PeciHitam.org<\/strong> – Hampir semua wanita ingin tampil cantik dan sedap dipandang mata. Make up atau berhias adalah solusinya. Bisa dibilang, bagi kaum hawa, make up sudah termasuk kebutuhan utama dalam kesehariannya. Namun sudahkah mengetahui hukum bermake up dalam Islam?<\/p>\n Perlu diketahui bahwasannya keluarnya seorang perempuan dalam keadaan berhias atau memakai minyak wangi dengan keadaan menutup aurat hukumnya makruh tanzih, tidak haram. Hal itu menjadi haram jika perempuan tersebut bertujuan atau ada niatan untuk pamer (mendapatkan pandangan mata) dari kaum laki-laki; artinya bertujuan membuat fitnah terhadap mereka.<\/p>\n Adapun hukum bermake up dalam Islam diqiyaskan dengan memakai wewangian. Ibnu Hibban, al-Hakim, an-Nasa\u2019i, al-Baihaqi meriwayatkan dalam bab kemakruhan kaum perempuan untuk memakai minyak wangi, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Musa al-\u2018Asy\u2019ari dengan marfu\u2019 kepada Rasulullah, ia bersabda:<\/p>\n \u0623\u064a\u0645\u0627 \u0627\u0645\u0631\u0623\u0629 \u0627\u0633\u062a\u0639\u0637\u0631\u062a \u0641\u0645\u0631\u062a \u0639\u0644\u0649 \u0642\u0648\u0645 \u0644\u064a\u062c\u062f\u0648\u0627 \u0631\u064a\u062d\u0647\u0627 \u0641\u0647\u064a \u0632\u0627\u0646\u064a\u0629<\/strong><\/p>\n (Perempuan manapun memakai wewangian kemudian lewat pada suatu kaum (laki-laki) agara mereka mendapati baunya maka ia seorang pelaku zina).<\/p>\n At-Tirmidzi[63] dalam bab tentang kemakruhan keluar perempuan dengan memakai wewangian, juga dari hadits Abi Musa al-\u2018Asy\u2019ari dengan marfu\u2019 kepada Rasulullah, ia bersabda:<\/p>\n \u0643\u0644 \u0639\u064a\u0646 \u0632\u0627\u0646\u064a\u0629\u060c \u0648\u0627\u0644\u0645\u0631\u0623\u0629 \u0625\u0630\u0627 \u0627\u0633\u062a\u0639\u0637\u0631\u062a \u0641\u0645\u0631\u062a \u0628\u0627\u0644\u0645\u062c\u0644\u0633 \u0641\u0647\u064a \u0643\u0630\u0627 \u0648\u0643\u0630\u0627<\/strong><\/p>\n (Setiap [kebanyakan] mata melakukan zina, dan perempuan jika ia memakai wewangian kemudian lewat di suatu majelis maka ia yang begini dan begini). Artinya ia seorang pelaku zina.<\/p>\n Hadits terakhir di atas dalam pengertian secara umum (Muthlaq), sementara hadits yang pertama dengan lafazh [\u0644\u064a\u062c\u062f\u0648\u0627 \u0631\u064a\u062d\u0647\u0627] dalam pengertian yang dikhususkan (Muqayyad). Tujuan kedua hadits adalah sama. Karena itu maka pengertian yang umum (Mutlaq) harus dipahami dengan mengaitkannya dengan pengertian yang khusus (Muqayyad), sebagai mana kaidah ini telah menjadi keharusan dengan kesepakatan (Ijma\u2019) mayoritas ulama, supaya kita terhindar dari konfrontasi dengan kesepakatan (Ijma\u2019) mayoritas ulama tersebut.<\/p>\n Karena itu tidak ada seorangpun dari para ulama yang menyatakan haram secara mutlak bagi seorang perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian. Pemahaman seperti ini sesuai dengan hadits \u2018Aisyah yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya, bahwa ia berkata[64]: \u201cKita [Isteri-isteri nabi] keluar bersama nabi menuju Mekah, dan kita melumuri wajah dengan misik wangi untuk ihram.<\/p>\n Jika salah seorang dari kami berkeringat, air keringatnya mengalir di atas wajahnya [membentuk guratan-guratan], dan nabi tidak mencegah\u201d. Padahal Rasulullah dan isteri-isterinya berpakaian ihram dari Dzil Hulaifah; suatu tempat beberapa mil dari Madinah.<\/p>\n Hadits pertama di atas diriwayatkan oleh an-Nasa\u2019i dan al-Baihaqi dalam satu bab yang keduanya menamakan bab tersebut dengan judul \u201cBab makruh bagi perempuan untuk memakai wewangian\u201d. Lafazh makruh jika diungkapkan secara mutlak maka yang dimaksud adalah makruh tanzih, sebagaimana dinyatakan para ulama madzhab Syafi\u2019i. Syaikh Ahmad ibn Ruslan berkata[65]:<\/p>\n \u0648\u0641\u0627\u0639\u0644 \u0627\u0644\u0645\u0643\u0631\u0648\u0647 \u0644\u0645 \u064a\u0639\u0630\u0628 # \u0628\u0644 \u0625 \u0646 \u064a\u0643\u0641 \u0644\u0627\u0645\u062a\u062b\u0627\u0644 \u064a\u062b\u0628<\/strong><\/p>\n (Seorang pelaku perbuatan makruh tidak disiksa, tetapi bila ia tidak melakukan perbuatan tersebut karena tujuan melaksanakan syari\u2019at, ia diberi pahala).<\/p>\n