Pecihtam.org – Takdir adalah sesuatu yang menjadi perdebatan umat Islam dari dulu sampai sekarang, sebab takdir merupakan sesuatu yang tidak diketahui dan masih menjadi rahasia Allah SWT.
Umat Islam memaknai takdir dengan berbagai macam pandangan. Ada yang memandang bahwa takdir itu merupakan ketentuan mutlak Allah, ada juga yang berpendapat bahwa takdir itu ketentuan Allah yang masih bisa berubah tergantung dari apa yang diperbuat oleh manusia.
Maka kemudian para ulama sepakat membagi kategori takdir menjadi dua yaitu takdir mubram dan takdir muallaq. Antara takdir mubram dan muallaq memiliki perbedaan.
Pertama, takdir mubram adalah ketentuan Allah yang sudah paten dan tidak bisa diutak atik lagi contohnya adalah kita lahir dari orang tua yang mana dan meninggal kapan. Semua itu sudah ditentukan dan tidak bisa ditawar lagi.
Kedua takdir muallaq, yaitu ketentuan Allah yang masih bisa berubah. Maksudnya adalah apabila kita berikhtiar dengan bersungguh-sungguh dan yakin pada Allah SWT, maka ketentuannya bisa berubah.
Contohnya adalah ketika melakukan pertandingan sepak bola meskipun menghadapi lawan yang kuat apabila kita berusaha dengan melakukan latihan dan selalu berdoa maka bisa saja kita memenangkan perlombaan tersebut.
Atau ketika kita ditakdirkan tidak memiliki kendaraan seperti sepeda motor maka dengan berusaha menabung, sabar dan terus berdoa kepada Allah, maka kita bisa memperoleh kendaraan yang sudah ditargetkan.
Akan tetapi kadangkala ada usaha yang sudah kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah tetapi belum bisa terwujud atau tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Apakah hal tersebut memang menjadi takdir kita yang memang sudah tidak bisa lagi dirubah?
Para ulama juga masih berbeda pandangan terhadap hal ini, Namun menurut KH. Miftah Faqih bahwa apabila kita sudah berikhtiar dalam melakukan sesuatu tetapi tetap mendapatkan hasil yang sama, maka tetap saja itu termasuk kedalam takdir mu’allaq yaitu takdir yang masih bisa berubah. Sebab keadaannya buka suatu keadaan pasti masih bisa berubah-ubah.
Contohnya ketika kita sakit dan kemudian kita minum obat, sedangkan sakit yang kita rasakan itu keadaannya tetap sama meskipun sudah meminum obat, maka hal tersebut juga tetap termasuk dalam takdir yang bisa dirubah artinya tidak mutlak keadaannya.
Seperti yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an bahwa segala sesuatu yang terjadi itu sudah dicatat didalam lauh mahfudz.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan:
فَالْمَحْوُ وَالْإِثْبَاتُ بِالنِّسْبَةِ لِمَا فِي عِلْمِ الْمَلَكِ وَمَا فِي أُمِّ الْكِتَابِ هُوَ الَّذِي فِي عِلْمِ اللَّهِ تَعَالَى فَلَا مَحْوَ فِيهِ أَلْبَتَّةَ وَيُقَالُ لَهُ الْقَضَاءُ الْمُبْرَمُ وَيُقَالُ لِلْأَوَّلِ الْقَضَاءُ الْمُعَلَّقُ
“Penghapusan dan penetapan takdir itu adalah dalam perspektif apa yang diketahui para malaikat dan apa yang tercatat di Lauh Mahfudz (Ummul Kitab). Adapun dalam pengetahuan Allah, maka tak ada penghapusan sama sekali. Pengetahuan Allah ini disebut takdir mubram,dan pengetahuan malaikat itu disebut takdir mu’allaq.” (Ibnu Hajar al-Asqalani)
Sedangkan dalam filosofi jawa ada yang dikenal dengan istilah “nrima ing pandum” yang maksudnya adalah menerima apapun yang sudah dikehendaki tuhan kepada kita tanpa tawar menawar lagi. Diyakini oleh masyarakat jawa bahwa tuhan itu memberikan sesuatu kepada kita atas dasar pada apa yang kita sudah lakukan.
Bisa dikatakan jika yang kita terima saat ini adalah suatu hasil yang baik, berarti itu merupakan buah dari sesuatu yang baik yang telah kita lakukan, begitupun sebaliknya apabila yang kita tanam adalah sesuatu yang buruk maka yang akan kita dapatkan adalah hal yang buruk pula.
Hal ini sama dengan teori kausalitas atau teori sebab akibat. Jadi segala sesuatu yang terjadi tidak terlepas dari sebab akibat. Artinta apapun yang terjadi itu memiliki sebuah sebab. Contohnya adalah apabila kita sakit itu sebab kita terkena virus atau bakteri yang menyebabkan daya tahan tubuh kita menjadi rusak dan tidak stabil.
Nah sedangkan apabila disandingkan dengan konsep takdir, maka hal tersebut mirip dengan konsep takdir muallaq yakni takdir yang bisa berubah diiringi dengan ikhtiar dan doa yang kita lakukan.
Artinya apabila kita berikhtiar maka atas seizin Allah apa yang kita lakukan akan bisa tercapai. Seperti saat kita sedang sakit kemudian kita berikhtir dengan cara berobat dan berdoa maka atas izin Allah kita akan sembuh.
Namun apabila apa yang kita ikhtiarkan tak kunjung menuai hasilnya maka hendaknya kita tetap berprasangka baik kepada Allah dan menerima apapun yang terjadi kepada kita. Sebab dengan begitu maka kita benar-benar bisa tulus dalam menghambakan diri kita kepada Allah SWT. Demikian semoga bermanfaat. Tabik.!