Wahabisme dan Thaghutnya yang Menyesatkan

Wahabisme dan Thaghutnya yang Menyesatkan

PeciHitam.org Argumentasi mayoritas Ulama terkait istilah thaghut tidak terlepas dari sebutan sesembahan selain Allah SWT. Sesembahan tersebut bisa berupa patung pagan, berhala, menjadikan syaitan sebagai penolong, menjadikan selain Allah SWT sebagai sandaran beribadah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kiranya pendapat tersebut di utarakan para ahli tafsir, Ibnu Mandzur, Ibnu Jauzi. Ulama tafsir kenamaan, dalam tafsir At-Thabari menjelaskan bahwa Thaghut dalam al-Qur’an merujuk kepada pribadi bernama Ka’ab al-Asyraf dan Huyay bin Ahthab. Keduanya adalah musuh nyata Islam dalam bentuk manusia.

Dalam pandangan Rasyid Ridha, Thaghut adalah kekuatan atau dorongan jahat yang menguasai pikiran dan hati manusia. Tindakannya bisa berupa merasa dirinya selalu dalam kebenaran dan beranggapan pemikiran orang lain selalu salah. Pikiran khas orang khawarij yang banyak ditiru oleh gerakan ekstrimisme Islam.

Sedangkan thaghut dalam pandangan wahabisme merujuk pada pendapat Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengatakan bahwa thaghut adalah syaitan, iblis, pribadi yang ingin dikultuskan dan mengikuti atau bersandar hukum selain hukum Allah SWT.

Wahabisme dan Gerakan Purifikasi Radikal

Gerakan Wahabisme merupakan gerakan yang tumbuh dan berkembang di Kerajaan Daulah As-Su’udiyyah sekira abad ke-18 M. Gerakan ini mendapat sokongan politik dari penguasa Lokal Dinasti Su’udiyyah karena keduanya saling membutuhkan sokongan. Muhammad bin Abdul Wahab membutuhkan dukungan politik penguasa, dan Muhammad bin Su’ud membutuhkan legitimasi keagamaan.

Baca Juga:  Manhaj Salaf ala Wahabi Hanyalah Sebatas Pengakuan Sepihak Mereka Saja

Gerakan ini dimulai di Uyainah dan Dir’iyyah yang kemudian berkembang setelah sepeninggal Muhammad bin Abdul Wahab dalam kebangkitan Kerajaan Arab Saudi yang kedua.

Pola gerakan pertama Wahabi yaitu banyak memberantas yang mereka sebut bid’ah, syirik dan khurafat untuk diluruskan. Tindakannya adalah menghancurkan situs-situs Islam yang mereka anggap sebagai sarang syirik.

Gerakan ini mendapat legitimasi dalil yang mereka anggap sebagai suara kebenaran yaitu hadits dari Imam Muslim;

لَاتَدَعَتِمْثَالًاإِلَّاطَمَسْتَهُوَلَاقَبْرًامُشْرِفًاإِلَّاسَوَّيْتَهُ

Artinya; “Janganlah engkau membiarkan gambar kecuali engkau hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau ratakan” (HR Muslim)

Gerakan Wahabisme memang mendapatkan sokongan politik keluarga Ali Su’ud dengan menempatkan paham Wahabisme sebagai paham resmi Negara.

Bahkan penguasaan mereka di Kota Madinah sekira tanhun 1924, mereka berniat membongkar makam Rasulullah SAW dan akan diratakan dengan tanah. Pun sebelumnnya mereka sudah meratakan seluruh makam sahabat dan Ummul Mukminin tanpa bekas tanda.

Baca Juga:  Salah Fikir (salafi) Tentang Syirik, Wahabi Habiskan Situs Sejarah Islam

Wahabisme dan Thaghut

Merujuk gerakan purifikasi radikal yang digawangi oleh Muhammad bin Abdul Wahab serta keturunannya, menunjukan kepada kita betapa kelamnya tindakan menghancurkan situs Islam. pun pandangan mereka kepada umat Islam yang tidak sependapat maka akan dicap sebagai kufur, munafik atau pembela thaghut.

Angggapan mereka tentang Thaghut bisa tersemat ketika mengikuti peraturan selain dari Al-Qur’an dan Hadits. Maka warga Negara Indonesia yang mengakui Pancasila sebagai dasar Negara, UUD sebagai landasan Hukum Negara masuk dalam kategori Thaghut dan wajib diperangi.

Pandangan inilah yang kemudian dirawat oleh orang yang berkepentingan mengalihkan kekuasaan dengan cara tidak sah di Indonesia. Pandangan Muhammad bin Abdul Wahab harus mendapatkan perhatian lebih karena menggolongkan pengikut peraturan buatan manusia adalah kufur, munafik dan thaghut. Walaupun mereka beriman dan mengucapkan La Ilaha Illallah.

Politisasi agama yang digunakan gerakan wahabi dan pola gerakan turunan darinya banyak menimbulkan gesekan bahkan pertumpahan darah. Pertumpahan darah inilah yang sangat di hindari oleh para Ulama Nusantara karena Allah SWT tidak menyukai demikian.

Baca Juga:  Trinitas Tauhid ala Salafi-Wahabi Ternyata Bermasalah

Jika mau jujur dalam argumentasi, Indonesia adalah Negara perjanjian Agung yang  mana disana ada peran serta Ulama untuk menentukan alur Negara.

Pancasila adalah representasi semangat Religius dengan Nasionalisme. Semua orang yang mengkhianati perjanjian maka ada ancaman sebagaimana dalam hadits;

يُرْفَعُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ القِيَامَةِ يُقَالُ هَذِهِ غَدْرَةُ فُلاَنٍ

Artinya; “Diangkat bagi setiap orang yang ghodar bendera pada hari kiamat, dikatakan : “Inilah ghodarnya si fulan”

Makna ‘غَادِرٍ’ adalah orang yang mengkhianati janji, sebagaimana mengkhinati janjia agung para pendiri bangsa untuk bersatu memajukan bangsa dan Negara. Pendapat thaghutnya wahabi, tidak lebih dari gerakan politik untuk mencapai kekuasaan.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan