Pecihitam.org<\/strong> – Perayaan Hari Santri Nasional tinggal menunggu hari, apa gerangan yang perlu dipersiapkan untuk menyambutnya? Apakah hari santri ini hanya sekedar euforia atau kesenangan belaka bagi para santri? Atau ada hal penting yang perlu diapresiasi. <\/p>\n\n\n\n Menurut saya, Perayaan Hari Santri Nasional yang akan jatuh pada 22 Oktober 2019 mendatang memiliki arti penting bagi segenap bangsa Indonesia. <\/p>\n\n\n\n Misalnya, khazanah pemikiran santri dapat menjadi modal kuat untuk menyebarkan kepada umat tentang pentingnya menjaga keseimbangan dalam beragama.<\/p>\n\n\n\n Penting juga disadari bahwa Hari Santri bukan hanya milik\norang-orang pesantren yang dalam sejarahnya berjasa dan ikut andil dalam\nmerebut dan menjaga kemerdekaan. Hari Santri adalah milik kita bersama, yakni\nmilik segenap masyarakat Indonesia. <\/p>\n\n\n\n Mereka yang tak pernah mondok juga jangan pernah berkecil hati, karena julukan \u201csantri\u201d sejatinya hanyalah identitas belaka bagi orang-orang yang berperilaku baik dan terpuji. <\/p>\n\n\n\n Seperti dawuhnya Gus Mus, santri bukan hanya mereka yang pernah tinggal di pesantren, siapapun yang memiliki akhlak dan perilaku seperti santri, maka dia adalah santri.<\/p>\n\n\n\n Kiranya, Hari Santri dapat menjadi pedoman dalam menjaga solidaritas\numat Islam, melestarikan kearifan budaya lokal, dan adanya usaha untuk menjawab\ntantangan-tantangan baru, khususnya soal kebangsaan. <\/p>\n\n\n\n Sebagai cagar budaya, peranan pesantren<\/a><\/strong> tidak bisa dipandang sebelah mata, pendidikan informal yang diberikan di lingkungan pesantren, juga menjadi pondasi bagi moralitas bangsa untuk terus menjaga eksistensi negara Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Perayaan hari santri adalah momen yang paling tepat untuk merespon\npersoalan kebangsaan dan keagamaan yang semakin kompleks. Apalagi, saat ini ada\nisu penting yang benar-benar meresahkan segenap masyarakat, yakni radikalisme,\nekstremisme, dan menjadikan agama untuk kepentingan politik.<\/p>\n\n\n\n Medan pergaulan wacana keislaman ini sudah semakin meluas seiring\nmenguatnya gerakan radikalisme, ekstremisme hingga ideologi Islam Transnasional\nseperti HTI dan ISIS yang semakin mendistorsi pemahaman keagamaan masyarakat Muslim\nIndonesia yang sebenarnya sangat lekat dengan nilai-nilai serta kearifan lokal.<\/p>\n\n\n\n Dalam konteks ini, pengarusutamaan pesantren sebagai sub-kultur\nperlu ditingkatkan dengan mendayagunakan kaum santri untuk turut dalam\nmengukuhkan identitasnya sebagai agen perubahan sosial kemasyarakatan.<\/p>\n\n\n\n Dengan berangkat dari tradisi Islam yang moderat, kaum santri dapat memperkenalkan suatu pemahaman keagamaan yang segar, otentik, dinamis, dan mampu mendamaikan dua kutub besar antara kecenderungan literalisme di satu sisi dan liberalisme<\/a> di sisi lain. Santri, dengan demikian, dapat menjadi jalan tengah bagi dua kutub pemikiran yang saling berlawanan.<\/p>\n\n\n\n Hari Santri juga memiliki arti penting dalam konteks sejarah kemerdekaan Indonesia. Tercatat, penetapan hari santri ini didasarkan resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy\u2019ari<\/a><\/strong>. Resolusi jihad ini kemudian melahirkan perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk menentang kedatangan sekutu dan penjajah.<\/p>\n\n\n\n