Keduanya\nsama-sama menggunakan air namun cara penyuciannya yang berbeda yaitu kencing\nanak laki-laki cukup diperciki pada tempat atau pakaian yang terkena kencing.<\/p>\n\n\n\n

Ummu Qois binti\nMihshon menjelaskan dalam hadits lain bahwa ketika ia datang dengan anak\nlaki-lakinya yang masih kecil dan anaknya tersebut belum mengonsumsi makanan,\nia membawa anaknya kepada Rasulullah SAW kemudian Beliau mendudukkan anak\ntersebut di pangkuan dan ternyata kencing di pakaian Rasulullah SAW.<\/p>\n\n\n\n

Beliau lantas\nmeminta diambilkan air dan memercikkan bekas kencing tersebut tanpa mencucinya\nsedangkan kencing bayi perempuan tetap dicuci seperti halnya kencing pada\numumnya. (HR. Bukhari: 223 dan Muslim: 287)<\/p>\n\n\n\n

• Anak\nlaki-laki yang kencingnya diperciki ialah yang belum mengonsumsi makanan.<\/li><\/ul>\n\n\n\n

  Syekh Muhammad\nAl-\u2018Utsaimin menjelaskan yang maksudnya ialah bukan sama sekali karena ketika\nlahirpun sudah diberi obat, gula ataupun ditahnik dengan kurma namun jika bayi sudah\nmengonsumsi makanan secara rutin walaupun kadang masih mengonsumsi ASI, tetap\nkencingnya dianggap sebagaimana kencing orang dewasa yang harus dicuci, tidak\ncukup diperciki. (Lihat: Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram, 1:214)<\/p>\n\n\n\n

  Imam Nawawi menjelaskan\nbahwa kencing bayi laki-laki boleh hanya diperciki ketika masih menyusui dan\njika sudah mengonsumsi makanan sebagai kebutuhan pokoknya maka kencing tersebut\nwajib dicuci. (Lihat: Syarh Shahih Muslim, 3:174)<\/p>\n\n\n\n

  • Kencing\nbayi laki-laki diperlakukan berbeda dengan bayi perempuan karena ada alasannya.<\/li><\/ul>\n\n\n\n

    Alasannya\nialah, pertama karena bayi laki-laki lebih sering dimomong maka kemungkinan\nsering kencing ada sehingga diperingan dengan cukup diperciki dan tidak dicuci<\/p>\n\n\n\n

    Yang kedua\nyaitu bayi laki-laki tidak hanya kencing di satu tempat saja namun bisa\nberpindah-pindah berbeda dengan kencing bayi perempuan.<\/p>\n\n\n\n

    • Hadits\ntersebut tidak menunjukkan bahwa kencing bayi laki-laki tidak najis.<\/li><\/ul>\n\n\n\n

      Kencing\ntersebut tetaplah najis tetapi hanya cara penyuciannya saja yang berbeda sebagaimana\npenjelasan Imam Nawawi bahwa sebagian ulama Syafi\u2019iyah menukil adanya ijma\u2019\ntentang najisnya kencing bayi laki-laki dan para ulama tidak berbeda pendapat akan\nhal tersebut selain Daud Azh-Zhahiri. (Lihat: Syarh Shahih Muslim, 3:173)<\/p>\n\n\n\n

      • Hadits\ntersebut dipahami bahwa yang dibedakan di sini hanyalah dalam penyucian\nkencing.<\/li><\/ul>\n\n\n\n

        Maksudnya ialah\nselain kencing, semisal kotoran bayi ditangani dan diperlakukan seperti halnya\ndengan najis lainnya.<\/p>\n\n\n\n

        Demikianlah\nkeringanan tentang cara menangani kencing bayi dalam Islamdan  semoga dapat menambah pengetahuan kita akan\nhal tersebut.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

        PeciHitam.org \u2013 Islam sendiri mengatur tentang cara menangani kencing bayi namun masih banyak orang yang belum tahu tentang bagaimana menangani hal tersebut karena para ulama yang berbeda pendapat tentang status bayinya. Adapun Syekh \u2018Abdurrahman bin Nashir As-Sa\u2019di menjelaskan bahwa bayi laki-laki yang belum mengonsumsi makanan penunjang lain selain ASI atas dasar ketertarikannya atau sudah jadi […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":16195,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[2190],"tags":[5559],"yoast_head":"\n