Pecihitam.org,-<\/strong> Sudah menjadi anjuran Agama untuk saling memberi atau menghibahkan sesuatu kepada antar sesama, baik dalam bentuk uang maupun benda guna mempererat ikatan cinta dan kasih sayang serta menguatkan ikatan sosial kita sebagai komunitas masyarakat.<\/p>\n\n\n\n Sebagaimana pada Sabda Nabi Saw., yang diriwayatkan para perawi hadits ternama dari sekelompok sahabat, seperti Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Amru, dan Aisyah, bahwasanya Rasulullah bersabda \u201cHendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Dan tentu menghibahkan atau menghadiahkan yang dimaksud ialah memberi dengan sepenuh hati, tanpa mengharapkan imbalan atau hanya karena ingin dipuji.<\/p>\n\n\n\n Sehingga dari awal untuk menghibahkan sesuatu memang telah meyakinkan hati bahwasanya, hibah ini tak ada maksud lain atau tujuan lain yang bila mana tujuan hibah tidak sesuai yang diharapkan, maka tak jarang diantara para pemberi menarik kembali sesuatu yang dihibahkan.<\/p>\n\n\n\n Memandang hal ini pasti amat keterlaluan, pasalnya hal itu bisa saja menyakiti perasaan seseorang dan tentu bertentangan dengan etika dan norma sosial.<\/p>\n\n\n\n Perlu diketahui bahwa hibah adalah akad pengalihan hak milik tanpa kompensasi (ganti rugi suatu barang). Karenanya, kita sebagai pemberi amat tidak layak jika apa yang dihibahkan dikembalikan atas dasar permintaan sang pemberi.<\/p>\n\n\n\n Islam sendiri sangat mengecam bagi mereka yang meminta kembali apa yang dihibahkannya kepada sesama, bahkan beberapa hadits menjelaskan hal ini dengan begitu detail, diantaranya yakni Dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah Saw., pernah bersabda \u201cOrang yang menarik kembali pemberiannya laksana anjing yang menjilat kembali muntahannya\u201d<\/p>\n\n\n\n