Bolehkah Wanita Menentukan Jumlah Mahar dalam Pernikahan?

Bolehkah Wanita Menentukan Jumlah Mahar dalam Pernikahan

Pecihitam.org – Meskipun mahar bukan bagian dari rukun nikah yang menentukan sah dan tidaknya sebuah pernikahan, mahar sejatinya adalah hak istri yang wajib dipenuhi oleh calon suami. Tapi, dalam hal ini bolehkah wanita menentukan jumlah mahar dalam sebuah pernikahan?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jumlah mahar atau mas kawin di Indonesia umunya berupa seperangkat alat shalat. Selain mukenah, sajadah, tasbih dan Al- Qur’an, uang atau emas adalah benda-benda yang melengkapi dan umum dijadikan sebagai mahar pernikahan.

Meskipun beberapa tahun belakangan ini bacaan dan hafalan Al-Quran bisa menjadi salah satu tren mas kawin yang banyak digunakan.

Mayoritas fuqaha’ berpendapat bahwa mahar atau mas kawin tidak termasuk rukun atau syarat dalam terjadinya akad nikah. Tapi, mahar adalah konsekuensi logis yang ditimbulkan dari akad nikah tersebut. Berikut penjelasannya:

  وَالْمَهْرُ لَيْسَ شَرْطًا فِي عَقْدِ الزَّوَاجِ وَلاَ رُكْنًا عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ ، وَإِنَّمَا هُوَ أَثَرٌ مِنْ آثَارِهِ الْمُتَرَتِّبَةِ عَلَيْهِ

“Menurut mayoritas fuqaha` mahar bukanlah salah satu syarat dalam akad nikah, bukan juga salah satu rukunnya. Tetapi mahar hanyalah merupakan salah satu konsekwensi logis yang timbul karena akad nikah tersebut.” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, cet ke-2, Kuwait-Dar as-Salasil, 1404 H-1427 H, juz, 24, h. 24)

Baca Juga:  Bagaimana Hukumnya Nikah Beda Agama? Ini Penjelasannya

Apabila mahar adalah konsekuensi logis yang timbul lantaran adanya akad nikah. Lantas, hak siapakah sebanarnya mahar itu dan bolehkah wanita yang menentukan jumlah mahar dalam pernikahan? Allah Swt berfirman dalam Surat An-Nisa’

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Artinya: “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa ayat 4)

Pemberian mahar seyogyanya adalah bentuk hadiah yang diberikan oleh calon suami kepada calon istri sebagai bentuk kesungguhan dalam pernikahan. Mas kawin bisa juga diartikan sebagai bentuk penghargaan untuk perempuan atas kerelaanya menjadi pendamping dari calon suami. Karena hadiah, maka suami bisa saja memberikan hadiah berdasarkan keinginannya dan kemampuannya.

Logika ini bisa dibalik bahwa karena mahar adalah hadiah, biasanya hadiah yang diberikan adalah sesuatu yang dibutuhkan atau diinginkan oleh orang si penerima hadiah. Tentang jenis dan jumlah mahar, ada banyak sekali hadis Nabi Muhammad Saw yang menjelaskan perihal ini. Salah satunya adalah hadis riwayat Imam Muslim tentang cerita Abdurrahman ibn Auf yang menikahi perempuan dengan mahar nuwah (biji emas), sebagaimana berikut ini:

Baca Juga:  Berapa Tebusan yang Harus Dibayar dalam Khulu'? Begini Pendapat Para Ulama

عن عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه: رآني رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلي بشاشة العرس. فقلت: تزوجت امرأة من الأنصار. فقال “كم أصدقتها؟ ” فقلت: نواة. وفي حديث إسحق: من ذهب.

Artinya: “Diceritakan dari Abdurrahman ibn ‘Auf r.a; Rasulullah dan Ali melihatku (memotong) kambing untuk pernikahan. Kemudian aku berkata; aku telah menikahi perempuan dari Kaum Anshar. Kemudian Nabi bertanya; berapa mahar yang engkau berikan? Aku menjawab; biji (sepotong). Dalam riwayat hadis Ishaq, biji dari emas.” (HR. Muslim)

Selanjutnya, Syekh Musa Syahin Lasyin dalam kitabnya Fathul Mun’im syarh Shahih Muslim menjelaskan intisari hadis di atas sebagai berikut:

وفي هذا الحديث أنه يجوز أن يكون الصداق قليلاً وكثيراً مما يتمول، إذا تراضى به الزوجان، لأن خاتم الحديد نهاية من القلة، وهذا مذهب الشافعي، وهو مذهب جماهير العلماء من السلف والخلف

Artinya: “Hadis ini menunjukkan bahwa mahar boleh berjumlah sedikit ataupun banyak sebagaimana yang memodali (memberikan), apabila keduanya (suami dan istri) menerima itu. Karena sesungguhnya cincin dari besi merupakan bentuk atau takaran jumlah mahar paling minimalis sebagaimana pendapat Imam Syafi’i, dan itu merupakan pendapat mayoritas ulama’ salaf dan khalaf.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, memberikan mahar sejatinya adalah tentang kemampuan dan keinginan. Kemampuan suami untuk memberikan hadiah terbaiknya untuk istri, yang menjadi pendamping hidup selamanya. Jika keinginan istri yang diwujudkan dalam bentuk terindah tentu dengan mempertimbangakan kemampuan suami.

Baca Juga:  Hukum Melihat Kemaluan Istri dalam Islam, Benarkah Menyebabkan Kebutaan?

Oleh sebab itu, perempuan terbaik adalah yang permintaannya tidak neko-neko dan tahu batas kemampuan calon suami. Pun laki-laki yang baik adalah yang memberikan mas kawin terbaiknya atau terbanyaknya sebagaimana yang ia mampu.

Dalam penentuan mahar, sebaiknya pihak perempuan bermusyawarah dengan bapaknya (wali) atau keluarganya. Maka, perempuan yang menentukan jumlah mahar dalam pernikahan boleh-boleh saja. Wallahu a’lam bisshawab!

Ayu Alfiah