PeciHitam.org – Sholat tarawih dikalangan umat Islam seluruh dunia akan sepakat hukumnya adalah Sunnah. Sholat Tarawih 20 rakaat / 8 rakaat hanya akan dilaksanakan pada malam-malam bulan Ramadhan, terkhusus syaratnya dilakukan setelah sholat Isya.
Seluruh golongan Umat Islam sepakat bahwa sholat tarawih mempunyai banyak keutamaan, terutama akan menghapus dosa masa lalu. Hadits Imam Muslim dengan jelas mengtakan bahwa Barang siapa mendirikan sholat Tarawih akan terampuni dosa yang telah lalu.
Dalil ini mendorong umat Islam seluruh dunia berbondong-bondong memenuhi masjid dan mushalla untuk sama-sama menjalankan Sunnah Rasulullah SAW. Menjalankan sunnah sholat tarawih dilakukan umat Islam dengan berpegang pada dalil mu’tabar para sahabat dan Ulama.
Di Indonesia, pelaksanaan Ibadah Sholat Tarawih dilakukan dengan berbagai jumlah rakaat. Sebagian besar menunaikan sholat tarawih 20 Rakaat dan dengan jumlah 8 rakaat.
Daftar Pembahasan:
Sejarah dan Dalil Sholat Tarawih
Sholat Tarawih dalam sejarah Islam baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah, bertepatan pada bulan Ramadhan hari ke-23. Tidak seperti sekarang yang sebagian besar dilakukan di Masjid dan Mushalla, dahulu Rasulullah SAW menunaikan Ibadah Sholat Tarawih perah di Masjid dan penah juga dilakukan dirumah beliau.
Riwayat Hadits yang menerangkan tentang sholat tarawihnya Nabi SAW bersumber dari Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidiq RA. Beliau meriwayatkan;
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم
Artinya: “Dari ‘Aisyah RA Ibunya para kaum Muslimin, sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam (bulan Ramadhan) sholat di masjid, lalu banyak orang sholat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah SAW justru tidak keluar menemui mereka. Pagi harinya beliau bersabda, ‘Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila sholat ini diwajibkan pada kalian’ “ ‘Aisyah berkata, ‘Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan’.” (HR Bukhari dan Muslim).
Awal mula pensyariatan sholat Tarawih tidak serta merta Nabi SAW menjelaskan dengan kata Verbal dan memerintahkan sahabatnya untuk melakukan. Akan tetapi Rasulullah SAW cukup dengan mencontohkan dan Sahabat berbondong-bondong melakukan apa yang Rasulullah SAW lakukan.
Contoh sholat tarawih yang dilakukan oleh Nabi SAW juga tidak dimulai tanggal pertama Bulan Ramadhan, akan tetapi pada tanggal 23 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Pada tahun ini pula, Kewajiban/ syariat puasa diperintahkan dengan turunnya surat Al-Baqarah ayat 183.
Dakwah Nabi SAW mengindikasikan bahwa ada tahapan dalam berdakwah tidak serta merta semuanya diwajibkan dalam satu waktu. Dakwah beliau dengan pelan, bertahap dan pasti menurut jenjang penerimaan para sahabatnya.
Hadits ini juga mengandung informasi bahwa Rasulullah SAW pada Ramadhan tahun kedua tidak menjalankan Tarawih secara fuel di Masjid. Nabi SAW khawatir jika dilakukan berurutan dan kontinyu akan diartikan sebagai kewajiban.
Walaupun Rasulullah SAW sangat menyukai amalan Sholat Sunnah Tarawih, beliau menahan diri untuk tidak sholat tarawih secara bersama-sama terus menerus. Aisyah RA menceritakan bahwa Rasul hanya sholat 3 hari di Masjid dan seterusnya beliau sholat dirumah.
Sunnah Tarawih dan Kaidah Dalil Fiqih
Riwayat Shahih Rasulullah SAW menjalankan sholat Tarawih di Masjid hanya 3 hari, akan tetapi kesunnahan sholat Tarawih berlaku seumur hidup. Tidak ada pendapat Ulama yang mengatakan bahwa sholat tarawih hanya disunnahkan 3 hari saja.
Semua ulama berpendapat bahwa sholat Tarawih berlaku seumur hidup, dimanapun dan dengan cara apapun. Boleh berjamaah, sendirian, di Masjid, Musholla atau ditempat kerja sekalipun. Selama tidak ada dalil yang melarang sholat Tarawih, maka dimanapun dan dengan cara apapun diperbolehkan.
Maka kiranya dalil umum ini menandakan bahwa Ibadah tidak harus semua ada tuntunan persis dari Rasulullah SAW. Karena Sholat Tarawih berjamaah dan terkoordinir dalam barisan satu imam baru ditemukan pada masa Umar bin Khattab, sampai-sampai beliau berkata;
نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُونَ
Artinya; “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam (HR. Bukhari)
Umar bin Khattab menempatkan Ubay bin Ka’ab sebagai Imam bagi jamaah yang berada di Masjid Nabawi. Malam selanjutnya, Umar mendapati kerapian dan keteraturan sholat Tarawih dalam satu barisan, beliau berkata “نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ” nikmatnya Bid’ah adalah ini (Shalat Tarawih Berjamaah dalam 1 Imam).
Jika golongan ‘Salafi’ yang sering mengklaim diri sebagai paling Islami dan sesuai Rasulullah SAW, kiranya mereka akan menolak pendapat Umar bin Khattab. Karena Umar bin Khattab telah mengadakan sesuatu yang baru ‘Bid’ah’ yang tidak dilakukan Rasulullah SAW.
Bid’ah yang dilakukan oleh Umar bin Khattab menjadikan dalil umum, bahwa Ibadah dalam bentuk baru diperbolehkan selama memiliki ladasan pokok/ Ushul yang bersumber dari Nabi SAW.
Ibadah sholat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW hanya 3 hari, akan tetapi oleh Umar bin Khattab dilakukan selama sebulan penuh dengan berjamaah.
Dalil dalam riwayat ini dengan jelas menjadi landasan bagi Ulama-ulama Nusantara untuk mengawinkan praktek Ibadah dibarengkan dengan ibadah lainnya walaupun Rasulullah SAW tidak mengajarkan dengan spesifik. Bid’ah atau mengadakan sesuatu yang baru selama dalam koridor Ibadah kepada Allah SWT tetap bernilai Ibadah, tidak dosa.
Pandangan ‘salafi’ yang sering mencap Ulama Nusantara adalah pengamal bid’ah dan sesat, malah memperlihatkan kedangkalan referensi dan bahan bacaan mereka. Kekurangan Literasi menyebabkan golongan ini tidak bisa memahami dalil lebih luas dan lebih berilmu.
Sholat Tarawih Lintas Zaman
Umat Islam jangan menjadi umat yang bersumbu pendek, gambar tersulut dan meledak. Tidak selayaknya sikap umat Islam seperti petasan yang mudah meledak-ledak karena kedangkalan pengetahuan. Sikap meledak-ledak sering terjadi dalam mengambil sikap hukum sholat tarawih 20 rakaat dan 8 rakat.
Lintasan sejarah jumlah Rakaat dalam sholat Tarawih bisa dirujuk dari Hadits Rasulullah SAW yang melaksanakan sholat Tarawih sebanyak 8 Rakaat.
أَنَّهُ صلّى الله عليه وسلّم خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ لَيَالِيْ مِنْ رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثُ مُتَفَرّقَةٍ: لَيْلَةُ الثَالِثِ, وَالخَامِسِ, وَالسَّابِعِ وَالعِشْرِيْنَ, وَصَلَّى فِيْ المَسْجِدِ, وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا, وَكَانَ يُصَلِّي بِهِمْ ثَمَانِ رَكَعَاتٍ, وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيْهَا فِيْ بُيُوْتِهِمْ. رواه الشيخان
Artinya; “Rasulullah SAW keluar untuk shalat malam di bulan Ramadlan sebanyak tiga tahap: malam ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh untuk shalat bersama umat di masjid, Rasulullah saw. shalat delapan raka’at, dan kemudian mereka menyempurnakan sisa shalatnya di rumah masing-masing. (HR Bukhari dan Muslim).
Dasar hukum sholat tarawih berjumlah 8 Rakaat adalah dari Hadits ini, yang diriwayatkan oleh dua Imam Besar Hadits. Biasanya di Indonesia, jumlah 8 rakaat Tarawih ditambah dengan 3 rakaat sholat witir, maka menjadi 11 Rakaat yang sering dijadikan identifikasi.
Pelaksanaan pada masa Rasul yang hanya melakukan jamaah Qiyamu Ramadhan sebanyak 8 rakaat (tanpa witir), dan setelahnya Nabi SAW pulang kerumah. Beberapa Riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah menambah bilangan sholat Tarawihnya dirumah.
Pada masa Rasulullah SAW, sholat Tarawih belum digunakan sebagai Istilah, baru pada masa Sahabat Umar bin Khattab, Sholat Tarawih digunakan.
Pada masa Umar bin Khattab, jumlah rakaat sholat tarawih menjadi 20 Rakaat. Pada era ini juga diperkenalkan sebuah pembaharuan Bid’ah dengan adanya jamaah sholat tarawih dengan koordinasi Imam Ubay bin Ka’ab.
عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً
Artinya; “Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir),” (HR Malik).
Dasar lain yang menerangkan tentang jumlah rakaat dalam sholat tarawih 20 rakaat adalah dari riwayat Sa’ib bin Yazid,
عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ) ـ
Artinya: “Dari Sa’ib bin Yazid, ia berkata, ‘Para sahabat melaksanakan sholat (tarawih) pada masa Umar bin Khattab RA di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. Al-Baihaqi, Imam Nawawi memandang Sahih Sanadnya)
Sekiranya apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab menjadi pijakan untuk menentukan jumlah rakaat dalam sholat tarawih. Tidak-lah mungkin seorang Umar bin Khattab menambah jumlah rakaat Tarawih dari 8 menjadi 20 Rakaat jika tidak sesuai dengan Rasulullah SAW.
Masa umar juga masih ada Ummul Mukminin, Aisyah RA yang menyaksikan sholat tarawih Rasulullah SAW dirumahnya. Dan Aisyah RA tidak menentang atau mengingkari sholat tarawih 20 rakaat yang dilakukan Umar bin Khattab. Maka dalil sholat tarawih 20 rakaat menjadi Ijma’ para sahabat sejak masa Umar bin Khattab.
Gus Dur (KH Abdurrahaman Wahid) pernah membuat joke tentang metode Tarawih NU Baru kepada Presiden Soeharto. Beliau membisiki Soeharto mau melakukan sholat tarawih versi NU Lama atau NU Baru.
Mendengar perkataan Gus Dur yang notabene Ketua Umum PBNU langsung balik bertanya, ‘Lah kalo NU Lama berapa? Gus Dur menjawab, NU Lama sholat tarawih 20 Rakaat.
Soeharto penasaran, dan bertanya lagi ‘Lah Kalo NU baru? Kalo NU baru, Sholat Tarawihnya diskon 60% (menjadi 8 Rakaat). Keduanya sama-sama cengengesan ketawa mendengar candaan Gus Dur.
Ash-Shawabu Minallah