Pecihitam.org<\/strong> – Saya urung memasukkan kutipan berikut ini ke buku \u201cAl-Hikam Imam Syafii\u201d. Kalimat tersebut tidak bisa dipahami secara lugas dalam sekali baca. Butuh konteks untuk mengerti makna sebenarnya sebagaimana maksud pengucapnya.<\/p>\n Alasan tersebut tidak sesuai dengan konsep buku \u201cAl-Hikam Imam Syafii\u201d: buku ini hanya memuat kutipan-kutipan Imam Syafii [beserta terjemahannya] yang secara langsung bisa dipahami dan dimengerti maknanya oleh pembaca tanpa butuh paham konteks kutipan.<\/p>\n \u0643\u0644\u0651\u0645\u0627 \u0637\u0627\u0644\u062a \u0627\u0644\u0644\u062d\u064a\u0629\u060c \u062a\u0643\u0648\u0633\u062c \u0627\u0644\u0639\u0642\u0644<\/p>\n \u201cSaat jenggot panjang, otak jadi pendek.\u201d<\/p>\n Kutipan \u201cjenggot panjang, otak pendek\u201d itu tertulis dalam salah satu kitab diwan Imam al-Syafii (ada beragam kitab diwan yang mengumpulkan kalimat hikmah Imam al-Syafii).<\/p>\n Namun, sumber primer kutipan tersebut adalah al-Wafi bi al-Wafayat (tepatnya di jilid kedua halaman ke-123), kitab-biografi 29 jilid yang ditulis lebih dari enam ratus tahun lalu oleh ulama-penulis Sunni bernama Shalahuddin al-Shafadi.<\/p>\n Dari al-Wafi bi al-Wafayat itulah diketahui kata-kata di atas dinisbahkan kepada Imam al-Syafii. Disisipkan di bagian biografi Imam al-Syafii.<\/p>\n Apa maksud pernyataan itu?<\/strong><\/p>\n Baca juga<\/strong>: Inilah Bedanya Ilmu yang Jelas Sanadnya dengan Ilmu Tanpa Sanad<\/a><\/p>\n Entahlah. Di kitab tersebut tidak ada penjelasan maksud dan konteks yang menyertai kata-kata itu. Kata-kata tersebut berdiri sendiri. Shalahuddin al-Shafadi hanya mengutip begitu saja. Hanya Imam Syafii sendiri yang tahu. Kita hanya bisa menafsirkan.<\/p>\n Sekitar 250 tahun sebelum al-Shafadi, Imam al-Ghazali telah terlebih dahulu menukil kutipan serupa dalam kitab Ihya Ulumiddin pada bab Asrar al-Thaharah. Tepat di atas pasal al-Lihyah (Jenggot).<\/p>\n \u0643\u0644\u0645\u0627 \u0637\u0627\u0644\u062a \u0627\u0644\u0644\u062d\u064a\u0629 \u062a\u0634\u0645\u0631 \u0627\u0644\u0639\u0642\u0644<\/p>\n \u201cSaat jenggot panjang, otak jadi berkurang.\u201d<\/p>\n Kata-kata yang dikutip Imam al-Ghazali tersebut bermakna sama dengan kata-kata Imam Syafii. Hanya berbeda di satu kata saja.\u062a\u0643\u0648\u0633\u062c dan \u062a\u0634\u0645\u0631. Beda kata, maksudnya sama.<\/p>\n Bagusnya, Imam al-Ghazali mengutip nukilan tersebut dalam konteks tertentu. Sehingga sedikit-banyak membantu memahami maksud ungkapan tersebut.<\/p>\n Imam al-Ghazali mengutip kata-kata itu untuk konteks \u201cukuran panjang jenggot\u201d bahwa \u201cukuran panjang jenggot sebaiknya sedang-sedang saja\u201d, bahwa \u201cjika Anda memelihara jenggot, sebaiknya dirawat\u201d, bahwa \u201cjenggot yang panjangnya keterlaluan bisa merusak penampilan, dan digunjing orang-orang\u201d.<\/p>\n Imam Ghazali mengutip kata-kata Imam an-Nakha\u2019i: \u201cAku heran kepada orang berakal yang jenggotnya panjang. Kenapa dia tidak memotong jenggotnya; jangan biarkan terlalu panjang, namun juga jangan dipotong terlalu pendek. Sedang-sedang saja dalam segala sesuatu itu bagus.\u201d (Panjang ideal jenggot adalah segenggaman. Atau, yang penting proporsional dengan wajah).<\/p>\n Nah, setelah mengutip perkataan Imam Nakhai itu, Imam Ghazali melanjutkan dengan kutipan itu: \u201cSaat jenggot panjang, otak jadi berkurang.\u201d<\/p>\n Jadi, apa makna \u201cjenggot panjang, otak berkurang\u201d dalam konteks kutipan Imam al-Ghazali?<\/p>\n Orang yang jenggotnya panjang, apalagi tidak terawat, tidak punya banyak kecerdasan dalam berpenampilan?<\/p>\n Orang yang jenggotnya panjang tidak punya banyak kecerdasan untuk tahu bahwa yang sedang-sedang saja itu lebih baik?<\/p>\n Atau seperti apa?<\/p>\n