Surat yang Turun Terakhir, Sebenarnya yang Mana? Begini Perbedaan Ulama dalam Riwayatnya

Surat yang Turun Terakhir, Sebenarnya yang Mana? Begini Perbedaan Ulama dalam Riwayatnya

PeciHitam.org Al-Quran diturunkan dengan berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuan al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur yaitu memberikan pelajaran kepada Muslim agar bisa dilaksanakan dengan setahap demi setahap.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Karena al-Qur’an mengandung hukum yang lengkap, maka dalam menyampaikan kepada Umat Islam haruslah bertahap agar tidak menimbulkan gejolak berlebihan. Kelebihan ajaran Islam dalam Al-Qur’an inilah, diturunkan berangsur-angsur, menjadikan Islam diterima dengan baik oleh Umat Islam.

Surat yang diturunkan pertama kali adalah surat Al-‘Alaq, akan tetapi tidak diturunkan secara lengkap sekaligus hanya ayat 1-5. Sedangkan surat yang diturunkan secara lengkap sekaligus pertama kali yaitu surat Al-Fatihah.

Penurunan Al-Qur’an berlangsung dalam 2 periode, periode Makkah dan Madinah selama kurang lebih 13 tahun. Surat yang turun terakhir banyak perbedaan pendapat Ulama sesuai dengan masing-masing riwayat sahabat. Berikut penjelasannya!

Pentingnya Memahami Asbabun Nuzul

Perjalanan penurunan al-Qur’an secara berangsur-angsur sangat terkait dengan perjuangan dakwah Islam. Karena surat Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan kebutuhan dakwah Rasulullah SAW, baik dalam menjawab permasalahan Umat dan petunjuk Ibadah.

Kesesuaian Al-Qur’an dengan problematika manusia menjadi Ilmu tersendiri yaitu asbabun Nuzul yang sangat penting dalam memahami kontekstualisme Al-Qur’an. Memahami Al-Qur’an tanpa menggunakan Ilmu asbabun nuzul sangat berbahaya karena akan menjadi pemahan tektual yang buta.

Kepentingan mempelajari asbabun Nuzul sebagai sarana memahami konteks masalah yang terjadi pada masa nabi untuk dikontekskan dengan permasalahan sekarang.

Latar belakang turunnya tidak hanya merespons masalah yang mengitari kehidupan Nabi dan masyarakat sekitar, tetapi juga mengandung pelajaran bahwa wahyu Al-Qur’an turun melalui proses dan melatih kesabaran.

Urgensi asbabun nuzul dalam memahami ayat Al-Qur’an ditegaskan oleh Imam al-Wahidi dalam kitab Lubabun Nuqul sebagai berikut;

لا يمكن معرفة تفسير الأية دون الوقوف على قصتها وبيان نزولها

Artinya; “Seorang tidak akan mengetahui tafsir (maksud) dari suatu ayat tanpa berpegang pada peristiwa dan konteks turunnya ayat”

Pandangan Syaikh Wahidi ini menempatkan bahwa asbabun nuzul menjadi komponen sangat penting yang harus diperhatikan bagi orang yang ingin memahami maksud Al-Qur’an.

Pandangan Syaikh Wahidi juga menjadi peringatan untuk jangan sampai mempelajari Al-Qur’an hanya dari terjemahan semata. Karena tidak semua terjamahan atau kitab tafsir memuat asbabun nuzul secara keseluruhan, sehingga potensi untuk salah paham akan besar.

Baca Juga:  Surah An Nisa Ayat 48; Seri Tadabbur Al Qur'an

Kitab Al-Muwafaqat fi Ushulisy Syariah karya Imam Syatibi memberi peringatan keras kepada pembelajar al-Qur’an untuk jangan sampai mempelajari Al-Qur’an hanya dari teks saja. Ketika seorang pembelajar hanya memahami Al-Qur’an hanya dari teks saja akan membahayakan.

Kontekstualisme dalam teks harus diperhatikan, apalagi dalam mempelajari runtutan sejarah dan munculnya hukum. Al-Qur’an yang diturunkan, mulai dari surat pertama dan surat yang turun terakhir bukanlah sebuah kebetulan belaka. Allah SWT sudah mendesain semua kejadian manusia berdasarkan problematika yang menyertainya.

Ayat pertama dalam Islam adalah surat al-‘Alaq ayat 1-5, berbicara tentang ‘Membaca’ disertai dengan kewajiban menyandarkannya kepada Allah SWT. Ayat tersebut secara eksplisit membicarakan kewajiban orang Islam untuk berpengatuhan. Karena dengan pengetahuan akan membuka semua hijab yang ada dalam dunia.

Sebagaimana surat yang turun terakhir, memiliki kandungan hikmah besar. Tentunya Allah SWT mengetahui semua kejadian Umat Islam akan mengalami kejayaan sebelum ditinggal oleh Nabi Muhammad SAW. Kemenangan besar berupa fathu Makkah menjadi anti-klimaks untuk umat Islam berpikir bahwa karunia Allah sangat besar.

Semua ayat dan surat yang turun memiliki konteks waktu dan ruang, maka mempelajari konteks tersebut bagi yang concern dalam tafsir adalah wajib. Imam Ibn Daqiq al-Aid yang berpendapat bahwa salah satu yang penting dalam memahami ayat Al-Qur’an adalah mengetahui asbabun nuzul dari ayat itu sendiri.

Tujuan mempelajari asbabun nuzul, karena hal tersebut adalah cara untuk memperkuat dalam mengetahui makna Al-Qur’an.

بيان سبب النزول طريق قوي في فهم معاني القرأن

Artinya; “Keterangan konteks turunnya ayat merupakan cara untuk memperkuat dalam memahami makna Al-Qur’an.” (Jalalud Din as-Syuyuti dalam al-Itqan fi Ulum al-Qur’an)

Urutan juga menjadi salah satu bagian hukum asbabun nuzul, maka surat yang diturunkan berdasarkan waktu memiliki dimensi hukum. Surat yang turun terakhir dalam al-Qur’an tentunya memiliki dimensi hikmah. Yang pasti, ketika seorang mempelajari tafsir dan mengambil hukum dari Al-Qur’an harus menyertakan ilmu asbabun nuzul.

Surat yang Turun Terakhir

Banyak pendapat Ulama tentang surat yang terkahir turun, tergantung masing-masing riwayat yang didapatkan oleh Sahabat terkait. Ibnu Abbas, Sahabat yang didoakan menjadi mufassir oleh Rasulullah SAW, meriwayatkan bahwa surat yang terakhir turun adalah Surat An-Nashr.

Baca Juga:  Surah Taha Ayat 22-35; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Surat an-Nashr adalah salah satu surat yang pendek jumlah ayatnya. Surat ini hanya terdiri dari 3 ayat yang membahas tentang kemenangan besar umat Islam dan islam menjadi agama pemenang.

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (١)وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (٢)فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (٣

Artinya; “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (Qs. Al-Anshr: 1-3)

Pendapat surat an-Nashr menjadi surat yang  turun terakhir berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas RA sebagaimana dalam kitab sahih Muslim.

Bahwa Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah mendapatkan kabar dari Ibnu Abbas. Beliau bertanya; ‘Apakah engkau (Ibnu Abbas) mengetahui surat yang turun terakhir secara lengkap?

Ibnu Abbas menjawab; ‘Ya’. Dan Ubaidillah bin Utbah membacakan surat Al-Nashr didepan Ibnu Abbas. Kemudian Ibnu Abbas membenarkan bacaan Ubaidillah tersebut.

Banyak kalangan sahabat berpendapat bahwa surat yang terakhir diturunkan kepada Umat Islam mengandung unsur-unsur tanda kewafatan Rasulullah SAW.

Riwayat dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas sekiranya menjelasakan argumentasi tanda-tanda wafat Rasulullah SAW dalam surat yang turun terakhir.

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa suatu ketika Umar bin Khattab mengajak Ibnu Abbas menghadiri sebuah majlis Sahabat senior, sahabat Perang Badar. Maka Umar bin Khattab ditanya oleh sahabat senior, ‘Mengapa kamu membawa anak (Ibnu Abbas) kesini? Padahal ia seumuran dengan anak kita;

إِنَّهُ مَنْ قَدْ عَلِمْتُمْ فَدَعَاهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلا لِيُرِيَهُمْ قَالَ مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ فَقَالَ بَعْضُهُمْ أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ لِي أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ فَقُلْتُ لا قَالَ فَمَا تَقُولُ قُلْتُ هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ لَهُ قَالَ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَذَلِكَ عَلامَةُ أَجَلِكَ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا فَقَالَ عُمَرُ مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلا مَا تَقُولُ”.

Baca Juga:  Surah Ali Imran Ayat 38-45; Seri Tadabbur Al Qur'an

Tujuan Umar bin Khattab mengajak Ibnu Umar adalah untuk menunjukan kepada Sahabat Senior pendapat Ibnu Abbas tentang surat An-Nashr. Umar melontarkan sebuah pertanyaan kepada sahabat Perang Badar tentang surah An-Nashr, ‘إذا جاء نصر الله والفتح’

Maka sebagian mereka mengatakan “Kita semua diperintahkan untuk memuji Allah, memohon ampun kepada-Nya, jika kita menang dan membebaskan (Makkah)”. Dan sebagian mereka diam tidak berpendapat apapun.

Maka Umar bin Khattab menunjuk Ibnu Abbas untuk menjawab; ‘Menurutmu apakah demikian pendapatmu wahai Ibnu Abbas?’. Dan Ibnu Abbas menyatakan ‘ketidak-setujuan’ dengan pendapat sahabat Sebior tersebut.

Umar bin Khattab melanjutkan, ‘Apa pendapatmu wahai Ibnu Abbas?’. Dan Ibnu Abbas melanjutkan Itu adalah ajal Rasulullah SAW’. Dan tanda-tanda ‘Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan itu merupakan tanda bahwa ajalmu (sudah dekat), maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, dan beristighfarlah; karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun’.

Kemudian Umar bin Khattab berkata, ‘Saya tidak mengetahui hal itu sebelumnya kecuali darimu sekarang (Ibnu Abbas)’. Pendapat Ibnu Abbas ini menjadi penanda bahwa surah An-Nashr adalah surat yang turun terakhir dan menjadi tanda ajal Rasulullah SAW.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan