Pecihitam.org – 393 tahun lalu, Kerajaan Gowa dianugerahi seorang putra. Bayi yang kelak menjadi tokoh berpengaruh di berbagai belahan dunia ini terlahir pada 3 Juli 1626 Masehi tepat 9 Syawal 1035 Hijriah dari kandungan Ibunya yang bernama Aminah.
Muhammad Yusuf ia dipanggil saat lahir. Nama itu merupakan pemberian Raja ke 14 sekaligus Raja Islam pertama di Kerajaan Gowa, I Mangarangi Daeng Manrabia atau Sultan Alauddin. Raja pemilik nama anumerta sebagai Tumenanga ri Gaukanna itu sangat menyayangi Muhammad Yusuf.
Muhammad Yusuf akhirnya digelari Syekh setelah belajar selama kurang lebih 20 tahun dari berbagai guru di Indonesia hingga Timur Tengah. Selain bergelar Syekh, Muhammad Yusuf juga memiliki nama Nisbah Al Makassari Al Bantani. Al hasil, beliau memiliki nama lengkap Syekh Yusuf Al Makassari al Bantani. Bagi masyarakat Sulsel, Kabuapaten Gowa khususnya, ia disebut sebagai Tuanta Salamaka ri Gowa.
Melawan Penjajah VOC
Tahun 1600-san, pemerintahan Hindia Belanda menancapkan kekuasaanya lewat Vereenigde Oostindisce Compagnie (VOC) di beberapa wilayah di Jawa, salah satunya adalah di Kerajaan Banten. Beberapa reverensi menyebutkan bahwa keinginan Belanda menguasai Banteng dikarenakan, wilayah dekat Jakarta ini merupakan salah satu jalur sentral perdagangan di Nusantara.
Kapal-kapal dari Maluku hingga Cina yang memuat rempah-rempah menjadikan Banten sebagai lokasi persinggahan. Akhirnya, berbagai sektor perdagangan di Banten dikuasai oleh VOC. Berbagai peperanganpun pecah di Kerajaan Banten hingga ke masa Raja Pangeran Surya atau Ageng Tirtayasa (1651).
Puncaknya di tahun 1683. Suryana Sudrajat dalam bukunya ‘ Ulama Pejuang dan Ulama Petualang: Belajar Kearifan dari Negeri di Atas Angin (2006), menuliskan, Syekh Yusuf terlibat langsung dalam berbagai agenda gerilya melawan VOC. Di awal Januari 1683, Syekh Yusuf bersama Pangeran Purbaya dan Pangeran Kidul menelusuri beberapa lokasi di Banten dan sekitaranya dalam agenda gerilya solidaritas untuk Kerajaan Banten.
Syekh Yusuf di Kabupaten Banten diperkirakan sekitar 20 tahun meski bolak balik dari Kerajaan Gowa. Misi patriotik Syekh Yusuf di Banten terpaksa terhenti dikarenakan istrinya, anaknya, hingga pengikutnya disandera oleh VOC. Syekh Yusufpun akhirnya menyerah dan pasrah ditangkap oleh Pemerintahan Penjajah.
Melawan Politik Apartheid di Afrika Selatan
Ia kemudian menjadi tahanan politik VOC sampai akhirnya diasingkan ke Batavia (sekarang Jakarta) hingga Srilangka. Di sana, semangat dakwah dan misi patriotik Syekh Yusuf ternyata tidak surut.
Ke-istiqomaahan Ulama Sufi abad 17 ini ternyata membuat VOC makin geram. Sebab, meski telah diasingkan hingga ke Cylon di Srilangka, Syekh Yusuf masih tegap berdiri berbicara soal kemanusiaan lewat cermah-ceramah hingga surat menyurat dengan Kerajaan Banten dan Kerajaan Gowa melalui jemaah haji Nusantara yang transit di negara itu.
Di Srilangka, banyak kemudian masyarakat yang berhasil diislamkan oleh santri Daeng ri Tamassang hingga Ulama Aceh Syekh Jalaluddin Aidid ini. Hal demikian membuat penjajah makin geram, sampai akhirnya Syekh Yusuf diasingkan di Cape Town, Afrika Selatan, pada 7 Juli 1693 yang saat itu tengah dikuasai oleh imperealisme negara barat akibat sumber daya alamnya yang menggiurkan.
Di sana, selain menguatkan agenda dakwah, Syekh Yusuf ternyata telah menancapkan semangat patriotik kemanusiaan. Syekh Yusuf akhirnya meninggal dunia dalam status sebagai tahanan politik Belanda di Cape Town (sekarang ibu Kota Afika Selatan) pada 23 Mei 1699.
Meski telah meninggal dunia, pelajaran hidup yang patriotik ternyata terwaris rapi ke masyarakat Afrika Selatan hingga ke penguasaan negara Inggris atas Afrika Selatan pada pada tahun 1910. Inggris yang berkuasa lama di Afrika Selatan sampai 1961 berhasil mengokohkan politik ras kulit.
Fase di Afrika Selatan yang disebut dengan Segreration Era itu disebut-sebut sebagai cikal bakal Politik Aperheid. Politik ini merupakan sistem yang mengatur tentang kebijakan rasial. Sistem ini berlaku hingga 1990 an.
Dalam buku ‘Ulama Pejuang dan Ulama Petualang: Belajar dari Kearifan Negeri di Atas Awan’ tahun 2006 oleh Suryana Sudrajat, menuliskan jika Perjuangan melawan Politik Apartheid oleh Pahlawan sekaligus Presiden Pertama berkulit hitam Afrika Selatan, Nelson Mandela berkat terinspirasi dari Syekh Yusuf Al Makassari. Di berbagai tempat, Nelson Mandela bahkan sering menyebut Syek Yusuf sebagai “Putra Afrika Teladan Kami”.
Diinsipirasi Syekh Yusuf dan sejumlah tokoh, Pejuang yang terlahir dari keluarga miskin pada 18 Juli 1918 itu mengorganisir perjuangan rakyat Afrika Selatan melaluio aliansi politik bernama African National Congress (ANC) untuk meruntuhkan Politik Apartheid di Afrika Selatan. Nelson Mandela memimpin Afrika Selatan dari tahun 1994 hingga 1999 sebagai presiden ke 9.
Syekh Yusuf al Makassari dinobatkan sebagai penerima penghargaan tertinggi berupa The Order of Companion of Oliver Thambo oleh Pemerintah Afrika Selatan. Itu diserahkan langsung oleh Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki kepada perwakilan keluarga Syekh Yusuf H Andi Makmun Bau Tayang di Union Building Pretoria, Afrika Selatan tahun 2009.