimana ketika beliau dihampiri oleh kematian, maka beliau mengusap keringat dari wajahnya seraya berucap: SubhaanallaaHi inna lilmauti lasakaraat (“Mahasuci Allah, sesungguhnya kematian itu mempunyai beberapa sekarat.”
Dan mengenai firman Allah Ta’ala: ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ (“Itulah yang kamu selalu lari darinya.”) terdapat dua pendapat. Pertama, apa yang engkau menjauh dan melarikan diri, sekarang telah datang kepadamu dan menimpamu. Kedua, kematian yang engkau mampu melarikan diri darinya tetapi tidak mampu menghindarinya.
Tafsir Kemenag: Setelah adanya keingkaran orang-orang kafir terhadap hari kebangkitan maka dalam ayat ini Allah menolak keingkaran dan kekafiran mereka dengan keterangan bahwa mereka akan meyakini kebenaran firman Allah itu, ketika mereka menghadapi sakaratulmaut dan pada hari Kiamat.
Bila telah datang sakratulmaut, terbukalah kenyataan yang sebenarnya dan timbullah keyakinan akan datangnya hari kebangkitan; sakaratulmaut benarbenar membuka tabir, yang selalu mereka hindari. Sekarang bagi mereka tidak ada tempat berlindung atau pelarian lagi.
Dalam hadis yang sahih diterangkan bahwa Nabi Muhammad ketika menghadapi saat tiba ajalnya bersabda, “Subhanallah, Mahasuci Allah, sesungguhnya sakaratulmaut ini mengandung kedahsyatan.”.
Tafsir Quraish Shihab: Dan datanglah sakaratulmaut (bencana kematian) dengan sebenar-benarnya tanpa ada suatu keraguan sedikit pun. Perkara yang benar itulah yang kamu takuti dan lari daripadanya.
Surah Qaf Ayat 20
وَنُفِخَ فِى ٱلصُّورِ ذَٰلِكَ يَوۡمُ ٱلۡوَعِيدِ
Terjemahan: Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman.
Tafsir Jalalain: وَنُفِخَ فِى ٱلصُّورِ (Dan ditiuplah sangkakala) untuk membangkitkan manusia. ذَٰلِكَ (Itulah) yakni hari peniupan itu يَوۡمُ ٱلۡوَعِيدِ (hari terlaksananya ancaman) bagi orang-orang kafir, yaitu mereka akan mengalami siksaan.
Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya lebih lanjut: وَنُفِخَ فِى ٱلصُّورِ ذَٰلِكَ يَوۡمُ ٱلۡوَعِيدِ (“Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman.”) pembicaraan tentang peniupan sangkakala, dan tentang peristiwa hari kiamat telah dibahas sebelumnya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Bagaimana mungkin aku akan bersenang-senang, sedang pemegang terompet telah siap untuk meniupnya, dan mendekatkan wajahnya menunggu izin untukk meniupnya.” Para shahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apa yang seharusnya kami katakan?” Beliau bersabda:
“Qaaluu: hasbunallaaHu wa ni’mal wakiil (Katakan: Cukuplah Allah sebagai pelindung kami, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung)” maka mereka berkata: “HasbunallaaHu wa ni’mal wakiil (Cukuplah Allah sebagai pelindung kami, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung)” (HR at-Tirmidzi dengan sanad hasan).
Tafsir Kemenag: Dan ditiupkan sangkakala dengan tiupan yang kedua kalinya. Pertama tiupan hancurnya dunia kedua tiupan kebangkitan. Selanjutnya tibalah hari Kiamat yang mengandung banyak azab bagi orang-orang kafir.
Rasulullah saw bersabda: Bagaimana aku akan bersenang-senang padahal malaikat pemilik atau peniup sangkakala sudah meletakkan sangkakala mulutnya, dan menundukkan dahinya menunggu perintah untuk meniup. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang harus kami baca (menghadapi peristiwa yang dahsyat itu)?” Beliau bersabda, “Bacalah: hasbunallahu wa ni’mal-wakil.” (Riwayat Ibnu hibban).
Tafsir Quraish Shihab: Dan ditiuplah sangkakala sebagai tanda kebangkitan. Tiupan sangkakala itu terjadi pada hari ditimpakannya azab yang diancamkan kepada mereka.
Surah Qaf Ayat 21
وَجَآءَتۡ كُلُّ نَفۡسٍ مَّعَهَا سَآئِقٌ وَشَهِيدٌ
Terjemahan: Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi.
Tafsir Jalalain: وَجَآءَتۡ (Dan datanglah) pada hari itu كُلُّ نَفۡسٍ (tiap-tiap diri) ke tempat mereka dikumpulkan yaitu padang Mahsyar مَّعَهَا سَآئِقٌ (bersama dengan dia penggiringnya) yaitu malaikat yang menggiringnya ke padang Mahsyar وَشَهِيدٌ (dan pemberi saksi) yang akan memberikan kesaksian tentang semua amal perbuatannya, yaitu tangan dan kakinya serta anggota-anggota tubuhnya yang lain. Kemudian pada saat itu dikatakan kepada orang yang kafir:.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَجَآءَتۡ كُلُّ نَفۡسٍ مَّعَهَا سَآئِقٌ وَشَهِيدٌ (“Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengannya seorang Malaikat penggiring dan seorang Malaikat penyaksi.”) yaitu malaikat yang menggiring ke alam Mahsyar dan malaikat yang memberikan kesaksian amal perbuatannya. Demikianlah lahiriyah ayat di atas. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa tiap-tiap diri akan datang kepada Tuhannya pada hari Kiamat dengan disertai malaikat pengiring dan malaikat penyaksi atas segala amal perbuatannya ketika hidup di dunia.
Tafsir Quraish Shihab: Tiap-tiap diri, yang baik dan yang buruk, akan datang ke padang mahsyar bersama malaikat yang menggiringnya dan yang menjadi saksi atas perbuatannya.
Surah Qaf Ayat 22
لَّقَدۡ كُنتَ فِى غَفۡلَةٍ مِّنۡ هَٰذَا فَكَشَفۡنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلۡيَوۡمَ حَدِيدٌ
Terjemahan: Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.
Tafsir Jalalain: لَّقَدۡ كُنتَ (“Sesungguhnya kamu) sewaktu di dunia فِى غَفۡلَةٍ مِّنۡ هَٰذَا (berada dalam keadaan lalai dari hal ini) yang sekarang menimpa kamu فَكَشَفۡنَا عَنكَ غِطَآءَكَ (maka Kami singkapkan daripadamu tutupmu) maksudnya, Kami lenyapkan kelalaianmu dengan apa yang kamu saksikan sekarang ini فَبَصَرُكَ ٱلۡيَوۡمَ حَدِيدٌ (maka penglihatanmu pada hari ini tajam”) yakni menjadi terang dan dapat melihat apa yang kamu ingkari sewaktu di dunia.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: لَّقَدۡ كُنتَ فِى غَفۡلَةٍ مِّنۡ هَٰذَا فَكَشَفۡنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلۡيَوۡمَ حَدِيدٌ (“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari [hal] ini, maka Kami singkapkan darimu tutup [yang menutupi] matamu, maka penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.”) Khithab ayat ini ditujukan kepada umat manusia itu sendiri. Dan yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala:
لَّقَدۡ كُنتَ فِى غَفۡلَةٍ مِّنۡ هَٰذَا (“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari [hal] ini.”) yakni dari hari ini: فَكَشَفۡنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلۡيَوۡمَ حَدِيدٌ (“maka Kami singkapkan darimu tutup [yang menutupi] matamu, maka penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.”) yakni sangat kuat, karena pada hari kiamat kelak setiap orang akan mempunyai pandangan yang kuat, termasuk orang-orang yang kafir ketika di dunia. Pada saat itu pandangan mereka tetap stabil, tetapi semua itu tidak mendatangkan manfaat apa-apa bagi mereka.
Tafsir Kemenag: Allah menegaskan kepada manusia yang ketika hidupnya di dunia penuh dengan kelengahan dalam menghadapi hari Kiamat yang hebat dan dahsyat, “Sesungguhnya manusia berada dalam kelalaian tentang adanya hari Kiamat yang hebat dan dahsyat ini.
Allah menyingkapkan dinding dan tabir yang selalu menghalanghalangi pandangannya, sekarang ini ia dapat melihat dengan matanya sendiri, apa yang dahulu selalu ia ingkari. Pandangan manusia pada hari itu amat tajam, menghilangkan segala keragu-raguan, akan tetapi apa gunanya kesadaran dan keinsafan ini, setelah ia berada di akhirat?” Mestinya kesadaran dan keinsafan mereka miliki dahulu ketika masih berada di dunia.
Tafsir Quraish Shihab: Kemudian, sebagai celaan bagi orang-orang yang mendustakan, dikatakanlah kepada mereka, “Sesungguhnya, ketika di dunia, kalian telah melalaikan apa yang kalian rasakan sekarang. Kami telah membuka tabir yang menutupi mata kalian untuk melihat masalah-masalah keakhiratan, sehingga pada hari ini penglihatan kalian menjadi tajam dan kuat.”
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Qaf Ayat 16-22 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020