Pecihitam.org<\/strong> – Peringatan maulid Nabi yang kita ketahui sekarang ini memang tidak ada pada masa kehidupan Nabi Muhammad SAW. Menurut catatan sejarah, yang memulai mengadakan Maulid Nabi Muhammad SAW ialah seorang Raja Erbil yang bernama al Mudzaffar Abu Said.<\/p>\n\n\n\n Masyarakat berkumpul dari berbagai kalangan untuk membaca Al Quran, membaca sejarah dan kehidupan Rasulullah, melantunkan shalawat dan syai pujian, serta ceramah agama. (I\u2019anatut Thalibin, II, 364)<\/p>\n\n\n\n Para penduduk kota mendengar tekad baik Raja Erbil, Irak. Hal itu membuat setiap tahunnya banyak orang berbondong-bondong datang ke Kota Erbil dari negeri sebelah, seperti Baghdad, Mosul, Jazirah, Sinjar, Nasibin, dan kota-kota lainnya. Yang datang ke situ bukan hanya masyarakat awam, melainkan juga para fuqaha, sufi, penasihat, ahli qiroat, dan penyair. (Wafayatul A\u2019yan, V, 117)<\/p>\n\n\n\n Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW baru ada sekitar abad 4 H dan tidak terjadi perbedaan pendapat antar ulama sampai pada abad 7. Namun setelahnya, sebab perayaan tersebut tidak ada pada masa Nabi, banyak yang berpendapat bahwa perayaan Maulid Nabi ini bid\u2019ah.<\/p>\n\n\n\n Memang itu bukan statemen yang salah, dengan berdasar bahwa bid\u2019ah adalah suatu hal baru yang tidak ada pada zaman Nabi. Namun juga perlu digaris bawahi, bid\u2019ah bukan berarti semua menajdi haram. Karena, selain bid\u2019ah sayyiah (buruk), juga ada bid\u2019ah hasanah (baik).<\/p>\n\n\n\n Jika berpijak pada definisi yang mengatakan bahwa \u2018bid\u2019ah ialah pembaruan suatu hal dalam agama yang tidak ada dasarnya dalam syara\u2019 atau ibadah tanpa menggunakan cara Nabi\u2019, maka perayaan maulid bukan termasuk bid\u2019ah.<\/p>\n\n\n\n Perayaan dengan bentuk demikian yang disebut di atas memang tidak ada, namun bentuk seperti itu hanyalah rangkaian-rangkaian dari beberapa aktivitas syar\u2019iyyah dan tidak melanggar syara\u2019.<\/p>\n\n\n\n