Wabah Corona dan Overdosis Komentar Berbalut Agama

virus corona

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pecihitam.org – Peran media sosial kian menjadi primadona semua orang. Tidak peduli berilmu atau tidak, kaya atau miskin, asal mempunyai alat dan jaringan data pasti bisa menggunakannya. Namun kendalanya, arus informasi dari setiap pengguna tidak bisa dikendalikan.

Setiap pengguna berhak menyumbang opini atau membalas membalas opini orang lain. Tidak tau benar atau salah, asalkan punya paket lengkap untuk terhubung, dengan sendirinya informasi akan menyebar.

Apalagi mendapati permasalahan yang sedang menjadi pembicaraan, tentu banyak orang tergoda memberikan komentar. Hal ini akan menjadi masalah jika yang berkomentar bukan ahli dalam permasalahan tersebut. Sehingga tak jarang permasalahan menjadi semakin keruh dan tidak bisa dikendalikan.

Misalnya, orang yang berlatar agamawan tidak bisa berkomentar tentang virus, karena permasalahan virus berada pada wilayah kedokteran bukan agamawan. Tujuan komentar sendiri adalah memberikan tanggapan terhadap suatu permasalahan.

Baca Juga:  Wajah Terkini Arab Saudi dan Intrik Politik Keluarga Kerajaan

Namun sebelum itu ia harus berpikir terlebih dahulu, ilmu apa yang ia miliki dan bagaimana pengalamannya terhadap permasalahan yang serupa. Tanpa pemikiran dua hal itu, kualitas komentar akan menyalahi kualitas yang ada.

Sedangkan yang sering terjadi, ramai orang berkomentar karena tergoda akan kepopuleran. Dengan komentar yang ia unggah, semua orang akan melihat bagaimana kecerdasannya dalam menjawab permasalahan yang ada. Komentar itu akan menaikkan derajat sosialnya di mata masyarakat

Sehingga tak jarang kita menemukan belasan, ribuan, bahkan jutaan komentar yang sia-sia atau yang lebih parah menimbulkan kecemasan dan keresahan di masyarakat. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fatkhul Bari mengatakan:

من تكلم بغير فنه أتى بالعجائب

Baca Juga:  Gus Miftah Unggah Curhatan Sopir Bus Soal Virus Corona, Ini Isinya

“Barangsiapa yang berbicara tentang sesuatu yang bukan bidangnya, maka ia akan memunculkan banyak keanehan” (Fathul Bari 3/584)

Hal ini mengisyaratkan pentingnya menjaga lisan, dan dalam bermedia sosial lisan bisa diartikan sebagai jari tangan yang bebas mengetikkan sesuka hatinnya. Oleh karenanya, jika seseorang dirasa tidak berkompeten dalam suatu permasalahan, maka lebih baik ia diam dan mendengarkan

Karena hal itu bisa meminimalisir timbulnya permasalahan baru. Orang yang diam bukan berarti ia tidak berilmu namun ia sedang berusaha keras untuk menahan hawa nafsunya menggunakan ilmu yang dimilikinya. Bukankah menahan itu lebih berat dari berpendapat?

Oleh karenanya diam tidak bisa diartikan sebagai orang yang tidak mempunyai pandangan. Diam bisa menunjukkan kualitasnya sebagai orang yang berilmu, dia bisa menjaga lisannya, bisa menggunakan sesuai waktunya agar bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhan umat.

Baca Juga:  Ketika Gus Dur Membincangkan Pergolakan Pemikiran Islam Ahmad Wahib

Wallahua’lam

Muhammad Nur Faizi