Pecihitam.org<\/strong> – Salah satu perkara yang seringkali dianggap oleh segenap Umat Islam sebagai perbuatan yang Haram dan bisa mendekatkan orang pada kesyirikan adalah perkara membangun masjid di sisi kuburan atau makam.<\/p>\n\n\n\n Salah satu Ulama yang menyatakan bahwa Membangun masjid di sisi kuburan sebagai Haram adalah Ibnu Taimiyah<\/a><\/strong>, yang kemudian Fatwanya di ikuti oleh kelompok Wahabi<\/a><\/strong> yang ada di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya al-Qaidah al-Jalilah halaman 22, menjelaskan bahwa: <\/p>\n\n\n\n \u201cNabi melarang menjadikan kuburannya sebagai mesjid, tidak memperbolehkan seseorang di saat waktu-waktu shalat untuk berziarah, shalat dan berdoa di sisi kuburannya, sekalipun maksudnya untuk beribadah kepada Allah. Bisa jadi, mengakibatkan seseorang melakukan doa dan shalat untuk ahli kubur, mengagungkan dan menghormatinya. Atas dasar itu, membangun masjid di sisi kuburan para waliyullah merupakan perbuatan haram. Meskipun, pembangunan mesjid itu sendiri merupakan sesuatu yang ditekankan. Perbuatan seperti itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam perilaku syirik, hukumnya secara mutlak haram\u201d. <\/p>\n\n\n\n Fatwa ibnu Taimiyah di atas didasarkan pada dalil-dalil berikut: <\/p>\n\n\n\n 1. Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani dikarenakan mereka telah menjadikan kubur para nabinya sebagai tempat ibadah\u201d. (HR. Bukhari jilid 2 hal.111 dalam kitab al-Jana\u2019iz, hadis serupa dapat ditemukan dalam kitab Sunan an-Nasa\u2019i jilid 2 hal. 871).<\/p>\n\n\n\n 2. Sewaktu, Ummu Habibah dan Ummu Salamah menemui Rasulullah dan berbincang-bincang tentang tempat ibadah (gereja) yang pernah di lihatnya di Habasyah, Rasulullah Saw. bersabda, \u201cMereka adalah, kaum yang setiap ada orang saleh dari mereka yang wafat, mereka membangun tempat ibadah di atasnya dan menghadapkan wajahnya hanya ke situ. Mereka di akhirat kelak tergolong makhluk yang buruk di sisi Allah\u201d. (Shahih Muslim jilid 2 hal. 66 kitab al-Masajid).<\/p>\n\n\n\n 3. Jundab bin Abdullah al-Bajli menyatakan, \u201cAku mendengar lima hari sebelum Rasulullah SAW wafat, beliau bersabda, \u2018Ketahuilah, sesungguhnya sebelum kalian, terdapat kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah. Namun, janganlah kalian melakukan semacam itu. Aku ingatkan hal itu pada kalian\u2019\u201d.(Shahih Muslim jilid 1 hal. 378).<\/p>\n\n\n\n 4. Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau pernah bermunajat kepada Allah Swt. dengan berkata, \u201cYa Allah, jangan engkau jadikan kuburku sebagai tempat penyembahan berhala. Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat ibadah\u201d. (Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 2 hal.246) <\/p>\n\n\n\n Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan di atas, para pengikut Wahabi-Salafi akhirnya dijadikan hujjah dan dasar untuk mencela, menghina dan menyebut syirik terhadap pusara Wali songo (sembilan) atau para Sunan di Indonesia, yang kebanyakan di sisi makam mereka terdapat bangunan masjid.<\/p>\n\n\n\n Baiklah, kita menghargai pendapat dan ijtihad mereka dalam hal ini. Namun, terdapat beberapa poin yang harus dapat kita perhatikan untuk mengkritisi dalil mereka ini:<\/p>\n\n\n\n Hadis dari Ummu Salamah dan Ummu Habibah yang disebutkan di atas tadi, jelas tujuannya dan niat kaum Yahudi dan Nasrani adalah menjadikan kuburan orang-orang saleh sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai kiblat (arah ibadah) yaitu menghadapkan wajah mereka sewaktu bersujud. <\/p>\n\n\n\n Perbuatan yang seperti inilah yang dilarang tegas oleh Rasulullah Muhammad Saw. Adapun, jika membangun masjid di sisi kuburan seorang waliyullah sekedar untuk mengharap berkah dari Allah berperantarakan Wali tersebut.<\/p>\n\n\n\n Dalam mensyarah hadis tadi, Al-Baidhawi menyatakan, \u201cHal itu, karena kaum Yahudi dan Nasrani selalu mengagungkan kuburan para nabi dengan sujud dan menjadikannya sebagai kiblat (arah ibadah). <\/p>\n\n\n\n Atas dasar inilah, akhirnya Umat Islam dilarang untuk melakukan hal yang sama, karena merupakan perkara syirik yang nyata. Namun, apabila masjid dibangun di sisi kuburan seorang hamba yang saleh dengan niat tabarruk (mencari berkah), maka pelarangan yang terdapat pada hadis tadi tidak dapat diterapkan padanya.\u201d<\/p>\n\n\n\n Begitu juga sebagaimana dijelaskan As-Sanadi dalam mensyarah kitab Sunan an-Nasa\u2019i jilid 2 hal. 41, ia mengatakan, \u201cNabi melarang umatnya untuk melakukan perbuatan yang mirip perilaku Yahudi dan Nasrani dalam memperlakukan kuburan para nabi mereka, baik dengan menjadikannya sebagai tempat sujud, pengagungan maupun arah kiblat, serta menghadapkan wajahnya ke arahnya (kubur) sewaktu ibadah\u201d. <\/p>\n\n\n\n Hadis diatas menyebutkan adanya larangan membangun masjid \u201cdiatas\u201d kuburan bukan di sisi (di samping) kuburan. Letak perbedaan redaksi inilah yang kurang diperhatikan oleh kelompok ini dalam berdalil. <\/p>\n\n\n\n Selain itu, tidak jelas pula apakah pelarangan dalam hadis itu menjurus kepada hukum haram atau hanya sekedar makruh saja. Hal itu, disebabkan karena Imam Bukhari dalam Kitab sahihnya jilid 2 hal.111, mengumpulkan hadis-hadis itu dalam bab “apa yang dimakruhkan menjadikan masjid diatas kuburan<\/em>” (ma yukrahu min itikhadz al-Masajid alal Qubur). <\/p>\n\n\n\n Ini menjelaskan bahwa hal tersebut sekedar pelarangan yang bersifat makruh yang sepatutnya dihindari, namun bukan juga mutlak dihukumi haram.<\/p>\n\n\n\n Syeikh Abdullah Harawi di dalam kitab al-Maqalat as-Saniyah hal.427, menjelaskan hadis di atas; <\/p>\n\n\n\n \u201cHadis tadi diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan ibadah di atas kuburan para nabi dengan niat untuk mengagungkan kuburan mereka. Ini terjadi, jika posisi kuburan itu tampak dan terbuka. Jika tidak, melaksanakan shalat disitu tidak haram hukumnya\u201d. <\/p>\n\n\n\n