Pecihitam.org<\/strong> – Indonesia bukan negara agama, melainkan negara bertuhan. Hal ini menegaskan bahwa segenap warga negara dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus memastikan diri sebagai pemeluk suatu agama atau keyakinan tertentu yang percaya akan eksistensi Tuhan. Selain itu, sebagai negara bertuhan Indonesia diruh-napasi oleh agama-agama yang ada dengan tanpa menjadikan agama tertentu sebagai agama formal negara. <\/p>\n\n\n\n Dengan memilih bukan sebagai negara agama, Indonesia membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa pun, dan ini sejalan dengan spirit Islam bahwa persoalan keyakinan (agama) tidak bisa dipaksakan (la\u00e2 ikr\u00e2ha f\u00ee al-d\u00een)<\/em>. Sebab, jika Indonesia memformalkan satu agama tertentu, hal ini mengandaikan ada pemaksaan atas kebebasan memilih satu keyakinan agama terhadap warga negara.<\/p>\n\n\n\n Dengan demikian, formalisme agama sesungguhnya akan mempersempit agama itu sendiri melalui kaki-tangan kekuasaan (negara). Biarlah agama berjalan secara apa adanya, secara kultural bukan struktural.<\/p>\n\n\n\n Perbedaan atau prularitas dalam kehidupan tidak bisa dielakkan. Keberagaman bangsa, bahasa, suku, adat, tradisi, dan lain sebagainya merupakan aksiomatik karsa dan kuasa Tuhan. Tuhan Yang Maha Kuasa bisa saja menjadikan manusia sebagai umat yang satu; satu bangsa, satu bahasa, satu suku \u2013 yang homogen. Tapi nyatanya itu tidak terjadi.<\/p>\n\n\n\n Maka, mengakui keberagaman sebagai sunnatull\u00e2h<\/em> adalah bagian dari keimanan. Sebab ayat atau tanda kuasa Tuhan bukan hanya keterutusan Rasul atau Kitab Suci belaka. Segala eksistensi di langit dan di bumi merupakan ayat bahwa Tuhan adalah Maha Kuasa di atas segala-galanya. Dan, keberagaman yang tergelar di muka bumi adalah ujud sunnatull\u00e2h<\/em> itu sendiri.<\/p>\n\n\n\n Sepanggan-seperapian dengan prularitas, Indonesia dengan Pancasilanya secara gagah menjadi negara yang mampu menyulam keberagaman itu. Semboyan \u201cbhinneka tunggal ika\u201d yang tertera secara epik di pita besar pada burung Garuda Indonesia menjadi petanda bahwa perbedaan bukan menjadi alasan untuk hidup dalam satu rumah besar NKRI.<\/p>\n\n\n\n