Nafas, Khawatir, Syariat dan Hakikat: Pahami Hal Ini Jika Ingin Mendapat Kesempurnaan dalam Ibadah

Nafas, Khawatir, Syariat dan Hakikat: Pahami Hal Ini Jika Ingin Mendapat Kesempurnaan dalam Ibadah

Pecihitam.org- Syariat adalah perintah yang harus ditetapi dalam ibadah, dan hakikat adalah kesaksian akan kehadiran peran serta ketu­hanan dalam setiap sisi kehidupan. Syariat dan hakikat adalah satu kesatuan dalam ibadah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tidak dapat diterima dari setiap syariat yang keha­dirannya tidak diikat dengan hakikat, dan setiap hakikat yang perwujudannya tidak didasari oleh syari’at tidak akan berhasil. Syari’at datang dengan membawa hukum dari Allah SWT Sang Maha ­pencipta, sedangkan hakikat bermuara dari dominasi kreativitas AI-Haqq.

Syari’at merupakan penyembahan makhluk pada Khaliq (Sang Maha pencipta), sedangkan hakikat adalah kesaksian makhluk akan kehadiran-Nya. Syari’at juga merupakan penegakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah.

Sedangkan hakikat merupakan kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan dan ditakdirkan-Nya serta yang disembunyikan dan yang ditampakkan. Abu Ali Ad-Daqaq menyampaikan: “Hanya kepada-Mu kami menyembah.” (QS. AI-Fatihah: 4)

Ayat tersebut adalah manifestasi dari syari’at. Sedangkan “Hanya kepada-Mu kami memohon.” (QS. A]-Fatihah: 5) adalah jelmaan pengakuan (atau penetapan) hakikat.

Baca Juga:  Pengertian Tasawuf dan Dasar-dasarnya dalam Islam

Ketahuilah, bahwasannya syari’at adalah hakikat dari sisi mana kewajiban diperintahkan, dan hakikat sebenarnya juga syari’at dari sisi mana kewajiban diperintahkan bagi ahli makrifat.

Nafas adalah kelapangan hati sebab (kehadiran) kelembutan (hal-hal) gaib. pemilik nafas lebih lembut dan jernih daripada ‘pemilik ahwal. Seakan-akan pemilik (atau orang yang mengalami) waktu adalah seorang pemula, pemilik nafas adalah pengakhir, sedangkan yang di antara keduanya adalah pemilik ahwal.

Berarti, ahwal adalah penengah, nafas adalah akhir pendakian, dan waktu adalah milik pemilik hati. Ahwal milik pemilik ruh dan nafas milik ahli rahasia. Para sufi mengatakan, “Paling utamanya ibadah adalah hitungan nafas (tarikan nafas) bersama Allah.

Mereka juga mengatakan, “Allah menciptakan hati dan men­jadikannya sebagai tambang ma’rifat, menciptakan rahasia-raha­sia di baliknya, dan menjadikannya sebagai tempat keadaan bagi ketauhidan. Setiap nafas yang terjadi dari ketiadaan petunjuk ma’­rifat dan isyarat tauhid di atas hamparan bahaya, maka pemilik­nya adalah mayit dan dimintai pertanggung jawaban.”

Abu Ali Ad-Daqaq, mengatakan: ”Seorang ma’rifat nafasnya tidak tunduk kepadanya karena tidak ada kelapangan yang mengalir bersamanya. seorang pecinta (Allah) harus mempunyai nafas (nafasnya tunduk). Jika tidak demikian, maka pasti dia. musnah.

Baca Juga:  Ilmu Sufi dari Perspektif Abah Guru Sekumpul

Khawatir (bisikan) adalah informasi atau inspirasi yang mendatangi hati sanubari. Terkadang kedatangannya melalui malaikat, setan, bisikan-bisikan nafsu atau langsung dari Allah.

Jika dari malaikat, maka dinamakan ilham. Jika dari nafsu, maka dinamakan angan-angan atau kecemasan. Jika dari setan, maka dinamakan was-was. Dan jika dari Allah, maka dinamakan inspirasi yang paling benar (haq atau hakikat).

Semua bisikan tersebut melalui formula kalam. Jika seum­pama bisikan itu datang dari malaikat, maka pasti diketahui bahwa kebenarannya sesuai dengan ilmu. Karena itu, para sufi mengatakan:

“Setiap bisikan (inspirasi) yang zhahirnya tidak menyaksikan (membuktikan kebenarannya), maka hakikatnya batal. Jika kehadirannya dari setan, kebanyakan mengajak pada kemaksiatan. Jika datang dari nafsu, kebanyakan mengajak pada bujukan hawa nafsu atau rasa takabur.

Para guru sufi sepakat mengatakan bahwa seseorang yang makanannya dari barang haram, dia tidak bisa membedakan antara ilham dan was-was. Abu Ali Ad-Daqaq berkata:

Baca Juga:  Perbedaan Wahdatul Wujud dan Wahdatul Syuhud dalam Tasawuf

“seseorang yang makanannya diketahui (haram), dia tidak bisa membedakan antara was-was. Jika seseorang angan-angan nafsunya reda dengan kebenaran mujahadah (memeranginya), maka penjelasan hati akan bicara dengan hukum pengekangan (hawa nafsu).”

Para guru sufi juga menyimpulkan bahwa nafsu tidak bisa membenarkan dan hati tidak bisa berbohong. Seandainya nafsu berjuang sungguh-sungguh untuk membisiki ruhmu, pasti dia tidak akan bisa.

Mochamad Ari Irawan