Inilah Tiga Tingkatan Puasa Menurut Imam Al Ghazali

tingkatan puasa menurut imam al ghazali

Pecihitam.org – Ramadhan merupakan bulan kebahagiaan, dimana seluruh amal kebaikan kita dilipatgandakan oleh Tuhan. Pintu ampunan dibuka lebar, para setan yang selalu menggoda dikurung di dalam neraka, dan akhirnya kita bisa tenang dalam menjalankan ibadah puasa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Beberapa ulama menyebut bulan ramadhan sebagai bulan rahmah, yaitu bulan penuh kasih sayang. Sebagian yang lain menyebut sebagai bulan maghfiroh (bulan penuh ampunan). Namun dari semua itu, ada beberapa adab dari para sufi untuk menyempurnakan amal ibadah selama bulan suci.

Para sufi memiliki kedekatan yang lebih dengan Allah swt. Mereka mempersembahkan hidupnya hanya untuk Allah swt. Sebagaimana kenikmatan yang mereka dapatkan hanya jika kualitas ibadah mereka meningkat.

Dengan peningkatan tersebut, mereka akan merasakan kenikmatan yang lebih dari apapun juga, termasuk dunia beserta isinya. Oleh sebabnya, ibadah yang mereka lakukan mempunyai kualitas dan tingkatan yang jauh berbeda dari manusia pada umumnya.

Menurut Imam al Ghazali ada tiga tingkatan puasa yang dijalankan oleh manusia.

Pertama, shaumul umum, yaitu ibadah puasa yang dijalankan oleh orang awam. Maksudnya puasa yang dijalankan orang tersebut hanya sebatas menjaga lapar, dahaga, dan hal-hal yang membatalkan puasa. Seseorang hanya berfokus pada sah nya ibadah tersebut tanpa merasakan nikmat dan fadhilah yang diberikan Tuhan melalui ibadah puasa yang dijalankan.

Baca Juga:  Filsafat sebagai Warisan Islam yang Mengagumkan

Kedua, Shaumul khusus yaitu ibadah  puasa yang yang dijalankan oleh orang-orang khusus. Disini puasa bukan lagi sekedar menahan lapar dan dahaga belaka, melainkan menjaga penglihatan dari hal-hal buruk, menjaga pendengaran dari hal-hal yang tidak pantas didengarkan, dan menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan maksiat yang menimbulkan dosa.

Ketiga, Shaumul khususil khusus, yaitu puasa pada dijalankan oleh tingkatan orang yang sangat istimewa. Puasa tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi dari puasa yang dijalankan oleh manusia. Disini manusia tidak hanya menahan lapar, haus, serta menjaga anggota tubuh lainnya.

Namun juga perlu menjaga hati dari prasangka-prasangka buruk. Kita semua tahu, hati adalah sesuatu yang tidak pasti. Hati mudah berbolak balik, kadang bisa menjadi baik dan kadang bisa berubah menjadi buruk. Hanya Allah yang bisa melindungi hati manusia. Oleh karena itulah, orang yang bisa menjaga hatinya adalah orang yang sangat dekat dengan Allah swt.

Baca Juga:  Bagaimanakah Perihal Mempelajari Ilmu Kalam Menurut Imam Al-Ghazali? Inilah Pandangan Sang Hujjatul Islam

Tiga tingkatan puasa menurut Imam al Ghazali tersebut diharapkan dapat memotivasi umat manusia untuk meningkatkan puasanya. Puasa tidak hanya dimaknai sebagai penahan lapar dan haus belaka. Namun juga bisa dimaknai secara dhohir maupun batin yang mampu mendekatkan hati kita dengan Allah swt. Dengan itu, kita akan senantiasa meningkatkan ibadah kebajikan kita.

Disini Imam Ghazali yang dikenal sebagai salah satu sufi memberikan beberapa adab yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas puasa.

Pertama, mengatur pola makan. Seringkali puasa hanya dijadikan sebagai pemindah waktu makan saja. Waktu sahur digunakan sebagai pengisi tenaga dan waktu buka digunakan sebagai ajang balas dendam setelah lama menahan lapar dan dahaga.

Pola seperti ini bisa menyebabkan tubuh menjadi tidak sehat dan mengganggu aktivitas ibadah lainnya. Oleh karenanya, pola makan harus benar-benar dijaga dengan makan dan minum sesuai kebutuhan kita.

Kedua, menjauhi kebohongan dan meninggalkan ghibah. Dua hal ini merupakan kebiasaan buruk yang kerap kali dilakukan umat manusia. Pada saat berkumpul, tak terasa percakapan kita mengacu kepada hal-hal yang menyinggung aib seseorang.

Baca Juga:  Penyelarasan Tasawuf dengan Syariat dalam Pemikiran Imam Al-Ghazali

Kadang melakukan kebohongan untuk melebih-lebihkan kehebatan yang kita miliki. Dan semua itu mengakibatkan dosa-dosa bertumpuk tanpa kita sadari, dan bisa pula menghilangkan fadhilah dari ibadah puasa.

Ketiga, menjaga anggota tubuh dari berperilaku yang tidak baik. Anggota tubuh perlu dijaga sebaik-baiknya agar tidak melakukan perbuatan tercela. Setiap detik kita selalu menggunakan anggota tubuh untuk beraktifitas. Aktifitas kita kadang melenceng ke arah keburukan yang bisa mengurangi makna dari ibadah puasa. Oleh karenanya, anggota tubuh perlu dijaga sebaik-baiknya.   

Muhammad Nur Faizi