Teologi Negatif: Upaya Para Filusuf Muslim Menalar Esensi Tuhan

teologi negatif

Pecihitam.org – Sepanjang sejarah pemikiran, pencarian penjelasan tentang eksistensi Tuhan adalah bahasan yang sangat berat, bahkan hampir mustahil. Prof. Mulyadhi Kartanegara melalui Lentera Kehidupan: Panduan Memahami Tuhan, Alam, dan Manusia (2016) mengatakan sering ada ungkapan diantara para filusuf yang menyebut Tuhan sebagai “The Great Unknown”, “Yang Besar tapi tak dikenal.”

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Seberapa jauh pun ingin mencari bukti nyata tentang eksistensi adanya Tuhan, niscaya akan menemui kesia-siaan. Kesia-siaan itu bukanlah terletak pada kenyataan bahwa Tuhan itu tak ada, namun adalah kekeliruan dalam merumuskan metode untuk membuktikan eksistensi Sang Pencipta.

Istilah ”The Great Unknown” yang dikutip di atas bukanlah menjelaskan bahwa Tuhan itu tak ada sehingga tak dapat diketahui. Justru yang dimaksud di situ adalah Tuhan jangan dicari dalam kerangka positif eksistensinya. Para filusuf Muslim mendefinisikan metode untuk memahami eksistensi Tuhan melalui cara negatif, via negativa.

Prof Mulyadhi (2016) menyebut bahwa metode teologi negatif ini dikemukakan oleh filusuf sekaligus sufi besar bernama Syaikh Muhyiddin Ibn’ Arabi. Ibn’ Arabi menamakan metode penalaran Ilahi secara negatif ini sebagai metode tanzih, yakni membedakan Sang Illah dengan para ciptaan-Nya.

Baca Juga:  Argumen Ontologis Ibn Sina Tentang Keberadaan Tuhan

Seringkali para pencari eksistensi Tuhan mencarinya dengan cara mencari bukti nyata keberadaan Tuhan secara fisik (positif). Pencarian model begini ini seolah-olah ingin membuktikan bahwa Tuhan itu laksana benda yang zatnya seperti yang ada dalam alam semesta ini.

Upaya demikian ini problematis, sebab apakah mungkin membuktikan The Great dengan cara mencari bukti di alam yang penciptanya sendiri adalah Sang Maha Besar. Ini keliru secara metodologis. Maka para pemikir Muslim mengajukan penelaahan via negativa atau tanzih.

Teologi negatif ini berusaha mencari Tuhan dengan cara membedakan-Nya dengan yang lain. Ibn’ Arabi mengatakan bahwa sejauh menyangkut zat atau esensi Tuhan, maka Ia adalah “tanzih” dan transenden. Kata tanzih ini dibedakan dari kata tasybih, yakni menyerupakan. Tanzih dimaksudkan adalah membedakan Tuhan dengan semua yang lainnya.

Prof. Mulyadhi (2016) menyebut bahwa tanzih ini memiliki landasan dalam al-Qur’an seperti “Tiada sesuatu apapun yang serupa dengan-Nya” (QS: 42:11). Ditambah lagi dengan ayat lain “Dan tidak ada satupun yang setara dengannya” (QS: 112:4).

Baca Juga:  Qiyamuhu Binafsih, Sifat Wajib Ke-Lima Bagi Allah SWT

Ayat lain menyebutkan bahwa “Maha suci Allah dari apa pun yang mereka deskripsikan” (QS: 23:91). Jika apa pun yang coba manusia deskripsikan tentang Tuhan, maka mereka tak akan pernah mampu mendeskripsikan dengan sebenar-benarnya tentang Tuhan dan Tuhan lebih tinggi dan lebih suci dari yang mereka deskripsikan.

Menurut Prof. Mulyadhi, dalam ajaran Taoisme ada sebuah dictum yang terkenal perihal perkara yang mirip yang sedang kita bahas. “Apa pun yang seseorang katakana tentang Tao, maka pastilah ia bukanlah Tao.”

Dalam agama Budha, pertanyaan apa itu Tuhan, bagi Sang Budha Ia tak perlu dibuktikan. Para pemeluk Budhisme ini tak mau berbicara tentang Tuhan bukan karena mereka tak percaya dengan Tuhan. Tetapi karena, bagi mereka pendeskripsian esensi Tuhan tidak akan membawa kita kepada-Nya. Karena sesungguhnya memang Dia tak bisa dideskripsikan.

Baca Juga:  Pandangan Ibnu Taimiyah Tentang ‘Allah Duduk Diatas Arsy’ yang Ditolak Para Ulama

Prof. Mulyadhi (2016) menyebut Abu Sulaiman al-Sijistani mengatakan bahwa Tuhan tidak bisa dikatakan sebagai ada dalam arti “maujud”. Dia mencipta yang ada, tetapi Dia sendiri tidak sama dan melampaui segala yang ada (maujudat).

Ke-ADA-an Tuhan melampaui “ada”-nya para makhluk yang diciptakan-Nya. Ke-ADA-an Tuhan terbukti melalui ketiadaan zat yang lebih besar dari segala yang telah ada di dunia ini. Demikianlah itu apa yang disebut sebagai penelaahan Ilahiah melalui metode negatif atau via negativa, atau tanzih. Wallahua’lam.