Surah Yasin Ayat 8-12; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Yasin Ayat 8-12

Pecihitam.org – Kandungan Surah Yasin Ayat 8-12 ini, menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak bisa menerima petunjuk itu walaupun diancam dengan siksaan yang pedih, tidak akan berubah. Sebab hati mereka sebenarnya sudah terpatri mati dan tidak dapat menerima petunjuk. Hal yang demikian disebabkan pikiran mereka tidak sanggup lagi memikirkan kebenaran yang disampaikan, dan mata mereka sudah buta dari kebenaran itu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah menjelaskan bahwa hanya orang yang dapat menerima petunjuk Nabi Muhammad yang takut mendengar ancaman Allah, yakni orang-orang yang beriman pada Al-Qur’an dan mau melaksanakan pedoman yang telah digariskannya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Yasin Ayat 8-12

Surah Yasin Ayat 8
إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ

Terjemahan: Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah.

Tafsir Jalalain: إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ (Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka) tangan mereka disatukan dengan leher mereka dalam satu belenggu, karena pengertian lafal Al-Ghillu ialah mengikatkan kedua tangan ke leher أَغْلَالًا (lalu tangan mereka) yaitu tangan-tangan mereka diangkat dan disatukan فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ (ke dagu) mereka, lafal Adzqaan bentuk jamak dari lafal Dzaqanun yaitu tempat tumbuh janggut.

فَهُمْ مُقْمَحُونَ (maka karena itu mereka tertengadah) kepala mereka terangkat dan tidak dapat ditundukkan. Ini merupakan tamtsil, yang dimaksud ialah mereka tidak mau taat untuk beriman, dan mereka sama sekali tidak mau menundukkan kepalanya dalam arti kata tidak mau beriman.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya kami telah menjadikan orang-orang yang dipastikan celaka dihubungkan dengan sampainya mereka kepada hidayah adalah seperti hubungan orang yang di lehernya dijadikan belenggu, lalu kedua tangannya disatukan bersama lehernya di bawah dagunya, lalu terangkatlah kepalanya, hingga menengadah.”

Untuk itu Allah berfirman: فَهُم مُّقۡمَحُونَ (“Maka karena itu mereka tertengadah”) Al Muqmah adalah orang yang terangkat kepalanya. Cukuplah disebutkan belenggu pada leher daripada menyebutkan kedua tangan, sekalipun keduanyalah yang dimaksud, sebagaimana penyair berkata: “Aku tidak tahu, jika aku mengehendaki satu tanah, aku ingin kebaikan dimana keduanya yang mengiriku. Kebaikankah yang aku harapkan. Atau keburukan yang mendatangiku.”

Dia cukup menyebutkan kebaikan daripada keburukan, karena pembicaraan dan rangkaian kalimat menunjukkan hal tersebut. Begitu pula ketika belenggu dikenal dengan menyatukan kedua tangan pada leher, maka cukuplah disebutkan leher daripada kedua tangan. Al-‘Aufi berkata dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah:

إِنَّا جَعَلۡنَا فِىٓ أَعۡنَٰقِهِمۡ أَغۡلَٰلًا فَهِىَ إِلَى ٱلۡأَذۡقَانِ فَهُم مُّقۡمَحُونَ (“Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka [diangkat] ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah.”) seperti firman Allah: wa laa taj’al yadaka maghluulatan ilaa ‘unuqik (“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu.”) (al-Israa’: 29), yaitu bahwa tangan-tangan mereka diikatkan kepada leher-leher mereka, yang tidak mampu diulurkan untuk kebaikan.

Tafsir Kemenag: Kemudian diberikan sebuah perumpamaan bagi orang-orang yang tidak mau beriman itu, seolah-olah belenggu telah dipasang di leher mereka, tangan diangkat sampai ke atas dagu. Hal demikian menyebabkan muka mereka selalu tertengadah.

Demikianlah gambaran orang yang tidak beriman karena dia tidak dapat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mengambil perbandingan. Belenggu itu demikian erat, sehingga tidak memungkinkan kepalanya bergerak sama sekali. Di ayat lain terdapat pula keterangan:

Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu. (al-Mu’minun/23: 71)

Menurut riwayat, ayat ini pada mulanya diturunkan sehubungan dengan niat Abu Jahal bersama dua orang temannya yang berasal dari Bani Makhzum. Abu Jahal pernah bersumpah bila melihat Muhammad sedang salat di Baitullah, ia akan menjatuhkan batu besar ke atas kepalanya. Pada suatu hari, dilihatnya Nabi sedang sujud, di tangannya sudah tersedia batu yang cukup besar.

Ketika batu itu diangkatnya dan akan dilemparkan ke arah Nabi yang sedang sujud itu, ia jadi ragu-ragu dan batu itu terlepas dari pegangan tangannya. Abu Jahal kembali kepada kaumnya dan menceritakan apa yang terjadi.

Kemudian ada pula seorang Bani Makhzum karena tertarik dengan cerita Abu Jahal, bermaksud pula melempar Nabi pada waktu beliau akan salat. Ketika ia hendak melaksanakan niat jahatnya, Allah membutakan matanya. Ia kembali kepada kaumnya dalam keadaan buta. Dia menceritakan bahwa ketika hendak melaksanakan niatnya tiba-tiba muncul seekor binatang besar yang siap hendak menerkamnya.

Seandainya batu itu ia lemparkan juga, binatang itu pasti menerkamnya. Ada yang mengatakan bahwa makna belenggu di sini adalah arti majazi (kiasan). Jadi yang dimaksud dengan belenggu adalah penghalang yang menghalangi niat seseorang untuk beriman kepada Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Kami menjadikan mereka yang bersikeras mempertahankan kekufuran bagaikan orang yang memasang belenggu di leher mereka hingga mencapai dagu. Lalu mereka mengikat dan mengangkat tangan mereka ke kepala dengan mata terpejam. Dengan demikian, mereka tak dapat menggerakkan kepala untuk melihat.

Surah Yasin Ayat 9
وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ

Terjemahan: Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.

Tafsir Jalalain: وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا (Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding) lafal Saddan dalam dua tempat tadi boleh dibaca Suddan فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ (dan Kami tutup -mata- mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.) Ini merupakan tamtsil yang menggambarkan tertutupnya jalan iman bagi mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah Ta’ala: وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا (“Dan kami adakan di hadapan mereka dinding”) Mujahid berkata: “Yaitu [dinding] dari kebenaran.” وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا (“dan di belakang mereka dinding [pula]”), Mujahid berkata: “Mereka berbolak-balik dari kebenaran.” Qatadah berkata: “Yaitu dari berbagai kesesatan.”

Dan firman Allah Ta’ala: فَأَغْشَيْنَاهُمْ (“Dan kami tutup mereka”) yaitu Kami tutup mata-mata mereka dari kebenaran. فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ (“Sehingga mereka tidak dapat melihat”) yaitu tidak dapat mengambil manfaat kebaikan dan tidak mengambil petunjuk darinya.”)

Baca Juga:  Surah Al-Isra Ayat 59; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata: “Allah Ta’ala telah menjadikan dinding ini sebagai tirai yang menghalangi antara mereka dengan keislaman dan keimanan, lalu mereka tidak dapat menuju ke dalamnya.” Dan dia membaca:

“Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (Yunus: 96-97). Kemudian dia berkat: “Barang siapa yang dicegah oleh Allah Ta’ala, niscaya dia tidak akan sanggup.”

‘Ikrimah berkata, Abu Jahal berkata: “Jika aku melihat Muhammad, niscaya aku akan melakukan ini dan melakukan itu, lalu turunlah: “Sesungguhnya kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, -sampai dengan ayat- sehingga mereka tidak dapat melihat.” Mereka berkata: “Ini Muhammad.” Lalu dia berkata: “Dimana dia, dimana dia?” dia tidak melihatnya ? (HR Ibnu Jarir)

Tafsir Kemenag: Kemudian diberikan sebuah perumpamaan bagi orang-orang yang tidak mau beriman itu, seolah-olah belenggu telah dipasang di leher mereka, tangan diangkat sampai ke atas dagu. Hal demikian menyebabkan muka mereka selalu tertengadah. Demikianlah gambaran orang yang tidak beriman karena dia tidak dapat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mengambil perbandingan.

Belenggu itu demikian erat, sehingga tidak memungkinkan kepalanya bergerak sama sekali. Di ayat lain terdapat pula keterangan: Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu. (al-Mu’minun/23: 71)

Menurut riwayat, ayat ini pada mulanya diturunkan sehubungan dengan niat Abu Jahal bersama dua orang temannya yang berasal dari Bani Makhzum. Abu Jahal pernah bersumpah bila melihat Muhammad sedang salat di Baitullah, ia akan menjatuhkan batu besar ke atas kepalanya. Pada suatu hari, dilihatnya Nabi sedang sujud, di tangannya sudah tersedia batu yang cukup besar.

Ketika batu itu diangkatnya dan akan dilemparkan ke arah Nabi yang sedang sujud itu, ia jadi ragu-ragu dan batu itu terlepas dari pegangan tangannya. Abu Jahal kembali kepada kaumnya dan menceritakan apa yang terjadi.

Kemudian ada pula seorang Bani Makhzum karena tertarik dengan cerita Abu Jahal, bermaksud pula melempar Nabi pada waktu beliau akan salat. Ketika ia hendak melaksanakan niat jahatnya, Allah membutakan matanya. Ia kembali kepada kaumnya dalam keadaan buta. Dia menceritakan bahwa ketika hendak melaksanakan niatnya tiba-tiba muncul seekor binatang besar yang siap hendak menerkamnya.

Seandainya batu itu ia lemparkan juga, binatang itu pasti menerkamnya. Ada yang mengatakan bahwa makna belenggu di sini adalah arti majazi (kiasan). Jadi yang dimaksud dengan belenggu adalah penghalang yang menghalangi niat seseorang untuk beriman kepada Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Mereka yang tidak memperhatikan ayat-ayat dan bukti-bukti kebesaran Tuhan, Kami umpamakan seperti orang yang terapit oleh dua dinding sehingga mata mereka terhalang untuk melihat apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka.

Surah Yasin Ayat 10
وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

Terjemahan: Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.

Tafsir Jalalain: وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ (Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka) dapat dibaca Tahqiq dan dapat pula dibaca Tas-hil أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.)

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah Ta’ala: وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (“Sama saja bagi mereka, apakah kamu member peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak member peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.”) Yaitu sesungguhnya Allah telah mencap mereka dengan kesesatan, sehingga tidak bermanfaat satu peringatanpun bagi mereka dan tidak mempengaruhinya. Penjelasannya sudah berlalu di dalam surah al-Baqarah.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak bisa menerima petunjuk itu walaupun diancam dengan siksaan yang pedih, tidak akan berubah. Sebab hati mereka sebenarnya sudah terpatri mati dan tidak dapat menerima petunjuk.

Hal yang demikian disebabkan pikiran mereka tidak sanggup lagi memikirkan kebenaran yang disampaikan, dan mata mereka sudah buta dari kebenaran itu. Ringkasnya, siapa yang telah ditetapkan Allah kesesatannya tidak mungkin lagi bermanfaat baginya segala nasihat yang disampaikan orang. Allah berfirman:

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat. (al-Baqarah/2: 6-7)

Dan firman-Nya: Sungguh, orang-orang yang telah dipastikan mendapat ketetapan Tuhanmu, tidaklah akan beriman. (Yunus/10: 96)

Tafsir Quraish Shihab: Baik kamu peringati mereka ataupun tidak, hasilnya sama saja: mereka tidak akan beriman.

Surah Yasin Ayat 11
إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلذِّكۡرَ وَخَشِىَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِ فَبَشِّرۡهُ بِمَغۡفِرَةٍ وَأَجۡرٍ كَرِيمٍ

Terjemahan: Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.

Tafsir Jalalain: إِنَّمَا تُنذِرُ (Sesungguhnya Kamu hanya dapat memperingati) yakni akan dapat mengambil manfaat dari peringatanmu مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلذِّكۡرَ (orang yang mau mengikuti peringatan) petunjuk Alquran وَخَشِىَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِ (dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun Dia tidak melihat-Nya) yakni ia tetap takut kepada-Nya sekalipun ia tidak melihat-Nya.

فَبَشِّرۡهُ بِمَغۡفِرَةٍ وَأَجۡرٍ كَرِيمٍ (Maka berilah ia kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia) yaitu mendapat surga. yang disitir oleh firman-Nya, “Kamu bukan seorang yang dijadikan rasul.” (Q.S. Ar-Ra’d 43.)

Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلذِّكۡرَ (“Sesungguhnya kamu hanya member peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan.”) yaitu yang mengambil manfaat peringatanmu hanyalah orang-orang Mukmin yang mengikuti adz-Dzikir, yakni al-Qur’an al ‘adziim.

وَخَشِىَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِ (“Dan takut kepada Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Nya”) yaitu dimana tidak ada seorangpun yang melihatnya melainkan Allah Tabaaraka wa Ta’ala mengetahui bahwa Allah memperhatikan mereka dan Mahamengerti apa yang mereka lakukan.

Baca Juga:  Surah Taha Ayat 22-35; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

فَبَشِّرۡهُ بِمَغۡفِرَةٍ (“Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan.”) dari dosa-dosanya. وَأَجۡرٍ كَرِيمٍ (“Dan pahala yang mulia.”) yakni yang banyak, luas dan indah.

Di dalamnya mengandung isyarat bahwa Allah Ta’ala menghidupkan hati siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara orang-orang kafir yang hati mereka telah mati, lalu Dia memberikan hidayah kepada mereka setelah itu kepada kebenaran. Sebagaimana firman Allah Ta’ala setelah menyebutkan kerasnya hati:

“ketahuilah olehmu bahwa Sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.” (al-Hadid: 17)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa hanya orang yang dapat menerima petunjuk Nabi Muhammad yang takut mendengar ancaman Allah, yakni orang-orang yang beriman pada Al-Qur’an dan mau melaksanakan pedoman yang telah digariskannya. Mereka merasa sadar, gentar, dan ngeri bila mendengar ancaman dan siksaan Allah. Allah Mahabesar rahmat-Nya dan Mahapedih siksa-Nya, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain:

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (al-hijr/15: 49-50)

Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mendapat magfirah (ampunan) dan pahala yang mulia, yaitu nikmat yang abadi yang tidak dapat dilukiskan, tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terlintas dalam hati. Ayat lain menyatakan:

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (al-Mulk/67: 12)

Maksud firman Allah “takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih walaupun tidak melihatnya” ialah selalu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya di saat ada atau tidak orang yang mengetahui, atau ia bertakwa kepada Allah baik waktu ia sendirian maupun bersama orang lain. Orang-orang beriman dan berkepribadian seperti di ataslah yang diberi Allah kabar gembira melalui Nabi Muhammad.

Kabar gembira itu adalah segala dosa yang pernah mereka kerjakan akan diampuni Allah dengan magfirah-Nya, dan mereka akan menikmati pahala yang mulia yakni surga yang luasnya seluas langit dan bumi, seperti yang dinyatakan oleh ayat:

Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (ali ‘Imran/3: 133)

Tafsir Quraish Shihab: Peringatanmu itu hanya berguna bagi mereka yang mengikuti petunjuk al-Qur’ân dan takut kepada Sang Maha Penyayang, meskipun mereka tidak melihat-Nya. Kepada mereka ini berilah kabar gembira berupa ampunan Allah atas segala kesalahan. Amal perbuatan mereka pun akan mendapatkan balasan kebaikan.

Surah Yasin Ayat 12
إِنَّا نَحۡنُ نُحۡىِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُواْ وَءَاثَٰرَهُمۡ وَكُلَّ شَىۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ

Terjemahan: Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Tafsir Jalalain: إِنَّا نَحۡنُ نُحۡىِ ٱلۡمَوۡتَىٰ (Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati) yakni menghidupkannya kembali وَنَكۡتُبُ (dan Kami menuliskan) di Lohmahfuz مَا قَدَّمُواْ (apa yang telah mereka kerjakan) selama hidup di dunia berupa kebaikan dan keburukan, lalu Kami membalasnya kepada mereka وَءَاثَٰرَهُمۡ (dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan) hal-hal yang dijadikan panutan dari perbuatan mereka sesudah mereka tiada وَكُلَّ شَىۡءٍ (serta segala sesuatu) dinashabkannya lafal Kulla oleh pengaruh Fiil atau kata kerja yang menjelaskannya, yaitu kalimat berikutnya أَحۡصَيۡنَٰهُ (Kami catat) Kami kumpulkan satu persatu secara mendetail فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ (di dalam kitab induk yang nyata) yaitu di Lohmahfuz.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah Ta’ala: وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُواْ (“Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan.”) yaitu berupa amal perbuatan. Dalam firman Allah Ta’ala: وَءَاثَٰرَهُمۡ (“dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”) terdapat dua pendapat:

1) Kami menuliskan amal-amal yang langsung mereka lakukan oleh diri mereka sendiri dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan untuk orang-orang sesudah mereka, lalu merekapun dibalas pula. Jika amal kebaikan, maka akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan, maka akan dibalas dengan keburukan. Seperti sabda Rasulullah:

“Barang siapa yang membuat satu perbuatan yang baik di dalam Islam, maka baginya pahala dirinya dan pahala orang yang sesudahnya yang mengamalkannya, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang membuat perbuatan yang buruk di dalam Islam, maka baginya dosa dirinya dan dosa orang sesudahnya yang mengamalkannya, tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR Muslim)

Demikian pula hadits lain yang diriwayatkan dalam shahih Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga hal; ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakannya atau shadaqah yang mengalir sesudahnya.” Pendapat ini adalah pilihan al-Baghawi.

2) Bahwa yang dimaksud dengan hal itu adalah bekas-bekas langkah mereka dalam ketaatan atau maksiat. Ibnu Abi Nujaih dan selainnya berkata dari Mujahid: “Maa qaddamuu (“apa yang telah mereka kerjakan”) di antara amal-amal mereka. Wa aatsaarahum (“dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”) yaitu langkah-langkah dengan kaki mereka.”

Al-Hasan dan Qatadah berkata pula: Wa aatsaarahum (“dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”) yaitu langkah-langkah mereka.” Qatadah berkata: “Seandainya Allah melalaikan apa yang diterpa angin dari bekas-bekas ini. Akan tetapi, Dia telah menghitung bekas-bekas dan amal-amal anak Adam seluruhnya, hingga Dia menghitung bekas-bekas ini untuk taat kepada Allah Ta’ala atau untuk maksiat.

Barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk mencatat bekas-bekasnya dalam taat kepada Allah Ta’ala, maka lakukanlah.” Dalam masalah ini terdapat banyak hadits.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Jabir bin ‘Abdillah berkata: “Beberapa lokasi di sekeliling masjid ada yang kosong, lalu Bani Salamah hendak pindah di dekat masjid. Berita tersebut terdengar oleh Rasulullah saw. lalu beliau bersabda kepada mereka:

“Sesungguhnya telah sampai berita kepadaku bahwa kalian hendak pindah ke dekat masjid.” Mereka menjawab: “Betul ya Rasulallah. Kami menghendaki hal itu.” Maka beliau bersabda kepada Banu Salimah: “Tetaplah di rumah-rumah kalian, maka akan dicatat bekas-bekas kalian. Tetaplah di rumah-rumah kalian, maka akan dicatat bekas-bekas kalian.” Demikian yang diriwayatkan oleh Muslim.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ‘Abdullah bin ‘Amr berkata: Seorang laki-laki wafat di Madinah, lalu Nabi saw. menshalatkannya, dan beliau bersabda: “Mudah-mudahan dia wafat bukan di daerah kelahirannya.” Seseorang berkata: “Kenapa ya Rasulullah?” Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya jika seseorang wafat bukan di daerah kelahirannya hingga bekasnya terputus di dalam Surga.” (HR An-Nasa-i, dari Yunus bin ‘Abdul A’la dan Ibnu Majah).

Baca Juga:  Surah Yasin Ayat 59-62; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dan firman Allah Ta’ala: وَكُلَّ شَىۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ (“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Umul Kitab yang nyata [Lauhul Mahfudzh]”) Seluruh kejadian telah ditulis di dalam Kitab yang terbentang dan tercatat di Lauhul Mahfudzh. Immamul Mubiin disini adalah Umul Kitab. Itulah yang dikatakan oleh Mujahid, Qatadah dan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.

Demikian pula tentang firman Allah Ta’ala: yauma nad’uu kulla unaasim bi-imaamihim (“[Ingatlah] suatu hari [yang di hari itu] Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya.”) (al-Israa’: 71). Yaitu dengan catatan amal-amal mereka yang menjadi saksi bagi apa yang mereka kerjakan, baik kebaikan atau keburukan, sebagaimana Allah berfirman: wa wudli’al kitaabu wajii-a bin nabiyyiina wasy-syuhadaa’ (“Dan diberikanlah buku [perhitungan perbuatan masing-masing] dan didatangkanlah para Nabi dan para saksi.”) (Az-Zumar: 69)

Tafsir Kemenag: Kemudian disebutkan pula bahwa orang harus merasa takut kepada Tuhannya, karena Allah akan menghidupkan kembali semua orang yang telah mati dan membangkitkan mereka dari kuburnya masing-masing pada hari Akhirat.

Ketika itu manusia memperoleh catatan dari seluruh perbuatan, baik besar maupun kecil, yang pernah dikerjakan di dunia dahulu. Tiada satu pun perbuatan yang luput dari catatan. Semuanya tertulis dalam buku itu dengan teliti dan. Al-Qur’an menyatakan:

Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (al-Kahf/18: 49)

Tidak hanya perbuatan mereka yang tertulis dalam buku itu, tetapi juga segala amal yang mereka tinggalkan, yang diikuti dan masih dimanfaatkan orang banyak setelah ia meninggal dunia, seperti ilmu pengetahuan yang diajarkannya, harta benda yang diwakafkan, atau rumah sakit yang didirikannya untuk kesehatan masyarakat.

Demikian pula perbuatan jahat yang ditinggalkan, seperti fitnah yang pernah ditebarkannya sehingga mengakibatkan orang saling berselisih atau berpecah-belah. Ringkasnya, setiap perbuatan yang menimbulkan pengaruh, baik yang bermanfaat atau menimbulkan mudarat, tertulis semua dalam buku itu.

Ayat ini sejalan dengan hadis Rasulullah yang berbunyi:Barang siapa membuat tradisi (kebiasaan) yang baik ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudah ia meninggal tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka. Dan barangsiapa membuat suatu tradisi (kebiasaan) yang buruk, ia akan memikul dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah (ia) meninggal dunia tanpa dikurangi sedikit pun dosa mereka.

Kemudian Rasulullah membaca ayat “wanaktubu maqaddamu wa atsarahum” (dan Kami-lah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan).” (Riwayat al-Bukhari dari Abu Musa.. al-Asy’ari)

Sehubungan dengan makna firman Allah “Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan sebuah kisah, seperti yang dimuat oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, di mana diceritakan ada orang-orang dari Bani Salamah tinggal di pinggiran kota Medinah.

Mereka merasa betapa jauhnya tempat kediaman mereka dari masjid Nabi. Agar mereka dapat datang berjamaah lebih awal untuk memperoleh keutamaan salat berjamaah, mereka berniat untuk memindahkan rumah mereka ke daerah sekitar masjid, maka turunlah ayat ini. Setelah Rasulullah memanggil mereka, beliau pun bersabda, “Niatmu yang baik itu akan ditulis.” Akhirnya mereka tidak jadi pindah.

Ibnu Jarir ath-thabari meriwayatkan pula bahwa rumah sebagian orang Anshar jauh dari masjid Rasulullah. Mereka ingin memindahkannya, maka turunlah ayat ini. Mereka akhirnya membatalkan maksud tersebut.

Barangkali yang mendorong orang-orang Bani Salamah atau segolongan sahabat Anshar hendak memindahkan rumah mereka adalah hadis Nabi saw yang menyatakan bahwa salat berjamaah itu 27 kali lipat pahalanya dibanding dengan salat yang dikerjakan sendirian.

Rasulullah bersabda: Manusia yang paling banyak pahalanya dalam salat ialah orang yang paling jauh berjalan dengan kaki, kemudian yang paling jauh, dan orang yang menunggu salat sehingga ia mengerjakannya bersama imam lebih besar pahalanya daripada orang yang mengerjakan salat (sendiri) kemudian ia tidur.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa)

Kemudian lebih ditegaskan lagi bahwa tidak hanya perbuatan Bani Adam yang tertulis dalam buku itu dengan teliti, tetapi juga apa yang terjadi di bumi ini. Menurut penjelasan ahli tafsir yang dimaksud dengan imamum mubin (kitab induk yang nyata) ialah Lauh Mahfudh. Ayat ini diperkuat lagi dengan keterangan ayat-ayat lain yang berbunyi:

Dia (Musa) menjawab, “Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah Kitab (Lauh Mahfudh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa.” (thaha/20: 52) Dan ayat: Dan segala (sesuatu) yang kecil maupun yang besar (semuanya) tertulis. (al-Qamar/54: 53)

Demikian penjelasan ayat-ayat di atas yang memastikan datangnya hari Kiamat, di mana manusia akan menerima balasan dari semua usahanya, baik jahat maupun baik. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kabar gembira berupa ampunan dan surga bagi orang yang takwa kepada Tuhan dan mengikuti petunjuk Al-Qur’an ditetapkan Allah nanti setelah hari Kebangkitan.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan kembali sesuatu yang telah mati dan mencatat segala amal perbuatan mereka di dunia, lengkap dengan peninggalan-peninggalan mereka setelah kematian. Semua itu telah Kami tetapkan dalam sebuah kitab yang jelas.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Yasin Ayat 8-12 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S