Urgensi Integrasi Ulang Sains dan Islam di Era Pandemi Corona

Urgensi Integrasi Ulang Sains dan Islam di Era Pandemi Corona

Pecihitam.org– Salah satu hambatan besar dalam menangani penyebaran infeksi virus Corona di Indonesia adalah rendahnya kedisiplinan sosial untuk melakukan jaga jarak (physical distancing). Salah satu yang mendorong sikap tidak disiplin seperti itu adalah adanya wacana keislaman dari sebagian kaum Muslim yang mengabaikan penjelasan-penjelasan ilmu pengetahuan (sains) dalam bersikap.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jika menelisik dari sisi sejarah, dalam perjalanan peradaban umat manusia sendiri memang sering terjadi benturan antara agama dengan sains. Mislanya, pada masa abad pertengahan Eropa, kelompok yang menolak penemuan sains dari Copernicus perihal matahari menjadi pusat alam semesta adalah kalangan Gereja Katolik.

Kemudian, situasi pertengkaran antara sains dengan agama model demikian itu tidak terjadi dalam sejarah peradaban Islam. Misalnya, pada masa kekaisaran Bani Abasiyah dan kekaisaran Islam di Andalusia (Spanyol), justru banyak meahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim dalam bidang sains alam maupun sosial-filsafat. Para ilmuwan-ilmuwan Muslim tersebut dalam mendalami sains justru didorong oleh motivasi teologis.

Bahkan tak sedikit dari intelektual Barat menilai bahwa para ilmuwan Muslim tersebut turut memiliki sumbangsih bagi munculnya abad pencerahan (renaisance) di Eropa. Para ilmuwan Muslim dianggap sebagai jembatan dari kebudayaan sains Yunani Kuno menuju peradaban Eropa modern.

Baca Juga:  Realitas Cinta Manusia dalam Sudut Pandang Sufistik

Namun, sumbangsih besar dari para ilmuwan Muslim zaman keemasan itu mengalami kemerosotan dalam situasi dunia Islam saat ini, khusunya di Indonesia. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa ada sebagian dari kaum Muslim yang memiliki pandangan keislaman yang mengabaikan sains.

Situasi-situasi kekinian itu nampaknya adalah sebuah kemunduran jika dikomparasikan dengan gemilangnya peradaban sains Islam di masa lampau. Kemunduran itu secara fundamental terletak pada absennya mereka dalam melibatkan ilmu pengetahuan (sains) untuk membaca situasi sosial kekinian.

Sebagaimana yang tampak dari fenomena pandemi Corona yang sedang menjadi problem dunia saat ini. Untuk memahamai seperti apa makhluk yang disebut virus Corona tersebut, sains menjadi kunci utama. Sains sebagai metode ilmiah yang terus-menerus melakukan telaah empiris dan obyektif atas sebuah persoalan, dapat membantu memberikan pemahaman yang tepat bagi kaum Muslim dalam bersikap menghadapi pandemi ini.

Misalnya, penjelasan sains perihal virus Corona dapat menyebar melalui droplet pengidap virus, memiliki implikasi etis supaya kaum Muslim dalam melakukan ritus peribadatannya untuk melakukan jaga jarak (physical distancing). Sikap keislaman yang didasari oleh sains ini menjadi hal yang penting bagi kaum Muslim saat ini.

Baca Juga:  Menyingkap Nalar Kelompok Pengaku Bela Agama

Adapun koneksi antara sains dengan sikap-sikap keislaman seperti ini disebut sebagai bentuk integrasi sains dan agama. Dalam kajian hubungan sains dan agama secara umum melihat fase integrasi ini adalah fase lanjutan dari fase-fase relasi sebelumnya yang sering mengalami konflik seperti yang telah dijelaskan di atas pada masa Gereja abad pertengahan Eropa.

Dalam sejarah Islam sendiri, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa sains dengan Islam memiliki hubungan yang integratif. Namun, pada situasi belakangan ini memang ada sebuah pembelokan sejarah yang dipicu karena problem kurangnya literasi teologis pada sebagian kaum Muslim.

Problem rendahnya literasi teologis itu tampak dari pemahaman mereka perihal kedudukan takdir Allah Swt. Misalnya mereka melihat bahwa infeksi virus Corona sebagai takdir Allah Swt dan menusia tak perlu melakukan apapun untuk mencegahnya. Menurut mereka, jika mereka tertular berarti demikian itu karena takdir semata.

Pemahaman seperti ini sangat problematik. Sebab, dalam teologi Sunni yang banyak dianut oleh kaum Muslim di Indonesia, meskipun takdir Allah Swt itu bersifat mutlak, namun manusia dituntut untuk senantiasa berikhtiar atau berusaha. Dalam konteks pandemi Corona ini adapun ikhtiarnya adalah dengan melakukan jaga jarak dari orang lain.

Baca Juga:  New Normal untuk Pondok Pesantren, Efektifkah?

Dari situ, sebenarnya teologi Sunni secara umum masih selaras dengan sains. Namun, yang terjadi pada sebagian kaum Muslim yang abai terhadap penjelasan sains dalam situasi pandemi saat ini adalah rendahnya pemahaman teologis mereka sehingga seolah-olah mengalami pertentangan dengan sains.

Maka dari itu, untuk menangani problem tersebut adalah perlunya pendalaman teologis lagi secara mendalam. Kemendalaman pemahaman teologi keislaman tersebut penting untuk menjadi pondasi mereka dalam menghidupkan ulang integrasi pemahaman keislaman mereka dengan sains modern, supaya dalam menghadapi situasi pandemi seperti saat ini dapat bersikap dengan tepat. Wallahua’lam.