Pecihitam.org<\/strong> – Hak asuh anak sering menjadi masalah yang kontroversial di negara ini, padahal islam telah mengatur masalah ini dengan rapi, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Dalam istilah ilmu fiqih dikenal dengan sebutan Hadhanah <\/em>yang berarti pemeliharaan anak.<\/p>\n\n\n\n Dalam buku Fiqih Empat Madzhab<\/em>\nkarya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, disebutkan para ulama telah\nbersepakat bahwa hak asuh anak ada ditangan ibunya selama ia belum bersuami\nlagi. Apabila si ibu telah bersuami lagi dan sudah disetubui oleh suaminya yang\nbaru baru maka gugurlah hak asuh atas dirinya. <\/p>\n\n\n\n Namun jika si ibu tersebut\nditalak bain oleh suami yang baru, maka para ulama berbeda pendapat. Menurut\npendapat Imam Hanafi, Syafi\u2019i, dan Hambali, hak asuh anak tersebut kembali pada\nibunya. Menurut Imam Maliki hak asuh tersebut tidak kembali pada ibunya.<\/p>\n\n\n\n Para ulama juga berbeda pendapat\nmengenai suami istri yang bercerai, sedangkan mereka mempunyai anak. Lalu\nsiapakah yang lebih berhak mendapatkan hak asuh anak?<\/p>\n\n\n\n Menurut pendapat Madzhab Hanafi dalam salah satu riwayatnya, ibu lebih berhak atas anaknya hingga anak itu besar dan dapat berdiri sendiri dalam memenuhi keperluan makan, minum, pakaian, beristinja\u2019, dan berwudhu. Setelah itu bapaknya lebih berhak mengasuh anaknya, namun jika si anak perempuan maka ibu yang lebih berhak atasnya.<\/p>\n\n\n\n Imam Malik berpendapat ibu lebih\nberhak mengasuh anak perempuan nya hingga dia menikah dengan seorang laki laki\ndan sudah disetubuhi. Untuk anak laki-laki juga lebih berhak diasuh ibunya\nhingga anak itu dewasa.<\/p>\n\n\n\n