Trilogi Tauhid Wahabi, Cara Ibnu Taimiyah Melakukan Takfiri Kepada Ulama Sufi dan Ahli Kalam

Trilogi Tauhid Wahabi, Cara Ibnu Taimiyah Melakukan Takfiri Kepada Ulama Sufi dan Ahli KAlam

PeciHitam.org – Pada abad ketujuh hijriah, Ibnu Taimiyah menawarkan sebuah konsep tauhid yang dikenal dengan pembagian tauhid menjadi tiga macam, yakni rububiyah, uluhiyah dan al-asma’ was-shifat. Konsep inilah yang menjadi konsep pokok ajaran Wahabi sehingga sering disebut juga dengan istilah Trilogi Tauhid Wahabi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebetulnya, konsep yang ditawarkan oleh Ibnu Taimiyah mengenai Trilogi Tauhid Wahabi ini sudah jamak diketahui dan beredar luas di kalangan kaum muslimin pada masa itu. Namun masih berupa potongan-potongan, belum diintegrasikan dalam sebuah konsep berjenjang tentang tauhid.

Tauhid rububiyah sebagai jenjang pertama (dan utama) tauhid adalah keyakinan bahwa pencipta dan pengatur alam semesta hanyalah Allah semata. Dalam hal ini, diklaim bahwa seluruh golongan manusia sudah bertauhid. Menurut kalangan sufi, pemahaman mengenai tauhid rububiyah merupakan puncak eksistensi tertinggi bagi para sufi dan pemikir ilmu kalam.

Sedangkan tauhid uluhiyah, yaitu ajaran untuk menyembah Allah semata, berdoa kepada Allah semata, mencintai Allah semata dan seterusnya. Bagi kaum Wahabi, ini merupakan jenjang kedua mengenai tauhid. Tauhid jenis ini yang dianggap sebagai misi utama Rasulullah, justru bukan tauhid rububiyah yang memang sudah diakui.

Sedangkan tauhid al-asma’ was-shifat mereka definisikan sebagai:

 توحيد الأسماء والصفات: وهو الإيمان بكل ما ورد في القرآن الكريم والأحاديث النبوية الصحيحة من أسماء الله وصفاته التي وصف بها نفسه أو وَصفه بها رسوله على الحقيقة. 

Baca Juga:  Memahami Propaganda Wahabi Menjauhkan Umat Dari Para Ulama

“Tauhid al-Asma’ was-Shifat, yakni beriman pada semua yang ada dalam al-Quran yang mulia dan hadits-hadits nabi yang sahih yang terdiri dari nama-nama Allah dan sifat-sifatnya yang disifati sendiri oleh Allah dan Rasul secara hakikat.” (Syahatah Muhammad Saqar, Kasyf Syubahât as-Shûfiyah, halaman 27).

Sepintas, tak ada yang bermasalah dari klasifikasi ini. Inti dari kesemuanya adalah ajakan untuk menyembah Allah saja tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun dan ajakan untuk mengimani seluruh nama dan sifat Allah yang ada dalam Al-Quran dan hadits shahih. Namun, kalau hanya ajakan seperti ini tentu bukan hal baru sebab seluruh kaum muslimin akan mengakuinya sebagai kebenaran. Yang menjadi objek sesungguhnya dari pembagian tauhid ini tak sesederhana itu, tetapi ada agenda tersembunyi di balik klasifikasi ini, yakni:

  1. Mengklaim bahwa mayoritas manusia, bahkan seluruhnya, sudah mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta dan pengurus alam semesta (rabb).
  2. Menuduh bahwa mayoritas ulama ahli kalam dan tasawuf—bahkan mayoritas kaum Muslimin—masih belum bertauhid dalam arti mereka masih belum menyerukan untuk menyembah Allah saja. Mereka dituduh masih dalam level yang sama dengan kaum musyrik di seluruh dunia sebab mengabaikan apa yang mereka sebut sebagai “tauhid uluhiyah” yang menjadi misi para Rasul.
  3. Mempropagandakan bahwa lawan-lawan Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya belumlah mengimani seluruh nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits shahih.
Baca Juga:  Masya Allah, Inilah Karomah Al Bani Yang Tak Dimiliki Ulama Lain

Ibnu Taimiyah melalui Trilogi Tauhidnya ini, bahkan digunakan untuk menyerang para filsuf Islam dan ahli Kalam, seperti Ibnu Sina, al-Amidi, al-Ghazali dan Fakhruddin al-Razy. Menurutnya, kedua tokoh tersebut mengabaikan hakikat nama-nama dan sifat Allah, serta hanya mengetahui tauhid rububiyah saja. Al-Ghazali dan al-Razy dianggap mencampur aduk filsafat dan kalam, sekaligus menuduhnya terjerumus pada kebathilan yang dibuat-buat.

Berikut pernyataan Ibnu Taimiyah dalam Kitab Minhaj as-Sunnah:

 وَهَذِهِ الطَّرِيقَةُ هِيَ الْمَعْرُوفَةُ لَهُ وَلِمَنِ اتَّبَعَهُ كَالسُّهْرَوَرْدِيِّ الْمَقْتُولِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْفَلَاسِفَةِ، وَأَبِي حَامِدٍ وَالرَّازِيِّ وَالْآمِدِيِّ وَغَيْرِهِمْ مِنْ مُتَأَخِّرِي أَهْلِ الْكَلَامِ، الَّذِينَ خَلَطُوا الْفَلْسَفَةَ بِالْكَلَامِ….هَذَا مَعَ أَنَّ فِي الْمُتَكَلِّمِينَ مِنْ أَهْلِ الْمِلَلِ مِنَ الِاضْطِرَابِ وَالشَّكِّ فِي أَشْيَاءَ، وَالْخُرُوجِ عَنِ الْحَقِّ فِي مَوَاضِعَ، وَاتِّبَاعِ الْأَهْوَاءِ فِي مَوَاضِعَ، … وَأَخْرَجُوا مِنَ التَّوْحِيدِ مَا هُوَ مِنْهُ كَتَوْحِيدِ الْإِلَهِيَّةِ، وَإِثْبَاتِ حَقَائِقِ أَسْمَاءِ اللَّهِ وَصِفَاتِهِ، وَلَمْ يَعْرِفُوا مِنَ التَّوْحِيدِ إِلَّا تَوْحِيدَ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهُوَ الْإِقْرَارُ بِأَنَّ اللَّهَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَرَبُّهُ

Baca Juga:  Nasiruddin Albani; Ada Hadis yang Tidak Shahih di Kitab Muslim, Ini Kritik Prof Kamaruddin Amin

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan, bahwa klasifikasi pembagian tauhid tidak hanya berisi ajakan untuk menyembah Allah tanpa menyekutukannya dengan apa pun. Namun ada agenda melempar klaim dan tuduhan pada orang-orang yang dianggap berlawanan dengan Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya.

Terbukti beberapa abad setelah Ibnu Taimiyah wafat, tuduhan dan klaim seperti ini kemudian dimanfaatkan dengan baik oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri aliran Wahabi. Adapun para ulama sebelum Ibnu Taimiyah hanya menyebutkan istilah uluhiyah dan rububiyah dalam konteks ketuhanan secara umum tanpa menjadikan mereka sampai pada tuduhan dan klaim sebagaimana di atas.

Mohammad Mufid Muwaffaq