PeciHitam.org<\/strong> \u2013 Salah satu fenomena yang marak di Indonesia, utamanya Jawa, adalah pemakaian Primbon yang berisi banyak perhitungan tentang hari baik dan hari buruk. Sebenarnya, bagaimana hukum menghitung hari ini dalam pandangan Agama Islam?<\/p>\n

Banyak masyarakat yang hingga kini menyelenggarakan pernikahan, memulai menanam komoditas pangan, membangun rumah dan hajatan lain-lain bergantung pada perhitungan Primbon.<\/p>\n

Bila hasil hitungannya baik, maka hajatannya dilanjutkan. Namun bila hitungannya menghasilkan hasil buruk, maka dicarikan hari lain. Perhitungan semacam ini juga banyak didapati di budaya non-Islam, semisal budaya Tiongkok dengan Feng-Shui-nya.<\/p>\n

Bagaimanakah hukum menghitung hari baik dan buruk semacam ini bila dilihat dari kacamata tauhid? Apakah hal semacam ini berkonsekuensi pada kesyirikan (penyekutuan Allah) ataukah tidak?<\/p>\n

Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat. Namun pendapat yang kuat adalah penjelasan Imam Syafi\u2019i sebagaimana dinukil Syekh Burhanuddin bin Firkah berikut:<\/p>\n

\u0625\u0650\u0646 \u0643\u064e\u0627\u0646\u064e \u0627\u0644\u0645\u0646\u062c\u0645 \u064a\u064e\u0642\u064f\u0648\u0644 \u0648\u064a\u0639\u062a\u0642\u062f \u0623\u064e\u0646 \u0644\u064e\u0627 \u064a\u064f\u0624\u062b\u0631 \u0625\u0650\u0644\u0651\u064e\u0627 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0644\u064e\u0643\u0650\u0646 \u0623\u062c\u0652\u0631\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u062a\u064e\u0639\u064e\u0627\u0644\u064e\u0649 \u0627\u0644\u0652\u0639\u064e\u0627\u062f\u0629 \u0628\u0650\u0623\u064e\u0646\u0651\u064e\u0647\u064f \u064a\u064e\u0642\u0639 \u0643\u064e\u0630\u064e\u0627 \u0639\u0650\u0646\u0652\u062f \u0643\u064e\u0630\u064e\u0627 \u0648\u0627\u0644\u0645\u0624\u062b\u0631 \u0647\u064f\u0648\u064e \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0641\u064e\u0647\u064e\u0630\u064e\u0627 \u0639\u0646\u062f\u0649 \u0644\u064e\u0627 \u0628\u064e\u0623\u0652\u0633 \u0628\u0650\u0647\u0650 \u0648\u064e\u062d\u064e\u064a\u0652\u062b\u064f \u062c\u064e\u0627\u0621\u064e \u0627\u0644\u0630\u0651\u064e\u0645 \u064a\u0646\u0628\u063a\u0649 \u0623\u064e\u0646 \u064a\u062d\u0645\u0644 \u0639\u0644\u0649 \u0645\u0646 \u064a\u0639\u0652\u062a\u064e\u0642\u062f \u062a\u064e\u0623\u0652\u062b\u0650\u064a\u0631 \u0627\u0644\u0646\u0651\u064f\u062c\u064f\u0648\u0645 \u0648\u064e\u063a\u064e\u064a\u0631\u0647\u064e\u0627 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0652\u0645\u064e\u062e\u0652\u0644\u064f\u0648\u0642\u064e\u0627\u062a \u0627\u0646\u0652\u062a\u0647\u0649<\/strong><\/p>\n

\u201cApabila ahli nujum itu berkata dan meyakini bahwasanya tidak ada yang dapat memberi pengaruh [baik-buruk] selain Allah, hanya saja Allah menjadikan kebiasaan bahwa terjadi hal tertentu di waktu tertentu sedangkan yang dapat memberi pengaruh hanyalah Allah semata, maka ini menurutku tak mengapa. Celaan yang ada terhadap hal ini seyogyanya dibawakan dalam konteks apabila diyakini bahwa bintang-bintang itu atau makhluk lainnya bisa memberikan pengaruh [baik-buruk].\u201d (Tajuddin as-Subki,\u00a0Thabaq\u00e2t as-Sy\u00e2fi\u2019iyah al-Kubr\u00e2, juz II, halaman 102)<\/p>\n

Sebagian ulama lain, di antaranya adalah Syekh Kamaluddin bin Zamlakani, mengharamkan hal ini secara mutlak sebab memang sepintas menuju pada kesyirikan. Perhitungan waktu baik-buruk ini biasanya diyakini sebagai ramalan yang pasti terjadi di masyarakat sehingga seolah meyakini bahwa bintang-bintang, atau tanda-tanda apapun dapat memberikan pengaruh baik atau buruk dengan sendirinya.<\/p>\n

Hal seperti ini jelas kesyirikan. Namun, menurut analisis Imam as-Subki, pandangan menggeneralisir semacam ini tidak tepat. Beliau menyangka bahwa Syekh Kamaluddin bin Zamlakani tidak membaca uraian Imam Syafi\u2019i<\/a><\/strong> yang memperincinya sebagaimana di atas. (Tajuddin as-Subki, Thabaq\u00e2t as-Sy\u00e2fi\u2019iyah al-Kubr\u00e2, juz II, halaman 102)<\/p>\n

Hanya saja, harus diakui bahwa praktek semacam ini beresiko pada ketergelinciran dalam hal aqidah. Para ahli nujum, yang biasanya merumuskan perhitungan seperti ini, banyak yang tidak paham soal aqidah sehingga para ulama senantiasa memperingatkan agar tidak mendatangi atau mempercayai mereka. Syekh Taqiyuddin al-Hishni menjelaskan:<\/p>\n

\u0627\u0644\u0645\u0646\u062c\u0645 \u0641\u064a \u0639\u0631\u0641 \u0627\u0644\u0646\u0627\u0633 \u0643\u0647\u0624\u0644\u0627\u0621 \u0627\u0644\u0630\u064a\u0646 \u064a\u0636\u0631\u0628\u0648\u0646 \u0628\u0627\u0644\u0631\u0645\u0644 \u0641\u0625\u0646\u0647\u0645 \u0641\u0633\u0642\u0629 \u0648\u0645\u0646\u0647\u0645 \u0645\u0646 \u064a\u0643\u0648\u0646 \u0633\u064a\u0649\u0621 \u0627\u0644\u0627\u0639\u062a\u0642\u0627\u062f \u0648\u0647\u0648 \u0632\u0646\u062f\u064a\u0642 \u0643\u0627\u0641\u0631 \u0648\u0642\u062f \u0635\u062d \u0639\u0646 \u0631\u0633\u0648\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0635\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648 \u0633\u0644\u0645 \u0623\u0646\u0647 \u0642\u0627\u0644 \u0645\u0646 \u0623\u062a\u0649 \u0639\u0631\u0627\u0641\u0627 \u0644\u0645 \u062a\u0642\u0628\u0644 \u0644\u0647 \u0635\u0644\u0627\u0629 \u0623\u0631\u0628\u0639\u064a\u0646 \u064a\u0648\u0645\u0627<\/strong><\/p>\n

\u201cPara ahli nujum dalam kebiasaan yang ada di masyarakat, seperti orang-orang yang mengundi nasib dengan kerikil, adalah orang-orang fasik. Sebagian mereka ada yang aqidahnya buruk, dia yang demkian adalah zindiq dan kafir. Padahal telah sahih dari Nabi Muhammad \ufdfa bahwa beliau bersabda: Siapa yang mendatangi tukang ramal, maka tak diterima shalatnya selama empat puluh hari.\u201d (Taqiyuddin al-Hishni ,\u00a0Kif\u00e2yat al-Akhy\u00e2r, halaman 138)<\/p>\n

Dari nukilan di atas dapat dilihat bahwa Syekh Taqiyuddin al-Hishni tidak memutlakkan semua ahli nujum sebagai orang yang pasti salah, namun beliau melihat realita yang ada di masyarakat bahwa sebagian besar dari mereka adalah orang fasik (ahli maksiat) dan sebagian lagi bahkan ada yang aqidahnya bermasalah, seperti yang disinggung Imam Syafi\u2019i di atas.<\/p>\n

Dengan demikian, maka perlu ketelitian dan kecermatan untuk menjatuhkan vonis syirik atau lain sebagainya kepada masyarakat yang meyakini perhitungan seperti ini. Namun secara garis besar, tindakan semacam ini sebaiknya dijauhi.\u00a0Wallahu a’lam.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

PeciHitam.org \u2013 Salah satu fenomena yang marak di Indonesia, utamanya Jawa, adalah pemakaian Primbon yang berisi banyak perhitungan tentang hari baik dan hari buruk. Sebenarnya, bagaimana hukum menghitung hari ini dalam pandangan Agama Islam? Banyak masyarakat yang hingga kini menyelenggarakan pernikahan, memulai menanam komoditas pangan, membangun rumah dan hajatan lain-lain bergantung pada perhitungan Primbon. Bila […]<\/p>\n","protected":false},"author":16,"featured_media":13765,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691],"tags":[5058],"yoast_head":"\n