Pecihitam.org,<\/strong>– Berbicara tentang hadis, tentu tidak bisa disamakan saat kita berbicara tentang ayat ayat Al Qur\u2019an yang kepastiannya tak bisa dibantah dan diragukan lagi. Sekalipun saat kita menoleh pada tafsirannya barulah kita mendapati beberapa tafsiran yang beragam. Lantas bagaimana dengan hadis? Mengapa dalam memahami hadis, kita malah diperkenalkan dengan istilah hadis lemah bahkan hadis palsu?<\/p>\n\n\n\n Sebelumnya, yang perlu kita ketahui terlebih dahulu ialah pengertian dari hadis itu sendiri. Dari kalangan Ilmu hadis, mereka berpendapat bahwasanya hadis ialah segala perkataan Nabi, perbuatan dan hal Ihwalnya yang meliput pada apa-apa yang berkaitan dengan karakteristik, sejarah, kelahiran dan kebiasaan kebiasaannya<\/em>.<\/p>\n\n\n\n Lain halnya dengan pengertian yang berasal dari ulama Ushul yang malah berpendapat bahwa, segala perkataan Nabi Saw., perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum Syara\u2019 dan ketetapannya<\/em> itulah yang disebut dengan hadis.<\/p>\n\n\n\n Sehingga dari pengertian ulama Ushul bisa disimpulkan bahwa hadis ialah apa pun yang bersandar dari Nabi Saw., yang berkaitan dengan hukum atau ketentuan Allah yang disyariatkan kepada kita selaku manusia. <\/p>\n\n\n\n Pertanyaannya kemudian ialah, jika hadis pada kesimpulannya adalah sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw., lantas mengapa kita mengenal istilah hadis palsu? Apakah ini membuktikan bahwa beberapa kelompok yang berasal dari kalangan non islam memang berhobikan menyesatkan kita selaku umat Islam? <\/p>\n\n\n\n Namun sayangnya dalam catatan sejarah bukan hanya mereka yang berkalangan non Islam yang kadang melakukan hal buruk ini, melainkan beberapa darinya malah beragama Islam.<\/p>\n\n\n\n Hadis Maudhu\u2019, inilah sebutan lain dari hadis palsu, yakni hadis yang sengaja dibuat oleh orang orang pendusta dengan mengatasnamakan Rasulullah Saw., sebagai sandaran atas apa yang diucapkannya.<\/p>\n\n\n\n Al Maudhu\u2019 sendiri adalah isim maf\u2019ul dari wa-dha-\u2018a, ya-dha-\u2018u, wadh-\u2018an yang mempunyai arti Al-Isqath (meletakkan atau menyimpan), al iftira\u2019 wa al ikhtilaq (mengada ngada atau membuat-buat).<\/p>\n\n\n\n Dari pemalsuan inilah, tentu sebagai pendengar dan penerima yang tidak melakukan cek dan ricek terlebih dahulu. Baik pada sanad (susunan rangkaian para periwayat hadis dalam periwayatan) maupun matan (isi) hadis, tentu akan langsung mengamalkannya begitu saja. Untung-untung jika tidak ikut menyebarluaskan ucapan tersebut dengan mengatakannya sebagai hadis yang asalnya dari Rasulullah Saw.,<\/p>\n\n\n\n Untuknya, pada artikel bagian satu ini<\/em>, penulis terlebih dahulu paparkan terkait beberapa pandangan perihal kapan munculnya hadis palsu itu. <\/p>\n\n\n\n