Pecihitam.org- <\/strong>Ada beberapa kisah sahabat Nabi Muhammad yang menarik untuk dibahas bersama, salah satunya yakni Kisah Sahabat Nabi yang bernama Zaid bin Tsabit\u00a0 yang merupakan juru tulis Rasulullah SAW. menurut literatur yang ada dikatakan bahwa suatu ketika, Rasulullah mengumpulkan pasukan di Madinah untuk berjalan ke selatan. Untuk memastikan apakah sudah siap atau belum, Rasulullah SAW memeriksa satu per satu prajuritnya. Tiba-tiba Nabi menghentikan geraknya. Dia menatap seorang pemuda yang masih berusia belasan tahun.<\/p>\n\n\n\n Badannya lebih kecil dibandingkan\ndengan prajurit lain. Dialah Zaid bin Tsabit. Meski bertubuh kecil, demi\nmenegakkan agama Allah Zaid mengaku memiliki semangat besar untuk memerangi\nmusuh-musuh Islam. Semangat itu ditunjukkannya dengan membawa pedang berukuran\nlebih besar dari badannya.<\/p>\n\n\n\n Zaid pun mendatangi Rasulullah.\n” Wahai utusan Allah, aku mengabdikan diriku untuk engkau, izinkan aku\ntinggal bersama engkau untuk melawan musuh-musuh di bawah panji-panjimu, ya\nRasul,” kata Zaid. Rasulullah SAW kagum dan menepuk bahunya dengan\nkelembutan. karena masih terlalu muda, Nabi menolak permintaan Zaid. Zaid pun\nmenundukkan kepala, lalu berjalan pergi. sambil berjalan lambat, dia\nmemperlihatkan kekecewaan dengan menancapkan pedangnya ke tanah.<\/p>\n\n\n\n Pada saat itu juga di belakang Zaid ada sang ibu,\nyakni Nawat binti Malik. Ibundanya pun merasakan kesedihan yang sama. Ibunda\nZaid sangat ingin melihat anaknya pergi bersama bersama Rasulullah dan para\ntentara mujahid. Satu tahun kemudian, Zaid kembali mengajukan diri menjadi\nbagian dari tentara Muslim. Saat itu persiapan sedang dilakukan untuk\nmengadakan pertemuan dengan kaum Quraisy di Uhud. <\/p>\n\n\n\n Sekelompok remaja Muslim datang mendekati Nabi\nMuhammad SAW lengkap dengan senjata perang. Mereka ingin menjadi tentara untuk\nmenegakkan panji Allah. Di antara mereka adalah Samurah bin Jundub dan Rafi bin\nKhadij, mereka memiliki perawakan yang kuat dan telah cukup usia untuk memegang\nsenjata. Oleh Nabi Muhammad SAW keduanya diizinkan untuk bergabung dengan\npasukan lain. <\/p>\n\n\n\n Saat usianya menginjak 16 tahun,\nsesuai janji Rasul, dia diizinkan berperang. Akhirnya dia membela kaum Muslimin\nsaat Perang Khandaq. Zaid menyadari pada saat ikut berperang, betapa sulitnya\nmenegakkan agama Allah. Zaid kemudian berpikir untuk mencari jalan perjuangan\nlain yang tak harus memiliki batasan usia, tetapi tetap dekat dengan\nRasulullah.<\/p>\n\n\n\n Caranya adalah dengan menghafal\nAlquran. Mendengar kabar itu, Sang ibunda Zaid sangat senang dan ingin anaknya\nmenjadi penghafal Alquran. Dengan beberapa orang Anshar, sang ibu pun berbicara\ntentang keinginan anaknya. Lalu, dia membicarakan masalah ini dengan\nRasulullah.<\/p>\n\n\n\n “Wahai Nabi Muhammad SAW,\nanak kami Zaid telah menghafal tujuh belas surah dari Kitab Allah dan membacakannya\nsama seperti diwahyukan kepadamu. Selain itu, dia piawai membaca dan menulis.\nDengan cara inilah dia berusaha ingin dekat dengan Anda wahai Rasulullah,”.\nRasul pun mendengarkan Zaid membaca beberapa surah. Bacaannya jelas dan indah.\nNabi merasa senang. Zaid mendapatkan pujian karena kemampuannya menghafal\nAlquran dengan cepat dan menulis dengan baik. Kemampuan itu tak dimiliki banyak\norang ketika itu.<\/p>\n\n\n\n