Para guru Ibnu Jarir Ath-Thabari sebagaimana disebutkan Adz-Dzahabi yaitu:<\/p>\n\n\n\n

1. Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Asy-Syawarib.<\/li>
2. Ismail bin Musa As-Sanadi, Ishaq bin Abi Israel.<\/li>
3. Muhammad bin Abi Ma\u2019syar.<\/li>
4. Muhammad bin Hamid Ar-Razi, Ahmad bin Mani\u2019.<\/li>
5. Abu Kuraib Muhammad bin Abd Al-A\u2019la Ash-Shan\u2019ani.<\/li>
6. Muhammad bin Al-Mutsanna, Sufyan bin Waqi\u2019.<\/li>
7. Fadhl bin Ash-Shabbah, Abdah bin Abdullah Ash-Shaffar, dll.
   <\/li><\/ol>\n\n\n\n

   Sedangkan muridnya yaitu:<\/p>\n\n\n\n

   1. Abu Syuaib bin Al-Hasan Al-Harrani.<\/li>
   2. Abul Qasim Ath-Thabarani.<\/li>
   3. Ahmad bin Kamil Al-Qadhi.<\/li>
   4. Abu Bakar Asy-Syafi\u2019I.<\/li>
   5. Abu Ahmad Ibnu Adi.<\/li>
   6. Mukhallad bin Ja\u2019far Al-Baqrahi.<\/li>
   7. Abu Muhammad Ibnu Zaid Al-Qadhi.<\/li>
   8. Ahmad bin Al-Qasim Al-Khasysyab.<\/li>
   9. Abu Amr Muhammad bin Ahmad bin Hamdan.<\/li>
   10. Abu Ja\u2019far bin Ahmad bin Ali Al-Katib.<\/li>
   11. Abdul Ghaffar bin Ubaidillah Al-Hudhaibi.<\/li>
   12. Abu Al-Mufadhadhal Muhammad bin Abdillah Asy-Syaibani.<\/li>
   13. Mu\u2019alla bin Said, dll.<\/li><\/ol>\n\n\n\n

       Ahli Sejarah<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

       Ibnu Jarir At-Thabari dikenal juga sebagai sejawan muslim yang sangat populer, kalau dibandingakna dengan ahli hadits sama terkenalnya dengan Bukhari dan Muslim. Dalam menulis sejarah Al-Thabari mempunyai metode-motode yang sangat unik. Inilah yang membedakan dia dengan sejarawan-sejarawan yang lain baik sejarawan sebelumnya maupun sesudahnya.<\/p>\n\n\n\n

       Hal-hal yang berkenaan dengan metode penulisan sejarah Al-Thabari adalah:<\/p>\n\n\n\n

       1. Berdasarkan kepada Riwayat
          \nDalam hal ini dia berpendapat bahwa sejarawan tidak otentik apabila hanya bersandar kepada logika dan kias. Di dalam muqodimah kitab sejarahnya ia berkata : \u201c Hendaknya para pembaca mengetahui bahwa semua informasi yang disajikan di dalam kitab ini adalah informasi yang aku peroleh\/terima\/dengar dari perawinya langsung, dan aku tidak menyandarkannya kepada alasan-alasan logika, kecuali sangat sedikit.\u201d
          \nKarena disandarkan hanya kepada perawinya, maka di dalam kitabnya banyak ditemukan informasi yang berbeda-beda tentang peristiwa yang sama. Dalam hal ini, al-Thabari sendiri membiarkan para pembaca untuk menyeleksi, menilai, dan memilih informasi-informasi yang disajikan itu. <\/li>
       2. Sangat Memperhatikan Sanad
          \nInformasi yang disajikan dalam kitabnya disertai peyebutan perawi dan sanadnya sehingga sampai kepada tangan pertama. Sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli hadits dalam meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah Saw.
          \nAkan tetapi, dibagian akhir bukunya, terlihat bahwa dia tidak begitu ketat kepada sanad ini, seperti tidak lagi menyebut nama sumber pengambilan informasi. Ahmad Muhammad Hufi berpendapat bahwa sebab tidak ketatnya al-Thabari dalam menyebutkan perawi dan sanad dalam informasi-informasi yang tertuang dalam bukunya pada bagian akhir itu adalah karena informasi-informasi yang disajikan itu dapat menimbulkan kemurkaan penguasa.Oleh karena itu, al-Thabari berupaya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap sumber informasi tersebut. <\/li>
       3. Sistematika penulisannya bersifat kronologi berdasarkan tahun (hawliyat, annalistic form).
          \nPada bagian bukunya yang menyajikan informasi sejarah sebelum Islam, peristiwa-peristiwa itu tidak disusun berdasarkan tahun, karena hal itu di luar kemampuannya. Bagian ini dimulainya dengan penciptaan Adam, kemudian Nabi-nabi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa masing-masing, kemudian raja-raja yang semasa dengan para nabi itu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa mereka, dan kemudian dia menyebut tentang umat-umat yang tumbuh setelah para nabi itu, sampai masa kelahiran islam.
          \nKemudian pada bagian yang menyajikan peristiwa-peristiwa sejarah setelah kedatangan Islam, sistematika penulisannya dilakukan berdasarkan tahun demi tahun, sejak awal sejarahnya Nabi Muhammad ke Madinah sampai tahun 302 H. pada setiap tahun disajikannya peristiwa-peristiwa yang pantas disajikan.<\/li>
       4. Informasi yang umum
          \nInformasi-informasi sejarah yang tidak ada hubungannya dengan waktu tertentu, ditulis sendiri secara tematik. Misalnya, setelah membicarakan peristiwa-peristiwa pada masa pemerintahan khalifah tertentu, setelah itu dia membicarakan sifat-sifat, akhlak, dan keistimewaan-keistimewaan khalifah bersangkutan. <\/li>
       5. Menyajikan juga teks-teks sastra (syair)
          \nAt-Thabari banyak juga menuliskan teks-teks, sastra, syair, khitobah, surat-surat, dan perbincangan-perbincangan pada peristiwa-peristiwa sejarah. Hal ini beliau meniru para sejarawan dan satrawan sebelumnya. Kajian sejarah kitab ini berhenti pada tahun 320 H (915 M) dilanjutkan oleh para sejarawan sesudahnya.<\/li><\/ol>\n\n\n\n

          Karya-Karya Imam Ath-Thabari<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

          1. Kitab Adabul Qodho\u2019 ( Al Hukkam) <\/li>
          2. Kitab Adabul Manasik<\/li>
          3. Kitab Adab an-Nufuus<\/li>
          4. Kitab Syarai\u2019al-Islam<\/li>
          5. Kitab Ikhtilaful Ulama\u2019 atau Ikhtilaful Fuqoha\u2019 atau Ikhtilafu Ulama\u2019il Amshor fie Akhkami Syaroi\u2019il Islam.<\/li>
          6. Kitab Al Basith, tentang kitab ini beliau Imam Adz Dzahabi berkata: \u201cPembahasan pertama adalah tentang thoharoh, dan semua kitab itu berjumlah 1500 lembar.<\/li>
          7. Kitab Tarikhul Umam wal Muluk (Tarikhul Rusul wal Muluk)<\/li>
          8. Kitab Tarikhul Rijal minas Shahabah wat Tabi\u2019in.<\/li>
          9. Kitab at-Tabshir.<\/li>
          10. Kitab Tahdzib Atsar wa Tafsiilust Tsabit \u2018Ani Rasulullah Saw Minal Akhbar. Az-Dzahabi ketika mengomentari kitab ini mengatakan bahwa kitab ini termasuk salah satu kitab istimewanya Ibnu jarir, dimulai dengan sanad yang shadiq, lalu bebicara pada Ilal, thuruq dan fiqih hadits, ikhtiklaf ulama serta hujjah mereka, dalam kitab ini juga disebutkan makna-makna asing serta bantahan kepada Mulhiddin, kitab ini menjadi lebih sempurna lagi dengan adanya sanad al-Asyrah, Ahlu al-Bait, al-Mawali dan beberapa sanad dari Ibnu Abbas, dan kitab ini belum selesai pada akhir kematiaannya, lalu ia mengatakan: jika saja kitab ini dkteruskan, niscaya bisa sampai beratus-ratus jilid.<\/li>
          11. Kitab Al Jaami\u2019 fiel Qira\u2019at<\/li>
          12. Kitab Haditsul Yaman<\/li>
          13. Kitab Ar Rad \u2018Ala Ibni \u2018Abdil Hakim<\/li>
          14. Kitab az- Zakat<\/li>
          15. Kitab Al \u2018Aqidah<\/li>
          16. Kitabul fadhail<\/li>
          17. Kitab Fadhail Ali Ibni Thalib<\/li>
          18. Kitab Mukhtashar Al Faraidz<\/li>
          19. Kitab Al Washaya, Dan masih banyak lagi kitab-kitab beliau yang tidak di sebutkan disini.<\/li><\/ol>\n\n\n\n

              Akhir Hayatnya<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

              Ahmad bin Kamil berkata, \u201cIbnu Jarir Ath-Thabari meninggal pada waktu sore, dua hari sisa bulan Syawal tahun 310 Hijriyah. Beliau dimakamkan di rumahnya, di mihrab Ya\u2019qub, Baghdad.\u201d<\/p>\n\n\n\n

              Abu Muhammad Al Farghani (salah seorang murid Ibnu Jarir) mengatakan Abu Bakr Ad-Dinawari berkisah bahwa ketika tiba waktu salat dhuhur pada hari meninggalnya beliau yaitu hari senin, Ibnu Jarir meminta air untuk memperbarui wudhunya. Lalu ada yang berkata kepadanya, “Sebaiknya anda mengakhirkan salat dhuhur dan menjamaknya dengan salat Ashar”.<\/p>\n\n\n\n

              Namun beliau menolak dan mengerjakan salat dhuhur sendiri pada awal waktunya. Demikian halnya salat Ashar beliau kerjakan pada waktunya dengan tata cara salat yang sempurna dan baik.<\/p>\n\n\n\n

              Tatkala Ibnu Jarir akan meninggal dunia, ada beberapa orang yang yang berada di samping beliau dan di antaranya adalah Abu Bakr bin Kamil. Saat itu ada yang bertanya kepada beliau sebelum menghembuskan nafas yang terakhir. “Wahai Abu Ja’far, anda adalah hujjah antara kami dan Allah pada urusan agama kami. Apakah ada sesuatu yang hendak anda wasiatkan kepada kami terkait dengan urusan agama kami atau suatu keterangan yang kami mengharapkan keselamatan dengannya?”<\/p>\n\n\n\n

              Beliau pun menjawab, “Yang aku beribadah kepada Allah dengannya dan aku wasiatkan kepada kaian adalah apa yang aku ikaarkan dalam kitab-kitabku, maka amalkanlah”.<\/p>\n\n\n\n

              Kemudian setelah itu, beliau pun meninggal. semoga Allah merahmati beliau dan membalas kebaikan-kebaikannya. Wallahua\u2019lam Bisshawab.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

              Pecihitam.org – Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir At-Thabari atau lebih dikenal dengan Ibnu Jarir at Thabari. Adz Dzahabi mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam, mujtahid, ulama di masanya, dan sang pemilik karya tulis yang sangat indah. Beliau dilahirkan pada tahun 224 H (839 M) di Thabaristan tepatnya di Kota Amul. […]<\/p>\n","protected":false},"author":14,"featured_media":15287,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[12,16],"tags":[5358,4172,5357],"yoast_head":"\n