Untuk Apa Kita Berdoa Jika Kesulitan Hidup Tidak Teratasi?

untuk apa kita berdoa

Pecihitam.org – Doa berasal dari kata do’a-yad’u-dakwatan yang berarti menyeru, memanggil, mengajak, dan menjamu. Doa bisa juga berarti panggilan, seruan, atau undangan. Doa pada hakikatnya adalah saling memanggil antara dua kekasih.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Umumnya, ada dua hal yang menyebabkan orang malas berdoa atau mungkin mengingkari peran doa. Pertama, kesulitan hidup tak pernah selesai dengan doa; kedua, bila doa kita tidak dikabulkan karena dosa, sementara semua orang pernah melakukan dosa.

Adakah permasalahan hidup selesai dengan doa? Jika ada berapa persen pengaruh doa dalam menghilangkan masalah kesulitan hidup didunia. Faktanya orang-orang yang malas berdoa lebih bisa mengatasi kesulitan hidupnya daripada mereka yang rajin berdoa. Film-film barat, terkadang kita lihat mereka berkata, “persetan dengan tuhan, doa” mereka tidak lagi begitu percaya dengan peran doa.

Jika doa tidak dikabulkan, didengarkan Tuhan karena manusia bergelimang dengan dosa dan segala jenis kemaksiatan, maka tidak usah berdoa karena semua orang pernah berdosa. Satu-satu makhluk yang tidak pernah berdosa hanyalah para nabi itupun masih dalam dalam perdebatan antara sunni-syiah.

Jika doa hanya dikabulkan bagi mereka yang suci dari dosa, maka buat apa Tuhan mewajibkan, meminta hamba-Nya yang penuh dosa untuk berdoa, toh pada akhirnya akan ditolak juga karena mereka berdosa. Seharusnya doa hanya diwajibkan bagi mereka yang suci bukan kepada yang banyak melakukan dosa.

Baca Juga:  Jika Ingin Dibilang Suami yang Baik dan Tangguh, Jadilah Seperti Ayam!

Dua alasan yang dikemukakan untuk menolak peran doa nampaknya beralasan, namun sayangnya, mereka yang mengingkari doa atau malas berdoa tidak berusaha untuk mengkaji ulang konsep hakikat doa tersebut.

Arti dasar doa adalah penggilan, seruan. Maka tentu saja dalam memanggil begitu juga dalam menyeru pasti ada seninya, dalam bahasa agama ada adabnya. Adab dalam berdoa menunjukkan pula bentuk penghormatan kita kepada Tuhan. Oleh karena itu, paling tidak ada tiga jenis doa.

Pertama, jenis doa tingkatan orang awam. Jenis doa orang awam berisi dengan perintah-perintah. Doa pada tingkatan ini berharap dijauhkan dari siksaan Neraka dan diberikan kenikmatan Surga. Doanya hanya seputar ganjaran dan hukum.

Seperti doa dalam shalat ketika duduk di antara dua sujud, “Tuhanku ampunilah aku, sayangilah aku, tingkatkan derajatku, dan berilah aku reski, berilah aku hidayah, maafkanlah aku. Semua ujung doanya adalah AKU.

Kita tidak pernah beranjak dari ke-AKU-an kita walaupun sedang menghadap Tuhan. Doa yang dipanjatkan karena kepentingan pribadi semata. Mungkin karena dia pejabat yang selalu memerintah maka dalam doa sekalipun ia pun memerintah.

Apakah salah doa jenis seperti ini? Tentu saja tidak, sebab doa jenis tingkatan orang awam juga bagian dari bagian dari perintah agama. Namun kata ulama, sebenarnya doa dengan memohon pahala dan dijauhkan dari siksaan hanyalah pemantik saja.

Baca Juga:  Inilah 4 Manfaat Syukur bagi Kesehatan yang Jarang Diketahui

Manusia tidak harus selalu berada dalam tingkatan doa orang awam. Sebagaimana perjalanan hidup mengalami perkembangan kedewasaan, maka demikian pula dengan doa. Jadi dalam doa sekalipun harus ada peningkatan.

Kedua, doa yang mengharapkan rida Allah. Dalam bulan ramadhan salah satu doa yang selalu diulang-ulang setiap malam adalah allahumma inna nas’aluka ridhaka wa al-jannah Ya Allah sesungguhnya kami memohon rida dan surgamu.

Dua hal yang kita minta ridha dan surga, namun sering orang terlalu memperhatikan surga dan mengabaikan rida Allah, padahal syarat utama mendapatkan surga adalah ridha. Bagaimana mungkin mendapatkan surga bila ridha Allah tidak didapatkan, mungkinkah Tuhan memasukkan hamba-Nya dalam surga dengan “perasaan” marah?

Doa dalam jenis kedua, tidak lagi memikirkan pemberian atau ancaman Tuhan. Tetapi yang ia pikirkan bagaimana mendapatkan ridha Allah swt, bagaimana ia mendapatkan kasih sayang, cinta, ridha Tuhan, pemberian dan ancaman adalah persoalan kedua baginya.

Karena itu, doa mereka misalnya, “Aku berlindung kepadamu dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung kepada-Mu dari diri-Mu. Sifat egois dalam berdoa telah ia tinggalkan dari diri sendiri ke Tuhan.

Ketiga, doa yang merupakan bisikan cinta. Inilah puncak doa yang paling tinggi. Hanya sebagaian kecil yang bisa seperti ini. Dan doa-doa seperti ini diamalkan oleh para Nabi, auliya/kekasih Allah.

Baca Juga:  Rasulullah Menjunjung Tinggi Hak-hak Perempuan dalam Islam

Misalnya, doa Nabi Adam as, “Ya Allah, kami telah menganiaya diri kami, sekiranya engkau tidak mengampuni kami, tentu kami menjadi orang yang rugi. Isi doanya hanyalah pengaduan.

Doa Nabi Ayyub as ketika menderita sebuah penyakit. Ia berdoa, “Tuhanku, kesengsaraan menimpaku sekarang ini, sementara Engkau Maha Pengasih dari segala yang mengasihi. Doa Nabi ibrahim as, “Apabila aku sakit. Dialah yang memberikan kesembuhan.

Doa Nabi Zakariya, “Tuhanku, sungguh sudah rapuh tulangku, sudah berkilauan kepalaku dengan uban, tetapi aku belum pernah kecewa untuk berdoa kepada-Mu, Ya Tuhanku

Doa para nabi adalan doa pengaduan, rayuan, pujian terhadap sang kekasih, tidak ada kata perintah (fi’il amr). Oleh karena itu, jenis doa mana yang dipilih tergantung pada tingkatan kedewasaan manusia dalam berdoa.

Wallahu a’lam bis shawab

Muhammad Tahir A.