Sunnah<\/a><\/strong> atau hadits disini, bisa dikatakan\u00a0 bahwasanya\u00a0 apapun yang disandarkan dari Rasulullah Saw., baik dari segi perbuatan, ucapan maupun ketetapannya.<\/p>\n\n\n\nTidak hanya itu, Sunnah atau hadis pun sangat berperan penting dalam melengkapi pemahaman kita terhadap Al Qur\u2019an. Untuk itu berikut pemaparan terkait peran atau fungsi hadis terhadap Al Qur\u2019an menurut para ulama dan contohnya.<\/p>\n\n\n\n
Namun sebelumnya yang perlu kita ketahui ialah tidak semua orang yang mengaku mencintai dan mengikuti ajaran Rasulullah Saw., benar benar mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah Saw., semasa hidupnya. <\/p>\n\n\n\n
Karena faktanya, dari dulu bahkan bisa saja sampai sekarang masih ada yang namanya golongan yang merupakan bagian dari paham ingkar sunnah. Yakni mereka yang sengaja tidak menggunakan sunnah sebagai sumber hukum melainkan hanya fokus pada ajaran dan hukum yang tercantum pada Al Qur\u2019an saja. <\/p>\n\n\n\n
Padahal? Dalam memahami Al Qur\u2019an sendiri kita pun perlu dituntut untuk memahami hadis atau sunnah itu sebaik mungkin. Karena bagaimana cara kita memahami ajaran agama itu dengan baik yang jikalau kita sengaja untuk tidak menggunkan sunnah? <\/p>\n\n\n\n
Bukankah sunnah sendiri telah ditetapkan sebagai bayan (penjelas) dalam memahami berbagai ayat atau hukum yang masih tidak jelas dalam Al Qur\u2019an atau yang masih bersifat umum? Sehingga memandang fenomena ini, para ulama memiliki pandangan masing-masing terkait fungsi hadis itu terhadap Al Qur’an. <\/p>\n\n\n\n
Seperti dalam pandangan Imam Malik bin Anas yang menyebutkan ada lima fungsi hadis yakni diantaranya Bayan al Taqrir, Bayan al tafsir, Bayan al tafshil, Bayan al Ba\u2019ts, dan Bayan al Tasyri\u2019.<\/em> <\/p>\n\n\n\nSedangakan Imam Syafi\u2019i menyebutkan beberapa fungsi hadis diantaranya sebagai Bayan al tafshil, Bayan at Takhshish, Bayan al ta\u2019yin, Bayan at Tasyri dan Bayan al nasakh<\/em> kemudian beliau menambahkannya lagi dalam \u2018Al Risalah\u2019 yakni sebagai bayan al Isyarah. <\/em><\/p>\n\n\n\nSedangkan jika kita memandang pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal maka beliau hanya menyebutkan empat fungsi hadis itu, yakni sebagai Bayan al ta\u2019kid, bayan al tafsir, bayan al tasyri, dan bayan al takhshish.<\/em><\/p>\n\n\n\nUntuk lebih jelasnya, berikut ulasannya: <\/p>\n\n\n\n
1. Bayan at taqrir<\/strong><\/h4>\n\n\n\nBayan at taqrir ini biasa pula disebut sebagai bayan al ta\u2019kid<\/em> atau bayan al itsbat<\/em>. Pengertiannya sendiri ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al Qur\u2019an, jadi bisa diibaratkan sebagai dalil yang memperkokoh isi dari ayat Al Qur\u2019an. Contohnya ialah QS. Al Baqarah [2]: 185<\/p>\n\n\n\n\u201cMaka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\nHal ini diperkuat oleh hadis yang\ndiriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi<\/p>\n\n\n\n
\u201cApabila kalian melihat (ru\u2019yah) bula, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru\u2019yah) itu maka berbukalah\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\nSama halnya perintah wudhu saat ingin\nmelaksanakan Shalat, hal ini dijelaskan dalam QS. Al Maidah [5]: 6<\/p>\n\n\n\n
\u201cHai orang orang yang beriman, apabila\nkamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu\nsampai dengan kedua mata kaki,…\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Kemudian diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah r.a., \u201cTidak diterima Shalat seseorang yang berhadas sebelum dia berwudhu\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n