Surah Yasin Ayat 37-40; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Yasin Ayat 37-40

Pecihitam.org – Kandungan Surah Yasin Ayat 37-40 ini, menjelaskan bukti yang lain tentang kekuasaan-Nya Yang Mahabesar dan bukti adanya hari kebangkitan, yaitu adanya waktu malam. Allah menanggalkan siang dan mendatangkan malam, tiba-tiba manusia berada dalam kegelapan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Betapa kecilnya kekuasaan manusia, dibanding dengan kekuasaan Allah yang menciptakan dan mengatur perjalanan benda-benda alam sehingga tetap berjalan dengan tertib.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Yasin Ayat 37-40

Surah Yasin Ayat 37
وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ

Terjemahan: Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.

Tafsir Jalalain: وَآيَةٌ لَهُمُ (Dan suatu tanda bagi mereka) yang menunjukkan kekuasaan Allah yang besar اللَّيْلُ نَسْلَخُ (adalah malam; Kami tanggalkan) Kami pisahkan مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ (siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan) mereka memasuki kegelapan malam hari.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman bahwa di antara petunjuk bagi mereka tentang kekuasaan Allah Tabaaraka wa Ta’ala Yang agung adalah penciptaan malam dan siang. Malam dengan kegelapannya dan siang dengan cahaya sinarnya. Serta Dia jadikan keduanya silih berganti, jika malam dating siang pergi, dan jika siang datang malampun pergi. Sebagaimana firman Allah:

yughsyil lailan nahaara yathlubuhuu hasyiisyaa (“Dia menutup malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.” (al-A’raaf: 54)

Untuk itu Allah berfirman di sini: وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ (“Dan suatu tanda [kekuasaan Allah yang besar] bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu.” Yaitu Kami tanggalkan, lalu dia pergi dan datanglah malam. Untuk itu Allah berfirman:

فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ (“Maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.”) sebagaimana tercantum di dalam sebuah hadits: “ Jika malam datang dari arah sana, maka siang mundur ke arah lain. Dan matahari terbenam, maka pertanda bagi orang yang berpuasa untuk berbuka.” Inilah makna yang zhahir dalam ayat tersebut.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menjelaskan bukti yang lain tentang kekuasaan-Nya Yang Mahabesar dan bukti adanya hari kebangkitan, yaitu adanya waktu malam. Allah menanggalkan siang dan mendatangkan malam, tiba-tiba manusia berada dalam kegelapan.

Ayat ini meletakkan dasar-dasar bagi ilmu pengetahuan alam dan ilmu falak. Terjadinya siang dan malam karena bergeraknya tata surya, terutama bumi dan matahari, sehingga bagian muka bumi yang terkena cahaya matahari mengalami siang, dan bagian yang tidak terkena cahaya matahari mengalami malam. Hal ini terjadi silih berganti.

Kemajuan ilmu pengetahuan manusia mengenai ilmu falak atau astronomi pada masa sekarang ini telah memungkinkan mereka mengetahui benda-benda di angkasa raya. Dengan kemajuan teknologi, manusia akhirnya dapat pula mengarungi ruang angkasa, tidak hanya sekadar mengamatinya dari bumi.

Adanya siang dan malam juga berfaedah bagi manusia. Waktu siang mereka gunakan untuk bekerja bagi keperluan hidup mereka. Sedang waktu malam pada umumnya digunakan untuk beristirahat dan tidur, sebagai salah satu dari kebutuhan jasmaniah dan rohaniah mereka.

Tafsir Quraish Shihab: Bukti lain untuk mereka akan adanya Allah dan kemahakuasaan-Nya adalah kemunculan malam yang Kami jadikan untuk mengganti dan menutupi siang. Lalu manusia berada dalam kegelapan yang meliputi mereka dari semua arah.

Surah Yasin Ayat 38
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Terjemahan: dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Tafsir Jalalain: وَالشَّمْسُ تَجْرِي (Dan matahari berjalan) ayat ini dan seterusnya merupakan bagian daripada ayat Wa-aayatul Lahum, atau merupakan ayat yang menyendiri, yakni tidak terikat oleh ayat sebelumnya demikian pula ayat Wal Qamara, pada ayat selanjutnya لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا (di tempat peredarannya) tidak akan menyimpang dari garis edarnya.

ذَٰلِكَ (Demikianlah) beredarnya matahari itu تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ (ketetapan Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya الْعَلِيمِ (lagi Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Mahamengetahui.” Pada makna firman-Nya: لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا (“Di tempat peredarannya.”) terdapat dua pendapat. Salah satunya mengatakan bahwa yang dimaksud aalah tempat peredarannya, yaitu di bawahg ‘Arsy yang dekat ke arah bumi dari sisi tersebut.

Dimanapun berada, matahari dan seluruh makhluk berada di bawah Arsy, karena ‘Arsy merupakan atapnya dan bukan berbentuk bulat, sebagaimana yang dikira oleh para ahli hukum alam. Dia berbentuk kubah yang memiliki beberapa tiang yang dibawa oleh para Malaikat an dia berada di atas alam seperti yang terlihat di atas kepala.

Maka, matahari jika berada di dalam kubah falak di waktu siang, maka dia berada lebih dekat kepada ‘Arsy. Dan jika dia memutar pada falak ke empat menuju tempat tersebut, yaitu di waktu pertengahan malam, maka dia semakin menjauh dari ‘Arsy. Di saat itu dia sujud dan meminta izin untuk terbit, sebagaimana yang tercantum di beberapa hadits.

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 91-92; Seri Tadabbur Al Qur'an

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Dzarr berkata: “Aku bersama Nabi saw di dalam masjid ketika terbenamnya matahari. Lalu Rasulullah saw. bersabda: ‘Hai Abu Dzarr, apakah engkau tahu dimana matahari itu terbit?’ Aku menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’

Rasulullah saw. menjawab: ‘Dia itu pergi, hingga sujud di bawah ‘Arsy. Itulah firman Allah Ta’ala: لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا (“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Mahamengetahui.”)”

Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah bin az-Zubair al-Humaidi, dari Abu Dzarr yang berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang firman Allah وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا (“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya.”) Rasulullah saw. menjawab: “Tempat beredarnya di bawah ‘Arsy”

Demikianlah yang dijelaskan di sini. Serta telah ditakhrij di beberapa tempat dan diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Ibnu Majah, dari beberapa jalur, dari al-A’masy.

Imam Ahmad meriwayatkan, bahwasanya Abu Dzarr berkata: “Aku bersama Rasulullah saw. di dalam masjid ketika matahari tenggelam. Lalu Rasulullah saw. bersabda: ‘Hai Abu Dzarr, apakah engkau tahu dimana perginya matahari?’ Aku menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’

Rasulullah saw. bersabda: ‘Dia pergi, hingga sujud di hadapan Rabb-nya untuk meminta izin kembali. Lalu dia diizinkan seakan dikatakan kepadanya: ‘Kembalilah darimana engkau datang. Lalu dia kembali ke tempat terbitnya dan itulah tempat peredarannya.’ –Kemudian beliau membaca-, ‘Dan matahari berjalan di tempat peredarannya.”

Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tempat peredarannya adalah akhir perjalanannya, yakni ujung naiknya di langit di waktu musim dingin, yaitu Aujaha, kemudian ke ujung bawahnya di saat musim panas, yaitu al-Hadlidl.

Pendapat kedua, bahwa yang dimaksud dengan tempat peredarannya adalah tempat akhir perjalanannya, yaitu pada hari kiamat. Batallah perjalanannya, terhenti gerakannya, beredar dan berakhirlah ala mini. Dan ini adalah waktu peredaran.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas membaca: وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا, yaitu tidak tetap dan tidak tenang. Bahkan dia terus berputar, siang dan malam tanpa lelah dan tidak henti-hentinya. Sebagaimana firman Allah :

wa sakhkhara lakumusy syamsa wal qamara daa-ibaiin (“Dan Dia telah menundukkan [pula] bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar [dalam orbitnya].”) (QS 14: 33). Yaitu, tidak lelah dan tidak berhenti sampai hari kiamat.

ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ (“Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa.”) yakni yang tidak dibantah dan tidak dilanggar. الْعَلِيمِ (“Lagi Mahamengetahui”) tentang seluruh gerakan dan segala sesuatu yang diam. Sesungguhnya hal itu sudah ditetapkan dan waktunya di atas satu aturan yang tidak berbeda dan tidak terbalik.

Tafsir Kemenag: Allah menjelaskan bukti lain tentang kekuasaan-Nya, yaitu peredaran matahari, yang bergerak pada garis edarnya yang tertentu dengan tertib menurut ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Sedikit pun ia tidak menyimpang dari garis yang telah ditentukan itu.

Andaikata ia menyimpang seujung rambut saja, niscaya akan terjadi tabrakan dengan benda-benda langit lainnya. Kita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi akibat peristiwa itu.

Dilihat sepintas lalu, orang akan menerima bahwa hanya matahari yang bergerak, sedang bumi tetap pada tempatnya. Di pagi hari, matahari terlihat di sebelah timur, sedang pada sore hari ia berada di barat. Akan tetapi, ilmu falak mengatakan bahwa matahari berjalan sambil berputar pada sumbunya, sedang bumi berada di depannya, juga berjalan sambil berputar pada sumbunya, dan beredar mengelilingi matahari.

Ternyata apa yang ditetapkan oleh ilmu falak sejalan dengan apa yang telah diterangkan dalam ayat tersebut. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa semakin tinggi kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia, semakin terbuka pula kebenaran-kebenaran yang telah dikemukakan Al-Qur’an sejak empat belas abad yang lalu. Allahu Akbar. Allah Mahabesar kekuasaan-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Dan matahari beredar pada garis edarnya sebagai bukti kekuasaan Allah dalam dimensi ruang dan waktu. Peredaran itu terjadi karena diatur oleh Sang Mahaperkasa yang Mahakuasa, yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

Surah Yasin Ayat 39
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ

Terjemahan: Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.

Tafsir Jalalain: وَالْقَمَرَ (Dan bagi bulan) dapat dibaca Wal Qamaru atau Wal Qamara, bila dibaca nashab yaitu Wal Qamara berarti dinashabkan oleh Fiil sesudahnya yang berfungsi menafsirkannya yaitu قَدَّرْنَاهُ (telah Kami tetapkan) bagi peredarannya مَنَازِلَ (manzilah-manzilah) sebanyak dua puluh delapan manzilah selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulannya. Kemudian bersembunyi selama dua malam, jika bilangan satu bulan tiga puluh hari, dan satu malam jika bilangan satu bulan dua puluh sembilan hari حَتَّىٰ عَادَ (sehingga kembalilah ia) setelah sampai ke manzilah yang terakhir, menurut pandangan mata كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (sebagai bentuk tandan yang tua) bila sudah lanjut masanya bagaikan ketandan, lalu menipis, berbentuk sabit dan berwarna kuning.

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 26-27; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah Jalla wa Ta’ala berfirman: وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ (“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,”) yaitu kami jadian ia berjalan dalam perjalanan lain yang dapat dijadikan tanda berlalunya bulan, sebagaimana dengan matahari yang dapat diketahui antara siang dan malam.

Sebagaimana firman Allah: yas-aluunaka ‘anil aHillaH. Qul Huwa mawaaqitsu linnaasi wal hajj (“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan [bagi ibadah] haji.”) (al-Baqarah: 189)

Dan firman-Nya yang artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” (Yunus: 5)

Dia menjadikan matahari memiliki cahaya yang khusus baginya dan bulan memiki cahaya yang khusus pula baginya dan berbeda perjalanan antara keduanya. Matahari terbit setiap hari dan terbenam pada akhirnya dengan satu sinar, akan tetapi ia berpindah-pindah pada tempat terbit dan terbenam pada musim panas dan musim dingin. Dengan sebab itu, siang dapat lebih panjang dan malam dapat lebih pendek.

Kemudian, malam dapat lebih panjang dan siang dapat lebih pendek serta menjadikan kekuasaannya pada siang hari dan itulah bintang siang. Sedangkan bulan, telah ditetapkan baginya manzilah-manzilah yang terbit pada awal malam bulan dalam keadaan sabit, dengan cahaya kecil. Kemudian, sedikit demi sedikit bertambah pada malam yang kedua dan manzilahnya semakin naik.

Kemudian, setiap kali manzilah itu meninggi, semakin terang sinarnya, sekalipun disadur dari cahaya matahari, sehingga semakin sempurna sinarnya pada malam ke empatbelas. Kemudian, dia mulai berkurang kembali sampai akhir bulan, sehingga seperti bentuk tandan tua.

Ibnu ‘Abbas berkata: “Itulah pokok [asal] tandan.” Dan Mujahid berkata: “Al-urjuun al-qadiim yaitu tandan yang kering [tua], Ibnu ‘Abbas mengartikannya sebagai pokok tandan kurma yang telah lama, kering dan melengkung.” Setelah hal tersebut, Allah Ta’ala menampakkan bulan dalam bentuk baru di awal manzilah akhir.

Tafsir Kemenag: Allah telah menetapkan jarak-jarak tertentu bagi peredaran bulan, sehingga pada setiap jarak tersebut ia mengalami perubahan, baik dalam bentuk dan ukurannya, maupun dalam kekuatan sinarnya. Mula-mula bulan itu timbul dalam keadaan kecil dan cahaya yang lemah.

Kemudian ia menjadi bulan sabit dengan bentuk melengkung serta sinar yang semakin terang. Selanjutnya bentuknya semakin sempurna bundarnya, sehingga menjadi bulan purnama dengan cahaya yang amat terang. Tetapi kemudian makin menyusut, sehingga pada akhirnya ia menyerupai sebuah tandan kering yang berbentuk melengkung dengan cahaya yang semakin pudar, kembali kepada keadaan semula.

Jika diperhatikan pula benda-benda angkasa lainnya yang bermiliar-miliar banyaknya, dengan jarak dan besar yang berbeda-beda, serta kecepatan gerak yang berlainan pula, semua berjalan dengan teratur rapi, semua itu akan menambah keyakinan kita tentang tak terbatasnya ruang alam ini dan betapa besarnya kekuasaan Allah yang menciptakan dan mengatur makhluk-Nya.

Dengan memperhatikan semua itu, tak akan ada kata-kata lain yang ke luar dari mulut orang yang beriman, selain ucapan “Allahu Akbar, Allah Mahabesar, lagi Mahabesar kekuasaan-Nya.”.

Tafsir Quraish Shihab: Dan bulan–dengan pemeliharaan Kami–Kami jadikan menempati posisi-posisi tertentu. Dengan sebab itulah, pada awalnya, bulan terlihat kecil yang malam demi malam semakin bertambah besar hingga sempurna membentuk bulan purnama.

Setelah itu bulan–secara berangsur-angsur pula–mengecil kembali hingga terlihat seperti pertama kali muncul, bagaikan tandan yang segar kemudian menua dan mulai melengkung, layu dan menguning.

Surah Yasin Ayat 40
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

Terjemahan: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.

Tafsir Jalalain: لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا (Tidaklah mungkin bagi matahari) tidak akan terjadi أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ (mendapatkan bulan) yaitu matahari dan bulan bersatu di malam hari وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ (dan malam pun tidak dapat mendahului siang) malam hari tidak akan datang sebelum habis waktu siang hari.

وَكُلٌّ (Dan masing-masing) matahari, bulan dan bintang-bintang. Tanwin lafal Kullun ini merupakan pergantian dari Mudhaf Ilaih فِي فَلَكٍ (pada garis edarnya) yang membundar يَسْبَحُونَ (beredar) pada garis edarnya masing-masing. Di dalam ungkapan ini benda-benda langit diserupakan sebagai makhluk yang berakal, karenanya mereka diungkapkan dengan lafal Yasbahuuna.

Tafsir Ibnu Katsir: لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ (“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan.”) Mujahid mengatakan: “Setiap matahari dan bulan mempunyai batasan yang tidak bisa dilampaui dan tidak bisa dikurangi oleh lainnya. Jika kemungkinan [mendapatkan yang lainnya] ini terjadi, maka akan timbul kemampuan untuk membatasi.” Ats-Tsauri mengatakan dari Abi Shalih: “Tidaklah cahaya matahari mendapatkan bulan dan tidak pula cahaya bulan mendapatkan matahari.”

Baca Juga:  Surah Asy-Syura Ayat 13-14; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ (“Dan malampun tidak dapat mendahului siang”) Allah berfirman, tidak sepatutnya jika malam telah terjadi, malam selanjutnya akan terjadi sehingga malam sebelumnya menjadi siang. Maka terbitnya matahari dengan adanya siang dan terbitnya bulan dengan adanya malam.

Adl-Dlahhak berkata: “Malam tidak akan berlalu hingga siang datang dari arah tersebut.” Dan ia memberikan isyarat pada arah timur. Mujahid mengatakan: “وَلَا ٱلَّيۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِ (“Dan malampun tidak dapat mendahului siang”) dua hal yang dituntut cepat, yang mana salah satunya akan mendahului yang lain.

Dan makna tafsiran tersebut yaitu, tidak ada selang waktu antara malam dan siang, akan tetapi setiap dari keduanya [terjadi] tanpa keterlambatan dan tidak ketinggalan [dari yang lainnya] karena keduanya bekerja tanpa pamrih lagi tekun yang dituntut dengan tuntutan yang cepat.

وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (“Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”) yakni malam, siang, matahari dan bulan semuanya beredar, yaitu berputar pada garis edar langit. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, adl-Dlahhak, al-Hasan, Qatadah, ‘Atha’ al-Khurasani.

Ibnu ‘Abbas dan selainnya dari kaum salaf –lebih dari satu orang berkata: “Garis edarnya seperti putaran alat pemintal benang.” Mujahid berkata: “Garis edarnya bagaikan besi putar atau bagaikan putaran alat pemintal benang, yang mana alat pemintal tidak akan berputar kecuali dengan putaran tersebut dan putaran itu tidak akan berputar kecuali dengan alat pemintal tersebut.

Tafsir Kemenag: Berdasarkan pengaturan dan ketetapan Allah yang berlaku bagi benda-benda alam itu, peraturan yang disebut “Sunnatullah”, maka tidaklah mungkin terjadi tabrakan antara matahari dan bulan, dan tidak pula malam mendahului siang.

Semuanya akan berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan-Nya. Masing-masing tetap bergerak menurut garis edarnya yang telah ditetapkan Allah untuknya.

Betapa kecilnya kekuasaan manusia, dibanding dengan kekuasaan Allah yang menciptakan dan mengatur perjalanan benda-benda alam sehingga tetap berjalan dengan tertib. Manusia telah membuat bermacam-macam peraturan lalu lintas di jalan raya dilengkapi dengan rambu-rambu yang beraneka ragam. Akan tetapi kecelakaan lalu-lintas di jalan raya tetap terjadi di mana-mana. Peraturan manusia selalu menunjukkan sisi kelemahannya.

Tafsir Quraish Shihab: Matahari tidak akan melenceng dari tata aturannya sehingga mendahului bulan dan masuk dalam peredarannya. Demikian pula malam, tidak akan mendahului siang dan menghalangi kemunculannya. Akan tetapi siang dan malam itu selalu silih berganti. Baik matahari, bulan dan lainnya senantiasa beredar dalam garis edarnya dan tidak pernah melenceng(1).

(1) Ayat-ayat suci ini mengisyaratkan suatu fakta ilmiah yang baru ditemukan oleh para astronom di awal abad ke-17 M. Sebagai salah satu bintang, matahari–sebagaimana halnya bintang-bintang lainnya–memiliki gerak edarnya sendiri.

Keistimewaan yang ada pada matahari adalah, pertama, posisinya sebagai bintang yang dekat dengan bumi dan, kedua, ia memiliki sekumpulan planet yang, karena gaya tarik gravitasi matahari, bergerak mengelilingi matahari dalam bentuk oval.

Singkatnya, baik matahari, bumi, bulan dan seluruh planet serta benda-benda langit lainnya bergerak di ruang angkasa luar dengan kecepatan dan arah tertentu. Di sisi lain, matahari dengan tata suryanya berada dalam suatu nebula besar yang disebut dengan Bimasakti.

Dalam penemuan modern, dijelaskan bahwa seluruh planet yang berada di Bimasakti itu beredar mengelilingi satu pusat dengan kecepatan yang sesuai dengan kedekatan atau kejauhannya ke pusat. Dijelaskan pula bahwa matahari, bumi dan planet-planet itu beredar dengan kecepatan dan arah tertentu.

Kecepatan edarnya itu bisa mencapai sekitar 700 kilometer per detik dan peredarannya mengitari pusat membutuhkan waktu sekitar 200 juta tahun cahaya. Demikianlah, ayat suci ini menegaskan suatu penemuan ilmiah yang belum ditemukan kecuali pada awal abad ini, bahwa matahari senantiasa bergerak pada garis edarnya. Karenanya, matahari tidak dapat mendahului bulan, karena keduanya beredar dalam suatu gerak linier yang tidak mungkin dapat bertemu.

Sebagaimana malam pun tidak dapat mendahului siang, kecuali jika bumi berputar pada porosnya dari timur ke barat, tidak seperti seharusnya, bergerak dari barat ke timur. Bulan saat mengelilingi bumi, dan bumi saat mengelilingi matahari harus melewati kumpulan bintang-bintang yang kemudian memunculkan posisi-posisi (manâzil) bulan. Maka kita saksikan pada seperempat pertama dan kedua, bulan terlihat seperti tandan yang tua.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Yasin Ayat 37-40 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S