Taat dan Maksiat dalam Islam, Bagaimanakah Pengertiannya?

Taat dan Maksiat dalam Islam, Bagaimanakah Pengertiannya?

PeciHitam.org – Taat dan Maksiat, dua kata yang tidak akan lepas dari tindakan manusia. Kadang kala pada keadaan tertentu manusia akan Taat, dan seringkali juga manusia melakukan Maksiat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Taat adalah menjalankan sikap yang sesuai dan diridhai oleh Allah SWT. Sedangkan Maksiat adalah bentuk penyimpangan, pembangkangan dan tidak menjalankan perintah Allah SWT.

Pada bentuk besarnya, taat akan memunculkan keshalehan secara pribadi dan sosial. Sedangkan pada bentuk lainnya, seorang yang taat akan diberi pahala oleh Allah SWT sebagai balasan atas perilaku memenuhi perintah-Nya. Jika kita melakukan Maksiat konsekuensi dasarnya kita mendapatkan dosa dari Allah SWT karena membangkan terhadap perintahNya.

Taat dan Maksiat memiliki konsekuensi umum dalam kehidupan masyarakat, bahkan saya yakin orang awampun akan tahu dengan seksama akibat dari orang melakukan maksiat atau taat.

Akan tetapi bukan hanya dua istilah itu saja yang penting dalam kehidupan seorang muslim. Istilah Inkar juga penting untuk kita ketahui dengan seksama.

Istilah ingkar adalah sebuah istilah anggapan tidak mengakui terhadap sesuatu kejadian baik benar atau salah. Muslim sekarang banyak terjebak dalam keadaan pengingkaran pada kejadian tersebut padahal benar adanya dan berdasar kuat serta meyakinkan.

Baca Juga:  Banyak Muslim Indonesia yang Suka Memakai Jubah, Inilah Awal Mulanya Digunakan

Akibatnya, orang islam banyak yan terjebak dalam dosa yang mereka tidak ketahui. Pengingkaran tersebut berlatar belakang ketidaksukaan pada sebuah ajaran atau fenomena.

Sebagai contoh, dalam kasus Poligami, secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran surah An-Nisaa ayat 2-24;

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)

dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Qs. An-Nisaa: 3)

Dengan beberapa keterangan tambahan pada lafdz (خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا) dijelaskan yang dimaksud Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.

Dan lafadz (فَوَاحِدَةً) adalah dengan syarat-syarat tertentu dalam menambah istri. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

Baca Juga:  Dialektika Aswaja dan Salafi Wahabi dalam Pengambilan Hukum

Bahwa ajaran tentang Poligami adalah bagian tidak terpisahkan dari Sejarah maupun ajaran Islam, walaupun banyak kontroversi. Akan tetapi sikap yang benar adalah JANGAN INGKAR dengan ajaran yang  sudah ada, walaupun kita TIDAK MELAKUKAN. Konsekuensi dari Ingkar adalah menganggap ajaran tersebut salah dan berdoa, sedangkan hukum dasarnya adalah boleh.

Kasus lainnya adalah penuduhan sepihak beberapa golongan terhadap Majlis Dzikir setelah Shalat, walaupun beberapa dalil sudah ada dan mendasari amaliyah tersebut akan tetapi tuduhan itu belum mereda.

Beberapa dalilnya adalah dari Kitab Adzkar karya Imam Muhyidin Abi Zakariah Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Dimasyq yang menunjukan Hadits; tentang fadlilah Dzikir;

اذا مررتم برياض الجنة فالرتعوا قالوا: وما رياض الجنة يا رسول الله؟ حلق الذكر – الحديث

Hadits tersebut menjelaskan bahwa jika salah seorang dari Sahabat menjumpai Majlis Dzikir maka ikutilah, dan maksud darinya adalah Lingkaran atau Tempat orang berdzikir mengingat Allah SWT sebagaimana dilakukan orang setelah shalat untuk memperbanyak kalimat dzikir.  Oleh karenanya sebagaimana dasar itu, majlis dzikir setelah shalat masuk dalam kategori tempat yang diberkahi Allah SWT.

Baca Juga:  Bolehkah Menjadikan Ceramah Sebagai Profesi? Begini Cara Memahami Posisi Para Dai

Akan tetapi beberapa orang yang kurang suka, mengingkari tindakan ini sebagai bidah dan tindakan dalam kesesatan. Jika memang TIDAK SUKA tidak harus INGKAR, karena akan berakibat Fatal. Yaitu akan mendeligitimnasi/ meganggap bukan bagian dari perbuatan yang diRidlai olehNya. Naudzubillah. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq