Surah Thaha Ayat 128-130; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Thaha Ayat 128-130

Pecihitam.org – Kandungan Surah Thaha Ayat 128-130 ini, menjelaskan Allah meminta perhatian orang-orang kafir agar mereka memikirkan dengan tenang bagaimana kesudahan umat-umat yang telah lalu, mereka telah dibinasakan oleh Allah karena kekafirannya dengan menurunkan berbagai macam malapetaka, ada yang berupa angin topan, gempa yang dahsyat dan ada pula yang berupa suara keras yang mengguntur.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Thaha Ayat 128-130

Surah Thaha Ayat 128
أَفَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي مَسَاكِنِهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّأُولِي النُّهَى

Terjemahan: Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.

Tafsir Jalalain: أَفَلَمْ يَهْدِ (Maka tidakkah menjadi petunjuk) yakni tidak jelas لَهُ (bagi mereka) orang-orang kafir Mekah كَمْ (berapa banyak) lafal Kam di sini adalah kalimat berita yang berkedudukan menjadi maf’ul أَهْلَكْنَا (Kami membinasakan) sudah berapa banyak telah Kami binasakan

قَبْلَهُم مِّنَ الْقُرُونِ (umat-umat sebelum mereka) umat-umat terdahulu disebabkan mereka mendustakan Rasul-rasul يَمْشُونَ (padahal mereka berjalan) Lafal Yamsyuuna ini menjadi Hal daripada Dhamir Lahum فِي مَسَاكِنِهِمْ (melewati peninggalan umat-umat itu?) sewaktu mereka berniaga ke negeri Syam dan negeri-negeri yang lain, seharusnya mereka mengambil pelajaran daripadanya.

Disebutkan pengertian membinasakan, hal ini diambil dari Fi’il atau kata kerjanya tanpa memakai huruf Mashdar demi memelihara keselarasan makna, maka hal ini tidak dilarang.

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ (Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda) pelajaran-pelajaran لِّأُولِي النُّهَى (bagi orang-orang yang berakal) yakni bagi mereka yang berakal.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: أَفَلَمْ يَهْدِ (“Maka tidakkah menjadi petunjuk,”) bagi orang-orang yang mendustakan apa yang telah kamu bawa, hai Muhammad, berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah mendustakan para Rasul telah Kami binasakan, sehingga mereka musnah tanpa sisa dan tidak juga meninggalkan bekas, sebagaimana hal itu dapat mereka saksikan dari rumah-rumah kosong yang mereka tinggalkan dan mereka berlalu-lalang di atas peninggalan tersebut?

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّأُولِي النُّهَى (“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”) Maksudnya, akal yang sehat dan pikiran yang lurus.

Tafsir Kemenag: Pada ayat-ayat ini Allah meminta perhatian orang-orang kafir agar mereka memikirkan dengan tenang bagaimana kesudahan umat-umat yang telah lalu, mereka telah dibinasakan oleh Allah karena kekafirannya dengan menurunkan berbagai macam malapetaka, ada yang berupa angin topan, gempa yang dahsyat dan ada pula yang berupa suara keras yang mengguntur.

Mereka dapat melihat dengan mata kepala sendiri bekas-bekas yang ditinggalkan oleh umat-umat yang telah binasa itu. Bekas-bekas itu menunjukkan bahwa mereka adalah umat-umat yang kuat dan jaya pada masanya memiliki bangunan-bangunan yang besar dan kokoh, mempunyai kebudayaan yang tinggi lebih dari apa yang dimiliki orang-orang kafir Mekah. Tetapi karena keingkaran dan kedurhakaan, mereka dibinasakan Allah dengan sekejap mata, tak seorang pun yang selamat dari malapetaka itu. Yang dapat dilihat sekarang hanya puing-puing bekas istana dan benteng-benteng perThahanan mereka.

Kaum musyrik Mekah dalam perjalanan dagang mereka di musim panas dan di musim dingin melalui bekas-bekas kerajaan yang telah runtuh itu, tetapi mereka tidak pernah memikirkan apa sebabnya maka kerajaan-kerajaan itu hancur dan musnah, dan menganggap hal itu adalah akibat bencana alam belaka. Seharusnya mereka dapat mengambil pelajaran dari umat-umat yang dahulu dan menginsafi bahwa bagaimanapun kuat dan jayanya satu umat, bila Allah menghendaki kehancuran mereka, karena kedurhakaan dan kekafiran tak ada yang dapat memperThahankan atau membela mereka.

Mengapa hal ini semua tidak menjadi perhatian mereka. Sebenarnya kalau mereka mau berpikir, amat banyak pelajaran dan bukti-bukti kekuasaan Allah yang terdapat pada umat-umat yang telah hancur binasa itu, tetapi anehnya mereka tidak mengindahkannya.

Baca Juga:  Surah Thaha Ayat 92-94; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Kenapa mereka berpura-pura buta terhadap ayat-ayat Allah, padahal sudah jelas bagi mereka bahwa Kami telah memusnahkan banyak bangsa terdahulu, akibat kekufuran mereka? Kenapa pula mereka tidak mengambil pelajaran dari bangsa-bangsa yang dihancurkan itu, padahal mereka berjalan di bekas rumah dan tempat tinggal bangsa-bangsa itu, dan menyaksikan bekas-bekas siksaan yang menimpa mereka? Sesungguhnya pemandangan itu merupakan pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat.

Surah Thaha Ayat 129
وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَكَانَ لِزَامًا وَأَجَلٌ مُّسَمًّى

Terjemahan: Dan sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka.

Tafsir Jalalain: وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ (Dan sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Rabbmu yang telah terdahulu) untuk menangguhkan azab daripada mereka hingga hari kemudian لَكَانَ (niscayalah) pembinasaan itu لِزَامًا (pasti) menimpa mereka sejak di dunia

وَأَجَلٌ مُّسَمًّى (dan waktu yang telah ditentukan) waktu yang telah dipastikan bagi azab mereka. Kalimat ayat ini di’athafkan kepada Dhamir yang terkandung di dalam lafal Kaana dan menjadi pemisah di antara keduanya adalah Khabar Kaana yang berfungsi sebagai pengukuh makna. Maksudnya; dan di hari kemudian, azab akan menimpa mereka pula.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَكَانَ لِزَامًا وَأَجَلٌ مُّسَمًّى (“Dan sekiranya tidak ada ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti [adzab itu] menimpa mereka.”) Maksudnya, seandainya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, yaitu bahwa Dia tidak akan mengadzab seseorang melainkan setelah adanya hujjah yang diberikan kepadanya serta waktu yang telah ditentukan Allah kepada para pendusta tersebut, niscaya akan datang kepada mereka adzab secara tiba-tiba.

Tafsir Kemenag: Kalau tidak karena rahmat dan kasih sayang Allah atau karena ketetapan yang telah diputuskan-Nya bahwa umat Muhammad saw yang ingkar tidak akan dihancurbinasakan seperti umat-umat dahulu itu, dan balasan atas kekafiran mereka ditangguhkan sampai hari Kiamat tentulah mereka telah mengalami kehancuran pula. Hal ini tersebut dalam firman-Nya:

Sebenarnya hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan hari Kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit. (al-Qamar/54: 46)

Para Ulama mengatakan bahwa hikmah penangguhan siksa umat Muhammad saw yang durhaka sampai hari Kiamat ialah memberi kesempatan bagi mereka untuk bertobat atau ada di antara keturunan mereka yang beriman.

Hal itu merupakan suatu kehormatan dan kemuliaan bagi Nabi Muhammad saw dan rahmat serta kasih sayang Allah terhadap umatnya, dengan demikian pengikut-pengikut ajarannya akan bertambah banyak. Ini sesuai dengan harapan beliau sebagaimana disebutkan dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah:

Apa yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan kepadaku oleh Allah. Maka aku berharap agar aku menjadi Nabi yang paling banyak pengikutnya di antara para Nabi. (Riwayat asy-Syaikhan).

Tafsir Quraish Shihab: Kalau bukan karena ketentuan Tuhanmu sebelumnya untuk menunda penyiksaan mereka hingga waktu yang ditentukan, yaitu hari kiamat, niscaya siksaan itu merupakan keharusan bagi mereka di dunia sebagaimana yang berlaku pada orang-orang kafir terdahulu.

Surah Thaha Ayat 130:
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى

Terjemahan: Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit maThahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang,

Tafsir Jalalain: فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ (Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan) hanya saja ayat ini dimansukh oleh ayat berperang وَسَبِّحْ (dan bertasbihlah) salatlah بِحَمْدِ رَبِّكَ (dengan memuji Rabbmu) lafal بِحَمْدِ رَبِّكَ merupakan Hal atau kata keterangan keadaan, maksudnya seraya memuji-Nya قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ (sebelum terbit maThahari) yaitu salat Subuh

Baca Juga:  Surah Al-Anfal Ayat 50-51; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

وَقَبْلَ غُرُوبِهَا (dan sebelum terbenamnya) salat Asar وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ (dan pada waktu-waktu di malam hari) saat-saat malam hari فَسَبِّحْ (bertasbih pulalah) yaitu salat Magrib dan salat Isyaklah kamu وَأَطْرَافَ النَّهَارِ (dan pada waktu-waktu di siang hari) ia di’athafkan secara Mahal kepada lafal Ana yang dinashabkan. Maksudnya salat Zuhurlah kamu; karena waktu salat Zuhur itu mulai sejak bergeser maThahari dari garis pertengahan langit; yaitu bergesernya maThahari dari bagian pertengahan pertama menuju kepada bagian pertengahan kedua لَعَلَّكَ تَرْضَى (supaya kamu merasa senang) dengan pahala yang akan diberikan kepadamu.

Tafsir Ibnu Katsir: Dia berfirman kepada Nabi-Nya seraya menghibur beliau: فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ (“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan,”) yakni, atas pendustaan mereka terhadapmu.

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ (“Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, sebelum terbit maThahari,”) yakni shalat fajar; وَقَبْلَ غُرُوبِهَا (“Dan sebelum terbenamnya,”) yakni shalat ‘ashar.

Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab ash-Shahihain, dari Jarir bin Abdullah al-Bajali, ia bercerita: kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw, lalu beliau melihat bulan pada malam purnama, kemudian beliau bersabda:

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan ini. Kalian tidak berdesak-desakan untuk melihat-Nya. Jika kalian mampu untuk tidak meninggalkan shalat sebelum terbit maThahari dan sebelum terbenamnya maThahari, maka kerjakanlah.” Kemudian beliau membaca ayat ini.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Imarah bin Ru-aibah, ia bercerita: aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan masuk neraka orang yang mengerjakan shalat sebelum terbit dan terbenamnya maThahari.” (HR. Muslim)

Dalam kitab al-Musnad dan kitab as-Sunan, dari Ibnu Umar ia bercerita: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah adalah yang dapat melihat dalam kerajaannya perjalanan dua ribu tahun, ia melihat bagian yang paling jauh seperti ia melihat bagian yang paling dekat. Dan yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang melihat Allah Ta’ala dua kali dalam sehari.”

Firman Allah Ta’ala selanjutnya: وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ (“Dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari.”) yakni, dari waktu malam hari hendaklah kamu mengerjakan shalat Thahajjud. Dan sebagian ahli tafsir mengartikannya sebagai shalat Maghrib dan shalat Isya’.وَأَطْرَافَ النَّهَارِ (“Dan pada waktu-waktu di siang hari.”) yakni, kebalikan/lawan dari waktu malam; لَعَلَّكَ تَرْضَى (“Supaya kamu merasa senang.”)

Sebagaimana yang difirmankan Allah: “Dan kelak Rabbmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu hatimu menjadi puas.” (QS. Adh-Dhuhaa: 5)

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan: “Allah Ta’ala berfirman: Wahai sekalian penghuni surga.’ Maka mereka menjawab:Kami mendengar seruan-Mu ya Rabb Kami, dan kami menyambut-Mu.’ Maka Dia berfirman: Apakah kalian puas?’ Mereka menjawab:

Bagaimana kami tidak puas, sedang Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak Engkau berikan kepada siapa pun dari makhluk-Mu.’ Lebih lanjut Dia berfirman: Sesungguhnya Aku akan memberi kalian apa yang lebih baik dari hal itu.’

‘Lalu apakah yang lebih baik dari semuanya itu?’ tanya mereka. Dia menjawab:Aku menghalalkan bagi kalian keridhaan-Ku, sehingga Aku tidak akan murka kepada kalian setelah ini untuk selamanya.’”

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar dia tetap bersabar menghadapi tindakan-tindakan kaumnya yang kafir itu serta cemoohan dan penghinaan mereka terhadapnya seperti menuduhnya sebagai tukang sihir, orang gila, penyair dan sebagainya.

Di samping itu hendaklah dia senantiasa mengingat dan mensucikan Tuhan dengan bertasbih dan salat sebelum terbit maThahari, sebelum terbenam maThahari dan di tengah malam. Memang dengan mengingat Allah dan dengan salat seseorang dapat membebaskan dirinya dari kekalutan pikiran, kesedihan dan kebimbangan. Nabi Muhammad sendiri pernah berkata tentang faedah salat untuk menenteramkan hatinya.

Baca Juga:  Surah As-Saffat Ayat 75-82; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dan dijadikan ketenangan hatiku ketika salat. (Riwayat Ahmad dan an-Nasai dari al-Mugirah). Pada ayat lain Allah memerintahkan untuk menanggulangi suatu masalah yang pelik hendaknya kita bersikap sabar dan mendirikan salat.

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (al- Baqarah/2: 45)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Rasulullah saw bersabda: Bersabdalah Rasulullah saw: “Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana kamu melihat bulan ini, kamu tidak dihalang-halangi waktu melihat-Nya. Jika kamu sanggup berusaha agar kamu jangan ketinggalan salat sebelum terbit maThahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Kemudian Nabi membaca ayat 130 ini. Diriwayatkan dari Abu Hurairah. Bersabda Nabi Muhammad saw, “Allah berfirman, Hai anak Adam gunakanlah waktumu untuk beribadah kepadaKu, maka Aku akan mengisi dadamu dengan kekayaan (batin) dan menghapus kefakiranmu. Tetapi bila kamu tidak mau mengerjakannya maka Aku akan mengisi dadamu dengan kesibukan dan tidak akan menutupi kefakiranmu.” (Riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi)

Kemudian Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad saw bila engkau telah mengerjakan apa yang telah Aku perintahkan kepadamu yaitu salat sebelum maThahari terbit, sebelum terbenamnya, dan di tengah-tengah malam, niscaya jiwamu akan damai dan tenteram, dan engkau akan rida terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepadamu sebagaimana tersebut dalam ayat: Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas. (adh-dhuha/93: 5)

Mengenai rida dan kepuasan batin ini, sebuah hadis sahih mengungkapkan sebagai berikut:

Rasulullah saw bersabda, “Allah berkata kepada penghuni surga, Hai para penghuni surga. Mereka menjawab, Kami siap mendengarkan firman Engkau Ya Tuhan kami, selamat dan bahagia atas Engkau, lalu Allah berfirman apakah kamu telah rida dan puas? Mereka menjawab: Bagaimana kami tidak akan rida dan puas Engkau telah menganugerahkan kepada kami nikmat-nikmat yang tidak Engkau berikan kepada selain kami di antara makhluk-makhluk Engkau.

Maka Allah berfirman, Aku akan menganugerahkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari itu. Mereka bertanya: Apakah itu ya Tuhan kami, yang lebih baik dari anugerah yang telah kami terima? Allah berfirman, Allah berfirman, Aku akan memberikan kepada kamu keridaanKu, maka Aku tidak akan marah kepadamu setelah itu untuk selama-lamanya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Demikianlah halnya bila seseorang yang telah mencapai rida Allah berkat ketaatan dan kepatuhannya, terhadap Tuhannya.

Tafsir Quraish Shihab: Maka bersabarlah, wahai Rasulullah, dari pendustaan dan hinaan yang mereka ucapkan tentang pesan- pesan sucimu. Sucikanlah Tuhanmu dari hal-hal yang tidak pantas bagi-Nya, dengan memuji-Nya dan terus menerus menyembah kepada-Nya semata, khususnya sebelum matahari terbit dan sesudah matahari terbenam.

Sucikanlah dan sembahlah Dia di waktu malam, pagi dan sore hari dengan melakukan salat. Dengan demikian, hubunganmu dengan Allah menjadi tetap sinambung. Oleh karena itu, tetaplah tenang dengan keadaanmu sekarang ini dan puaslah dengan apa yang telah ditetapkan untukmu.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Thaha Ayat 128-130 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag, dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S