Pecihitam.org –<\/strong> Pada tulisan sebelumnya telah dibahas tentang niat sebagai rukun shalat pertama<\/a>. Maka tulisan kali ini akan membahas tentang rukun yang kedua, yakni takbiratul ihram, tepatnya mengenai tata cara takbiratul ihram sebagaimana dirumuskan oleh para fuqaha’.<\/p>\n\n\n\n

Sebelum itu, perlu disampaikan memang terdapat perbedaan ulama dalam penyebutan urutan rukun shalat. Ada yang menyebut takbiratul ihram sebagai rukun ketiga, sedangkan rukun kedua adalah berdiri bagi yang mampu.<\/em> Urutan seperti ini bisa ditemui misalnya dalam Kifayatul Akhyar<\/a>.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Penulis menyebut takbiratul ihram sebagai rukun kedua dalam artikel ini dalam rangka mengikuti format yang dipakai Sayyid Abu Bakar Syatha’ <\/a> dalam I’anatut Thalibin<\/a><\/em>. Hemat beliau, takbiratul ihram dihitung sebagai rukun kedua karena niat dan takbiratul ihram merupakan sama-sama rukun yang mutlak baik dalam shalat fardlu maupun shalat sunnah.<\/p>\n\n\n\n

Berbeda dengan berdiri bagi yang mampu, <\/em>yang hanya rukun dalam shalat fardlu. Sedangkan dalam shalat sunnah bukan rukun. Artinya sekalipun mampu untuk berdiri, shalat sunnah tetap sah jika dilakukan dengan duduk misalnya.<\/p>\n\n\n\n

Takbiratul ihram merupakan rukun qauli <\/em>pertama yang dilakukan oleh orang yang melakukan shalat. Dengan takbiratul ihram seseorang telah masuk dalam rangkaian amaliah shalat, sehingga diharamkan melakukan apa pun yang bisa membatalkannya. <\/p>\n\n\n\n

Inilah sebabnya takbir yang diucapkan paling awal dalam amaliah shalat ini disebut sebagai takbiratul ihram, yang berarti takbir yang mengharamkan atau melarang orang yang shalat melakukan apa pun selain gerakan dan ucapan shalat.<\/p>\n\n\n\n

Ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW<\/a> yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, Al-Hakim dan perawi lainnya sebagaimana dikutip Syaikh Taqiyyuddin Al-Hishny <\/a>dalam Kifayatul Akhyar <\/em>Juz I halaman 104<\/p>\n\n\n\n

\u0645\u0650\u0641\u0652\u062a\u064e\u0627\u062d\u064f \u0627\u0644\u0635\u0651\u064e\u0644\u0627\u064e\u0629\u0650 \u0627\u0644\u0637\u0651\u064f\u0647\u064f\u0648\u0631\u064f\u060c \u0648\u064e\u062a\u064e\u062d\u0652\u0631\u0650\u064a\u0645\u064f\u0647\u064e\u0627 \u0627\u0644\u062a\u0651\u064e\u0643\u0652\u0628\u0650\u064a\u0631\u064f\u060c \u0648\u064e\u062a\u064e\u062d\u0652\u0644\u0650\u064a\u0644\u064f\u0647\u064e\u0627 \u0627\u0644\u062a\u0651\u064e\u0633\u0652\u0644\u0650\u064a\u0645\u064f<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cKuncinya shalat adalah suci, tahrimnya (yang mengharamkan melakukan apa pun) adalah takbir, dan tahlilnya (yang menghalalkan melakukan apa pun) adalah salam.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

Seperti halnya amliah shalat lainnya, sebagai bagian dari ibadah tentunya pelaksanaan takbiratul ihram tidak asal diucapkan. Ada ketentuan dan kaifiyat atau cara takbiratul ihram yang kudu dipatuhi oleh orang yang melaksanakan shalat.<\/p>\n\n\n\n

Salah salah, takbiratul ihramnya bisa rusak dan pada akhirnya berimbas pada tidak sahnya shalat yang dilakukan. <\/p>\n\n\n\n

Berikut kami nukil tentang tata cara takbiratul ihram yang kami rangkum dari apa yang disajikan dalam Kifayatul Akhyar <\/em>Juz I halaman 104 -105<\/p>\n\n\n\n

Di sana dijelaskan bahwa takbiratul ihram haruslah dengan kalimat: <\/p>\n\n\n\n

\u0627\u0644\u0644\u0647\u064f \u0623\u064e\u0643\u0652\u0628\u064e\u0631\u064f<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cAll\u00e2hu Akbar\u201d<\/strong><\/em><\/p>\n\n\n\n

Dalam praktiknya, pelafalan kalimat takbiratul ihram harus mencakup beberapa kriteria berikut<\/p>\n\n\n\n

Pertama<\/em>, saat mengucapkan takbiratul ihram harus sudah dalam posisi berdiri. Bila pengucapannya dilakukan di tengah-tengah proses hendak berdiri maka shalatnya tidak sah.<\/p>\n\n\n\n

Kedua<\/em>, saat melafadzkannya takbiratul ihram dalam posisi menghadap kiblat. Jika melafadzkannya takbiratul ihram sementara orang yang shalat masih dalam posisi menghadapi kiblat, maka takbiratul ihramnya salah yang berarti shalatnya juga tidak sah. <\/p>\n\n\n\n

Ketiga<\/em>, menggunakan bahasa Arab. Tapi bagi mereka yang tidak bisa melafadzkan menggunakan bahasa Arab serta tidak memungkinkan untuk mempelajari pada saat itu, dalam kondisi demikian diperbolehkan untuk bertakbiratul ihram menggunakan bahasa lain dengan mengucapkan makna dari kalimat Allahu Akbar<\/em>. Namun setelah itu tetap berkewajiban untuk mempelajari takbiratul ihram dengan bahasa Arab.<\/p>\n\n\n\n

Keempat<\/em>, Pelafalan kalimat Allahu Akbar <\/em>setiap hurufnya harus bisa didengar setidaknya oleh dirinya sendiri dengan catatan kondisi pendengarannya dalam keadaan sehat. <\/p>\n\n\n\n

Jika yang terdengar hanya kalimat Allahu<\/em> saja, sedangkan kalimat Akbar<\/em>-nya tidak terdengar walaupun kedua bibirnya bergerak melafadzkannya, maka takbir tersebut tidak sah. Karena dalam hal ini yang menjadi ukuran bukan melafadzkannya tapi terdengarnya kalimat tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Kelima<\/em>, Pelafalan takbiratul ihram harus bersamaan dengan niat melakukan shalat yang dibesitkan dalam hati.<\/p>\n\n\n\n

Apa yang disampaikan di atas adalah standar minimal dalam takbiratul ihram. Jika ingin mendapatkan kesempurnaan, maka penting juga diperhatikan sunnah-sunna saat takbiratul ihram berupa 1). mengangkat kedua tangan; 2). menghadapkan kedua telapak tangan ke arah kiblat; <\/p>\n\n\n\n

3). merenggangkan jari jemari; 4). bagian bawah telapak tangan sejajar bahu; 5). ibu jari sejar dengan telinga; 6). menundukkan kepala; 7). pandangan mata tertuju ke tempat sujud; 8). bersamaan antara mulainya kalimat takbiratul ihram dengan mulainya mengangkat tangan, juga bersamaan antara akhir kalimat takbiratul ihram dengan turunnya tangan.<\/p>\n\n\n\n

Demikian tu lisan ini. Semoga menjadi bekal untuk kita melakukan tata cara takbiratul ihram dengan benar dalam setiap shalat kita.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Pada tulisan sebelumnya telah dibahas tentang niat sebagai rukun shalat pertama. Maka tulisan kali ini akan membahas tentang rukun yang kedua, yakni takbiratul ihram, tepatnya mengenai tata cara takbiratul ihram sebagaimana dirumuskan oleh para fuqaha’. Sebelum itu, perlu disampaikan memang terdapat perbedaan ulama dalam penyebutan urutan rukun shalat. Ada yang menyebut takbiratul ihram […]<\/p>\n","protected":false},"author":38,"featured_media":14252,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691,1695],"tags":[3431,5137],"yoast_head":"\n