Mengenal Tafsir Marah Labid Karya Syekh Nawawi al-Bantani

Mengenal Tafsir Marah Labid Karya Syekh Nawawi al-Bantani

Pecihitam.org – Perkembangan Islam di nusantara tidak hanya membekas pada peninggalan sejarah bangunan dan beberapa syair saja. Namun pada abad ke-19, terdapat ulama nusanntara yang mashur di kalangan dunia khususnya di pulau Jawa yang bernama Syekh Nawawi al-Bantani.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Syekh Nawawi al-Bantani lahir di kampung Tanara, kecamatan Tirtayasa, kabupaten Serang, privinsi Banten. Ia lahir pada tahun 1230 H atau 1813 M. Ia wafat di usianya yang ke-84 tahun, yakni pada tanggal 25 syawal 1314 H/1879 M di kediamannya yang terakhir, kampung Syi’ib Ali, Makkah. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman Ma’la, Makkah, berdekatan  dengan makam Ibnu Hajar dan  Asma binti Abu Bakr AsSiddiq.

Syekh Nawawi al-Bantani lahir dengan nama Muhammad Nawawi. Ayahnya bernama Umar bin Arabi, seorang pejabat penghulu yang memimpin masjid dan ibunya bernama Zubaedah.

Jika dilacak dari segi silsilah, Syekh Nawawi merupakan keturunan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), yaitu keturunan dari Maulana Hasanuddin (Sultan Banten 1) yang bernama Sunyararas (Tajul Arsy).

Nasabnya bersambung ke Nabi Muhammad SAW melalui jalur Imam Ja’far ash-Shiddiq, Imam Muhammad al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah az-Zahra.

Baca Juga:  Bantahan bagi Mereka yang Menuduh Tawassul Sebagai Syirik, Kajian Kitab Mafahim (Bag. III)

Pada tahun kelahirannya ini, Kesultanan Banten berada pada masa terakhir yang asaat itu diperintah oleh Sultan Muhammad Rafi’uddin (1813-1820).

Nawawi kecil hidup dalam keluarga miskin dan di lingkungan ulama. Ayahnya yang seorang penghulu sekaligus pemimpin masjid juga turut mendorong bagi perkembangan keagamaan Nawawi kecil. Di samping ia juga memiliki kesadaran untuk tidak ikut terbawa arus kebodohan yang diciptakan oleh penjahah Belanda. Maka ia bertekad untuk mendalami berbagai bidang ilmu di pendidikan khususnya ilmu agama Islam.

Nawawi mendapatkan pelajaran dan pendidikan keislaman dari lingkungan keluarganya yang taat beragama. Ia pertama kali mengaji dan berguru kepada ayahnya, Kyai Umar.

Setelah itu ia belajar kepada ulama Banten, Kyai Sahal yang diikuti oleh kedua adiknya yakni Tamim dan Ahmad. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya dengan mengaji kepada Kyai Yusuf di Purwakarta sampai usia 15 tahun. Di sana, ia lebih mengkhususkan diri untuk mempelajari ilmu alat, terutama nahwu-shafaf (gramatika –morfologi Bahasa Arab), di samping ilmu-ilmu lainnya.

Pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi beserta kedua saudaranya pergi ke Makkah. Ia tinggal di Makkah selama 3 tahun. Selepas musim haji, ia enggan kembali ke Indonesia.

Baca Juga:  Kitab Minhaj Ath Thalibin Karya Imam An Nawawi

Haus akan keilmuan yang melandanya membuatnya ingin menetap di Makkah. Di tanah Haram tersebut, ia belajar perbagai ilmu pengetahuan. Dari mulai Ilmu Kalam (teologi), bahasa dan sastra Arab, ilmu hadits, tafsir, dan terutama ilmu fikih.

Selain Syekh Nawawi belajar ilmu-ilmu dalam gramatikal bahasa Arab, hadis, tafsir dan ilmu kalam. Ia juga belajar ilmu dan memperdalam ilmu tasawuf. Pertama kali ia mendapatkan ilmu tasawuf dari Syekh Khatib Sambas (Penggabung Tarekat Qadariyah dan Naqsabandiyah) dan Syekh Abdul Ghani Duma, ulama asal Indonesia yang bermukim di Tanah Haram.

Setelah itu ia belajar kepada Sayyid Ahmad Dimyati dan Ahmad Zaini Dahlan di Makkah. Sedang di Madinah, ia belajar kepada Muhammad Khatib al-Hanbali.

Dari pengalaman Syekh Nawawi ketika mempelajarai ilmu-ilmu  dari para guru-gurunya. Pada akhirnya ia menulis sebuah kitab tafsir yang berjudul Marah Labid. Kitab tafsir inilah yang sampai sekarang masih bisa dikaji dan dipelajari baik di dalam pesantren maupun lingkungan akademisi.

Bahkan dari sekian banyak tafsir yang muncul di Nusantara, bisa dikatakan tafsir Marah Labid adalah satu-satunya yang memakai bahasa Arab. Karena mayoritas kitab tafsir Nusantara ditulis menggunakan bahasa lokal seperti, bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia.

Baca Juga:  Terlalu! Kitab Hasyiyah Ash Showi Dipalsukan Wahabi

Kitab ini dibagi menjadi 2 jilid. Jilid pertama berisi tentang mukaddimah, pengantar penulis, dan tafsir al-Qur‟an dari mulai surah al-Fatihah sampai al-Kahfi. Sedangkan jilid kedua berisi tafsir mulai surah Maryam sampai an-Nas.

Secara umum Syekh Nawawi menggunakan dua metode (manhaj) dalam menafsirkan al-Qur’an, yakni Ijmali dan Tahlily. Sedangkan Corak penafsiran dalam kitab ini adalah melalui pendekatan fiqh, ilmi, dan adabi ijtima’i. Lebih jelas marilah kita tengok sedikit contoh dari penjelasan atau penafsiran Syekh Nawawi pada kitab tafsirnya.

M. Dani Habibi, M. Ag