Jika terdapat uang muka, maka pembiayaan atau perkreditan\njenis ini disebut dengan akad musyarakah mutanaqishah bi nihaayatit tamlik. Atau\nnama lainnya adalah akad ijarah muntahiyah bit tamlik, yaitu sebuah akad sewa\nguna usaha yang disertai dengan akhir berupa perpindahan kepemilikan sepenuhnya\nkepada pembeli. Ciri yang dibenarkan secara fiqih bila menjalankan akad ini\nadalah:<\/p>\n\n\n\n

1. Harga barang ditentukan di\nawal. Uang muka yang berasal dari pembeli dan\/atau berasal dari subsidi secara\ntidak langsung menjadi bagian dari modal\/saham pembeli terhadap aset.<\/li>
2. Besaran harga sewa\nditentukan di awal dan dibagi menurut porsi kepemilikan kedua pihak yang\nberserikat terhadap aset yang disewakan. <\/li>
3. Harga sewa semakin menurun\nseiring angsuran terhadap harga pokoknya. Dan apabila tidak ada penurunan harga\nsewa, maka akad musyarakahnya menjadi fasidah (rusak), sedangkan selisih\nuangnya bisa disebut sebagai riba.<\/li><\/ol>\n\n\n\n

   \u0648\u0644\u0627 \u064a\u062c\u0648\u0632 \u0623\u064a\u0636\u0627 \u0642\u0631\u0636 \u0646\u0642\u062f\u00a0 \u0623\u0648 \u063a\u064a\u0631\u0647 \u0625\u0646 \u0627\u0642\u062a\u0631\u0646 \u0628\u0634\u0631\u0637 \u0631\u062f \u0635\u062d\u064a\u062d \u0639\u0646 \u0645\u0643\u0633\u0631 \u0623\u0648 \u0631\u062f \u0632\u064a\u0627\u062f\u0629 \u0639\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0642\u062f\u0631 \u0627\u0644\u0645\u0642\u062f\u0631 \u0623\u0648 \u0631\u062f \u062c\u064a\u062f \u0639\u0646 \u0631\u062f\u0626 \u0623\u0648 \u063a\u064a\u0631 \u0630\u0644\u0643 \u0645\u0646 \u0643\u0644 \u0634\u0631\u0637 \u062c\u0631 \u0646\u0641\u0639\u0627 \u0644\u0644\u0645\u0642\u0631\u0636 \u0628\u0628\u0644\u062f \u0623\u062e\u0631 \u0623\u0648 \u0631\u0647\u0646\u0647 \u0628\u062f\u064a\u0646 \u0623\u062e\u0631 \u0641\u0625\u0646 \u0641\u0639\u0644 \u0641\u0633\u062f \u0627\u0644\u0639\u0642\u062f \u0644\u0623\u0646 \u0643\u0644 \u0642\u0631\u0636 \u062c\u0631 \u0646\u0641\u0639\u0627 \u0641\u0647\u0648 \u0631\u0628\u0627<\/strong><\/p>\n\n\n\n

   Artinya: \u201cTidak boleh hutang nuqud (emas\/perak) atau selainnya jika disertai dengan syarat pengembalian berupa barang bagus serta tidak pecah, atau tambahan takaran tertentu, atau mengembalikan berupa barang bagus dari barang jelek, dan seterusnya, termasuk semua syarat yang memberi manfaat tambahan kepada orang yang memberi hutang yang berada di negara lain (misal: beda kurs) atau gadai dengan hutang yang lain (agunan), maka jika dilakukan hal semacam ini (oleh muqridl), maka rusaklah akad, karena sesungguhnya setiap utang yang muqridl mengambil manfaat (dari pihak yang dihutangi) adalah sama dengan riba.\u201d (Lihat Muhammad bin Salim bin Said Babashil al-Syafi\u2019iy, Is\u2019adu al-Rafiq wa Bughyatu al-Shiddiq, Singapura: Al-Haramain, Tanpa Tahun, Juz: 1\/142)<\/em><\/p>\n\n\n\n

   2. Kredit dengan DP 0%<\/strong><\/h5>\n\n\n\n

   Bila tidak ada uang muka, maka akad pembiayaan seperti ini\ndisebut dengan akad bai\u2019 murabahah, yaitu jual beli dengan disertai tambahan\nkeuntungan bagi Lembaga Pembiayaan atau Lembaga Perkreditan. <\/p>\n\n\n\n

   Ciri praktik akad ini adalah:<\/p>\n\n\n\n

   1. Ketiadaan uang muka (down\npayment)<\/li>
   2. Harga barang ditentukan di\nmuka dan biasanya lebih mahal dari harga pembelian secara kontan<\/li>
   3. Cicilan pembayaran memiliki\njumlah tetap dari awal hingga akhir waktu angsuran.<\/li>
   4. Ada kesepakatan lama\nangsuran, misalnya diangsur 2 kali selama satu tahun, atau bahkan setiap bulan.\nSebab  besaran angsuran yang tetap, maka\njual beli bentuk ini sering diistilahkan dengan bai\u2019 taqshith, bai\u2019 muajjalan\natau bai\u2019 bi al-tsamani al-ajil. Semua akad tersebut hukumnya boleh dilakukan,\nkarena termasuk dalam jenis akad tabarru\u2019 dan ta\u2019awun (sosial).<\/li><\/ol>\n\n\n\n

      Sebagai kesimpulannya adalah bahwa jual beli secara kredit\nadalah diperbolehkan dalam syariat dengan syarat harga ditentukan di awal. KPR\ndan pembelian kendaraan bermotor dengan sistem kredit, tidaklah mengandung unsur\nriba jika mengikuti akad musyarakah muntahiyah bit tamlik atau bai\u2019 murabahah.\nJika jual beli kredit disertai dengan adanya DP sementara besaran angsuran\nadalah tetap (fixed) selama berlangsungnya masa cicilan angsuran, maka hal\ndemikian menandakan terdapat unsur riba di dalam akad jual beli tersebut.<\/p>\n\n\n\n

      Sebaiknya jika  punya\nkeinginan KPR atau kredit kendaraan bermotor, cermatilah terlebih dahulu akadnya.\nBila kesulitan, maka gunakanlah akad yang kedua yaitu bai\u2019 murabahah dengan\nciri cicilan tetap, karena lebih selamat dari sisi ribanya. Selanjutnya\npertimbangkan bahwa uang yang anda berikan kepada pihak developer atau dealer\ndi muka adalah sebagai \u201cangsuran pertama\u201d bukan sebagai \u201cmodal berserikat\u201d sebagaimana\npraktik akad musyarakah mutanaqishah.<\/p>\n\n\n\n

      Dengan cara ini, jika terjadi angsuran dengan jumlah yang tetap di belakangnya, anda tidak terkena hukum transaksi ribawi. Cara ini adalah solusi aman bagi anda yang ingin mengambil kredit \u00a0dari Lembaga Perkreditan Konvensional. Wallahua’lam Bisshawab.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

      Pecihitam.org – Jual beli kredit dalam istilah fiqih disebut dengan bai\u2018 taqsith. Adapun jual beli dengan bertempo disebut dengan istilah bai\u2019 bi al-tsamani al-ajil. Jual beli bertempo atau taqsith yang disertai dengan uang muka, disebut dengan istilah bai\u2019 urban. Semua yang diatas adalah jual beli bukan tunai (harga tunda). Hukum jual beli secara kredit ini […]<\/p>\n","protected":false},"author":14,"featured_media":12118,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691,2215],"tags":[2245,4704,4705,2211],"yoast_head":"\n